MEDAN - Ratusan petani yang terhabung dalam Kelompok Tani Arih Ersada Aron Bolon, yang berdomisili hukum Desa Durin Tonggal, Kecamatan Pancurbatu, Kabupaten Deli Serdang, memohon perlindungan hukum ke Kapolda Sumut Irjen Pol Martuani Sormin, atas aksi premanisme dan pengrusakan kebun oleh orang tak dikenal (OTK) yang diduga dimobilisasi kelompok mafia tanah penyerobot tanah eks PTPN II.
Permohonan perlindungan hukum itu diajukan oleh Ketua Kelompok Tani Eri Ersada Aron Bolon, Martin Sinulingga dan Sekretaris Rembah Bru Keliat dengan Nomor Surat : 01/11/2021/Kelompok Tani. Surat permohonan perlindungan hukum ini juga dibuat dengan tembusan Kapolri, Ketua Komnas HAM, Kepala Staf Presiden, Gubernur Sumut, Ketua DPRD Sumut, Kajati Sumut, Pangdam I Bukit Barisan dan pers.
Ketua Kelompok Tani Eri Ersada Aron Bolon, Martin Sinulingga melalui siaran pers yang diterima SP, Senin (15/2/2021) mengatakan, bahwa sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, pada Pasal 33 ayat (3), mengatur bahwa, "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat."
"Kami yang mewakili keseluruhan anggota kelompok tani yang terdiri dari 300 orang kepala rumah tangga, memohon perlindungan hukum kepada Bapak Kapolda Sumut, untuk memberikan perlindungan hukum dan rasa aman untuk memperjuangkan hak untuk hidup dan hak mencari nafkah yang layak bagi keluarga sesuai dengan UU Hak Asasi Manusia (HAM)," ujar Martin Sinulingga.
Didampingi Sekretaris Kelompok Tani Eri Ersada Aron Bolon, Rembah Bru Keliat, Martin Sinulingga menjelaskan, bahwa kelompok tani ini sejak tahun 1967 sebelum terbitnya hak guja usaha (HGU) di lahan konflik, adalah hak ulayat masyarakat setempat dalam menguasai dan mengelola untuk bercocok tanah. Kemudian setelah HGU tidak diperpanjang kembali tahun 1998, kalangan petani lokal kembali bercocok tanam di lokasi konflik yang awalnya seluas 102 hektar (ha).
"Upaya bercocok tanam tersebut kami lakukan jauh sebelum kelompok mafia-mafia tanah tersebut datang melakukan pemagaran, membuat surat kepemilikan dan penyerobotan dan bahkan kemudian ada yang diperjual belikan menjadi perumahan walaupun awalnya tanah tersebut adalah tanah negara atau lahan ex PTPN Il tersebut. Kami mempunyai alasan kuat dengan meminta perlindungan hukum," kata Martin Sinulingga.
Adapun alasan Kelompok Tani Eri Ersada Aron Bolon mengajukan permohonan perlindungan hukum, sambung Martin Sinulingga, karena telah terjadi pengrusakan dilahan kami yang terjadi pada hari Kamis (11/2/2021) sekitar pukul 10.00 WIB. Kalangan petani menuding pelaku pengrusakan itu dikomandoi oleh seorang pria berinisial JS, yang merupakan anggota organisasi masyarakat (Ormas) di Pancur Batu. Bahkan, oknum aparat disebutkan ada yang terlibat.
"Kelompok tani memiliki bukti kepemilikan lahan yang ditunjukkan oleh fotocopy sertifikat seluas 600m2 terbitan tahun 2009, pengrusakan atas lahan sekitar 7 ha, dari lahan seluas 30 ha, dengan memakai alat berat yang didatangkan sebanyak 5 buah, dengan membuldozer mencabut dan meratakan tanaman tanaman yang ada di atas lahan tersebut," ungkap Martin Sinulingga.
Martin merincikan tanaman yang dirusak dan diratakan dengan dengan alat berat berupa lahan sawit seluas 3 ha, lahan seluas 2 ha yang ditanami umbi - umbian ubi kayu, lahan seluas 1 ha yang ditanami jagung, lahan seluas 1 ha ditanami tanaman pisang, mangga, rambutan, pinang, dan sirsak. Pengrusakan tanaman dilahan tersebut dilahan baru dapat dihentikan sekitar jam 1 siang hari.
"Pengrusakan dihentikan setelah dilakukan perundingan di Kantor Kepala Desa Dorin Tonggal, yang dihadiri oleh Danramil, utusan Kapolsek, Ketua PP Pancur Batu Jhon Sembiring, kelompok tani dan masyarakat setempat pendukung petani. Saat itu, perundingan selesai sekitar pukul 15.00 WIB. Anehnya, pelaku pengrusakan mengancam akan kembali dengan membawa anggota lebih banyak, Selasa (16 /2/2021)," katanya.
Meski terancam, sambung Martin Sinulingga, Kelompok Tani Eri Ersada Aron Bolon, mengaku tidak tinggal diam. Bahkan, demi keberlangsungan hidupnya, kalangan petani ini akan mempertahakan lahan yang sudah diusahakan selama berpuluhan tahun itu, untuk tetap dimanfaatkan bercocok tanam tersebut.
Sekretaris Kelompok Tani Eri Ersada Aron Bolon, Rembah Bru Keliat menyebutkan, Kelompok Tani Eri Ersada Aron Bolon merupakan perkumpulan yang berbadan hukurn, dan bagian dari masyarakat yang juga dilindungi oleh UndangUndang HAM dalam berusaha untuk mempertahankan hidup. Soalnya, selama puluhan tahun lahan eks PTPN Il dimanfaatkan petani dalam bercocok tanam umbi - umbian dan sayur mayur.
"Ini dilakukan petani untuk rnenunjang ekonomi, dan apa yang kami lakukan selama ini tidak merugikan negara. Sebaliknya, kami malah melindungi aset negara dengan mengolah tanah tersebut untuk menunjang kehidupan yang lebih baik. Kami juga mendukung program pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan dan memberdayakan lahan-lahan tidur dengan tujuan baik," ujar Rembah Bru Keliat.
Rembah Bru Keliat mengungkapkan, keadaan sudah berbeda sejak tahun 2009. Di mana, muncul sertifikat hak milik (SHM) dari kelompok yang diduga mafia tanah. Secara tiba - tiba, dengan asal usul yang tidak jelas, justru mengklaim tanah dalam perkara aquo adalah milik perseorangan. Lahan milik negara tersebut tentu bertentangan dengan Pasal 3 ayat (1) Peraturan l Pemerintah Nomor 8 tahun 1953 tentang Penquasaan Tanah-Tanah Negara ("PP 8/1953").
Dalam peraturan itubdiatur kewenangan penguasaan tanah negara pada Menteri Dalam Negeri, maka Menteri Dalam Negeri berhak menyerahkan penguasaan itu kepada sesuatu kementerian, jawatan atau daerah swatantra untuk keperluan-keperluan mereka dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan yang diadakan oleh Menteri Dalam Negeri.
"Dengan ini kami juga menyampaikan kepada bapak Kapolda Sumut, bahwa Iahan di lokasi adalah aset negara yang apabila pengalihan hak tentu harus berdasarkan UU No 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965, tentang pelaksanaan konversi hak penguasaan atas tanah negara dan kebijakan," jelasnya.
Kemudian, untuk pemanfaatan barang milik negara diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.0612014, tentang tata cara oelaksanaan pemanfaatan barang milik negara. Selain itu, pihak petani mengelola lahan sejak awal tahun 1998. Petani tidak merugikan negara, baik berdasarkan pemanfaatan lahan tidur maupun mengenai legal formil mengenai perlindungan aset negara dan sesuai dengan semangat kebijakan Presiden Jokowi.
"Kebijakan Presiden Jokowi, bahwa lahan tidur eks PTPN II dibagikan kepada masyarakat secara adil dan bermanfaat bagi menunjang ekonomi masyarakat. Singkatnya, program Presiden Jokowi mengenai reformasi Agraria dapat diterjemahkan bahwa Negara atau Pemerintah yang akan mernbagikan lahan-lahan tidur eks HGU PTPN II kepada masyarakat. Secara adil dan bukan sebaliknya lahan eka HGU PTPN II dibagikan oknum mafia di lingkungan BPN," ungkap Rembah Bru Keliat.
Rembah Bru Keliat menduga, ada kelompok mafia tanah bersekongkol untuk mengalihkan asset negara tersebut untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain, maka dengan kondisi ini sudah sepatutnya institusi Penegak Hukum dapat menjerat mafia-mafia tanah tersebut dengan pasal 2 atau pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Kami mensinyalir, bahwa pada Hari Selasa (16/2/2021), akan terjadi mobilisasi massa dari kelompok yang kami duga adaiah mafia tanah di kawasan Kwala Bekala, Desa Durin Tonggal. Oleh karena itu, kami meminta perlindungan hukum kepada Kapolda Sumut, agar tindakan sewenang-wenang dari pihak yang menginginkan konflik di wilayah tersebut, dapat ditangani.
Soalnya, kata Rembah Bru Keliat, samoai saat ini tidak ada dokumen formil pengalihan hak dari tanah negara kepada institusi tertentu atau bahkan diperjualbelikan kepada kelompok yang mengklaim tanah tersebut. Selain itu, legal formil warkah asal usul tanah tersebut tidak pernah diperlihatkan kepada masyarakat. Jika dapat dibuktikan maka sudah sepantasnya institusi penegak hukum memproses penyerobotan hak di atas tanah negara tersebut.
Posting Komentar