Desakan Tutup TPL, Aktivis 98 Singgung Kemenangan Jokowi di Sumut

JAKARTA, suarapembaharuan.com - Desakan penutupan PT Toba Pulp Lestari (TPL) semakin menguat buntut kekecewaan warga Sumatera Utara (Sumut) terutama warga di kawasan konsesi PT TPL di Kabupaten Toba dan Humbang Hasundutan. 


Istimewa

Apalagi, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar menemui warga masyarakat dan sejumlah aktivis LSM, Minggu 13 Juni 2021 di salah satu hotel di Parapat, tanpa hasil apapun. 


Menanggapi pertemuan itu, Ketua Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98 Sahat Simatupang menuding, Menteri Siti Nurbaya dengan warga hanya upaya pemerintah pusat mendinginkan situasi ditengah semakin menguatnya desakan penutupan TPL.


"Sudah terlambat. Tuntutan warga di areal konsensi PT TPL di Kabupaten Asahan, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kota Sidempuan, Kabupaten Simalungun, Dairi, Pakpak Bharat, Kabupaten Toba, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Samosir dan Humbang Hasundutan hanya satu yakni tutup PT TPL," kata Sahat Simatupang, Senin (14/6/2021).


Penutupan TPL, ujar Sahat, adalah puncak kemarahan warga yang selama ini mendapat perlakuan kekerasan termasuk bentrok karyawan perusahan bubur kertas milik taipan Sukanto Tanoto saat menanam bibit eucalyptus diatas lahan yang diklaim warga sebagai areal wilayah adat Desa Natumingka, Borbor, Kabupaten Toba, pada Selasa 18 Mei 2022 lalu. 


Sahat Simatupang menegaskan, desakan penutupan PT TPL bukan sekedar reaksi dari warga Desa Natumingka, namun bentuk perlawanan kepada perusahaan yang berdiri sejak tahun 1983 itu karena dianggap tidak membawa manfaat ekonomi apapun.


"Perusahaan milik Sukanto Tanoto itu hanya membawa masalah. Mulai dari masalah pencemaran ketika masih bernama PT Inti Indorayon Utama hingga masalah konflik agraria dan dugaan manipulasi pajak setelah ganti nama menjadi PT TPL," ujar Sahat.


Agar masalah konflik lahan di areal konsesi PT TPL segera berakhir, ujar Sahat, pemerintah pusat harus berpihak kepada tuntutan rakyat yakni mengembalikan tanah ulayat. Jokowi sebagai Presiden RI, imbuh Sahat, harus menunjukkan keberpihakan kepada warga.


"Warga Batak tidak meminta apapun atas kemenangan Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019 kecuali mengembalikan tanah ulayat yang dimasukkan pemerintah kedalam wilayah konsesi PT TPL," ujar eks Direktorat Relawan Tim Kampanye Daerah (TKD) Sumut Jokowi - Ma'ruf Amin ini.


Sahat mengatakan, mengetahui persis harapan dan keinginan warga yang disampaikan  dalam setiap pertemuan tim kampanye dengan warga Batak di kawasan Danau Toba saat kampanye Pilpres 2019 lalu. 


"Mereka hanya meminta agar Jokowi mengeluarkan tanah ulayat dari lahan konsesi PT TPL. Tanpa kemenangan di wilayah ulayat Batak, Jokowi sebenarnya kalah saat Pilpres 2019 lalu di Provinsi Sumut," ujar Sahat.


Jokowi, ujar Sahat, hanya mengeluarkan 5.172 hektare lahan adat Pandumaan - Sipituhuta, Kabupaten Humbang Hasundutan dari wilayah konsesi PT TPL. Presiden mengakui lahan tersebut sebagai tanah adat. "Padahal ada seratus ribuan hektare lagi lahan adat yang tidak dikeluarkan Jokowi dari lahan konsesi PT TPL. Ini janji manis kepada masyarakat adat," ujar Sahat.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama