Dinilai Tidak Konsisten, 9 Hakim MK Dilaporkan ke Dewan Etik

JAKARTA, suarapembaharuan.com - Sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) resmi dilaporkan ke Dewan Etik MK terkait dugaan pelanggaran kode erik dan prilaku dalam menangani perkara perselisihan hasil pemilihan pasangan kepala daerah di Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) dengan perkara Nomor 22/PHP.BUP-XIX/2021.


Istimewa


Laporan itu disampaikan Ranto Sibarani dan rekannya Jimmi Sibuea sebagai kuasa hukum dari pasangan Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Tapsel, MHD Yusuf Siregar-Roby Agusman Harahap. Pihak hakim dinilai melanggar kode etik karena mengeluarkan putusan yang tidak berkeadilan, melanggar kode etik dan perilaku dalam menangani perkara perselisihan hasil pemilihan. 



Menurut Ranto, sembilan hakim yang dilaporkan tersebut yakni Dr. Anwar Usman, S.H.,M.H; Prof. Dr. Aswanto, S.H., M.Si. DFM; Dr. Wahiduddin Adams, S.H., M.A; Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H., M.S ; Dr. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, S.H., M.H.; Dr. Manahan M.P.Sitompul, S.H., M.Hum,; Dr. Suhartoyo, S.H., M.H.; Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., MPA. dan Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum.



"Laporan ke Dewan Etik Hakim Mahkamah Konstitusi telah kami masukkan, para terlapor kami laporkan karena telah memutus perkara Perselisihan hasil pemilihan Bupati Kabupaten Tapanuli Selatan yaitu Perkara Nomor: 22/PHP.BUP-XIX/2021, pada tanggal 17 Februari 2021," kata Ranto melalui keterangan tertulisnya, Senin (1/3/2021).



Ranto mengatakan, hakim MK dilaporkan karena menyatakan permohonan pemohon melewati tenggang waktu pengajuan permohonan, atau lewat 6 menit. Namun hakim MK tidak konsisten dengan menghitung tenggang waktu sejak KPU Tapsel, menempel hasil rekapitulasi suara di papan pengumuman. 



"Mestinya Hakim MK juga menghitung tenggang waktu sejak diumumkannya hasil rekapitulasi tersebut secara daring/online, bukan sejak ditempel dipapan pengumuman yang jelas-jelas tidak relevan dimasa pandemi ini”  kata Ranto Sibarani kepada wartawan.


Istimewa


Ranto mengatakan, bahwa pihaknya memasukkan gugatan tersebut pada tanggal 17 Desember 2020 pukul 23:30 WIB, namun pihak MK mencatat permohonan tersebut dimasukkan pada tanggal 18 Desember 2020 pukul 00:06 WIB atau terlambat 6 menit. 



“Hakim MK menurut kami telah keliru menghitung kalender terhadap putusan tersebut. Seharusnya hakim MK menghitung 3 hari kerja sejak hasil rekapitulasi penghitungan suara tersebut," kata Ranto sambil menambahkan, pengumuman di laman KPU Tapsel, bukan 3 hari sejak ditempelkan di papan pengumuman. Siapa yang melihat pengumuman dipapan pada tengah malam?



Ditambahkan, pihak KPU Tapsel jelas-jelas mengumumkannya pada tanggal 16 Desember 2020 dilaman/website KPU Tapsel, karena itu tenggang waktu  mestinya dihitung 3 hari sejak 16 Desember 2020. 



"Maka tenggang waktu bagi klien kami untuk mengajukan permohonan perkara adalah tanggal 18 Desember 2020 pukul 24.00 WIB. Karena itu permohonan kami masih memenuhi tenggang waktu” ujar Ranto.



Menurut Ranto, berdasarkan Pasal 157 ayat (5) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.


Istimewa


Perubahan itu menjadi Undang-undang menyatakan peserta pemilihan mengajukan permohonan kepada MK sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lambat 3 (tiga) hari kerja, terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil pemilihan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.


“Lebih lanjut diatur dalam  Pasal 55 PKPU Nomor 19 Tahun 2020 disebutkan, bahwa  KPU/KIP Kabupaten/Kota mengumumkan penetapan pasangan calon bupati dan wakil vupati atau wali kota dan wakil wali kota terpilih di papan pengumuman dan laman KPU/KIP Kabupaten/Kota atau tempat yang mudah diakses oleh masyarakat selama 7 (tujuh) hari.



Kemudian dalam lampiran PKPU Nomor 5 Tahun 2020 halaman 9 (sembilan) point g disebutkan bahwa Pengumunan Hasil Rekapitulasi tingkat Kabupaten/Kota diumumkan pada tempat pengumuman di KPU Kabupaten/Kota dan melalui laman KPU oleh KPU Kabupaten/Kota” urai Ranto.


"KPU Tapanuli Selatan sendiri berdasarkan hasil pengumuman pada laman resmi mereka baru mengumumkan penetapan perolehan suara hasil Pilkada Tapsel 2020 pada tanggal 16 Desember 2020. Artinya bisa dilihat bahwa saat klien kami mengajukan permohonan sengketa pada tanggal 18 Desember tepatnya pukul 00.06 WIB itu belum melewati batas tenggang waktu," tegasnya.


Istimewa


Menurut Ranto, pada persidangan tanggal 28 Januari 2021 di Panel 2 Sidang Mahkamah Konstitusi bukti untuk membantah itu sudah dikonfirmasi langsung oleh Hakim Mahkamah yaitu dengan mempertanyakan langsung kapan KPU Tapanuli Selatan mengumumkan Hasil rekapitulasi tersebut di laman websitenya? 



Saat itu, hakim MK sendiri yang jelas-jelas  menyatakan pengumuman tersebut diunggah ke laman KPU Tapsel pada tanggal 16 Desember 2020, dan Ranto mengaku memiliki bukti tersebut. KPU Tapsel mengaku mengumumkan hasil rekapitulasi tersebut pada papan pengumuman pada tanggal 15 Desember 2020.



"Tentu kami menolak jika tenggang waktu dihitung sejak diumumkan di papan pengumuman, karena tenggang waktu dihitung sejak kita memasukkan permohonan secara daring/online. Bagaimana mungkin Hakim Mahkamah Konstitusi membandingkan tanggal kalender pengumuman di papan dengan tanggal pengumuman online," tanya Ranto.



Menurutnya, jika menghitung kalender batas pengajuan permohonan dihitung setelah pengumuman di papan, apakah hakim MK akan menerima jika seandainya Permohonan kami tersebut hanya ditempel di papan pengumuman juga? "Tidak diajukan secara online/daring ," ungkapnya.



Disebutkan, alasan pihaknya melaporkan hakim MK karena pihak terlapor tidak memperlakukan sama di depan hukum dan tidak konsisten dalam memutuskan perkara lainnya. Sebab, gugatan Pilkada Samosir yang sudah melewati batas waktu pengajuan sengketa sebagaimana yang bisa dilihat dari dokumen permohonan dan dokumen pihak terkait, namun perkaranya justru hingga saat ini masih berlanjut hingga ke sidang pembuktian.



"Ini kami nilai sebagai hal yang melanggar etik hakim dimana mereka tidak memperlakukan azas persamaan dalam hukum terkait perkara permohonan sengketa Pilkada Tapsel 2020, dan perkara permohonan Pilkada Samosir 2020. Hakim MK bahkan tidak mempertimbangan 354 bukti-bukti yang kami berikan dan bahkan sudah disahkan," jelasnya.



Akibat putusan hakim itu, pihak Ranto mengaku banyak dirugikan oleh hakim MK, Soalnya, biaya yang sudah dikeluarkan untuk mengungkap kasus dugaan kecurangan pilkada tersebut, tidak sedikit. Oleh karena itu, hakim MK dilaporkan ke Komisi Dewan Etik MK.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama