Koordinator PMPHI: Firli Bahuri Diduga Mau Dilengserkan Karena Latar Belakang dari Polri

JAKARTA, suarapembaharuan.com - Pusat Monitoring Politik dan Hukum Indonesia (PMPHI) menduga serangan dari beberapa kelompok tertentu terkait hasil tes wawasan kebangsaan (TWK) terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), patut diduga  untuk melengserkan jabatan Firli Bahuri dalam memimpin lembaga antikorupsi.


Gandi Parapat

"Kelompok itu gencar memberikan serangan lewat media karena latar belakang Ketua KPK dari Polri. Jauh hari sebelum KPK dipimpin Firli Bahuri, kejadian serangan yang menyudutkan pimpinan lembaga antikorupsi yang seperti ini, sebelumnya tidak pernah terjadi," ujar Koordinator PMPHI, Gandi Parapat, Jumat (27/8/2021).


Gandi mengungkapkan, alasan latar belakang Ketua KPK Firli Bahuri dari Polri, yang patut ditengarai membuat pihak kelompok tertentu itu tidak menginginkan lembaga antikorupsi dipimpin oleh salah satu putra terbaik dari institusi Polri. Padahal, proses seleksi dalam pemilihan pimpinan KPK melalui penjaringan dan proses di DPR RI.


"Ada upaya untuk membentuk opini dengan tujuan membuat kegaduhan di tengah publik, bahwa dengan sengaja menyudutkan Ketua KPK Firli Bahuri. Upaya ini bukan hanya sekali terjadi. Desakan ini sama dengan pola yang dilakukan ratusan pegawai KPK itu pada jauh hari sebelumnya. Saat itu, seluruh pegawai KPK itu menolak UU Nomor 19 Tahun 2019," ungkapnya.


Bahkan ketika itu, sambung Gandi, sebanyak 518 orang pegawai KPK sempat memberikan ultimatum di tengah publik, bahwa jika UU diberlakukan maka mereka akan mengundurkan diri. Namun sampai 1,5 tahun diberlakukan UU Nomor 19 Tahun 2019 tersebut, malah tidak ada satupun pegawai KPK yang mau mengundurkan diri


"Termasuk saat pembahasan pegawai KPK jadi ASN, mereka mengancam akan keluar dari KPK. Namun begitu proses peralihan berjalan, semua malah ikut tes. Mereka mengetahui semua itu, dan mereka tanda tangani kesanggupan,” ungkap Gandi sambil mengungkapkan, bahwa pegawai lembaga antirasuah itu membuat kesalahan lagi.


“Saya melihat ada upaya pihak tertentu untuk menggiring opini, supaya menimbulkan opini bahwa pimpinan KPK sudah melakukan pelanggaran. Termasuk tudingan dari pihak Ombudsman maupun Komnas HAM tentang maladministrasi dan pelanggaran HAM tersebut. Tuduhan itu sudah melampaui kewenangan BKN, sebab sebagai sesama lembaga negara, Ombudsman itu seharusnya tidak membuat kegaduhan,” ungkapnya.


Gandi menengarai, desakan 518 orang pegawai  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang  ditujukan kepada pimpinan lembaga antikorupsi tersebut, untuk segera mengangkat 75 orang pegawai yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK), juga bagian dari upaya untuk menjatuhkan wibawa KPK yang dipimpin Firli Bahuri


"Kita mengharapkan Ombudsman maupun Komnas HAM juga menghormati proses seleksi tes wawasan kebangsaan tersebut. Soalnya, TWK itu dilaksanakan untuk mengikuti peraturan dalam perundang – undangan, yang menjadi kewajiban untuk dilaksanakan. Kedua lembaga ini tidak etis menuding pimpinan KPK sudah melakukan pelanggaran saat melaksanakan TWK sesuai Undang – undang," katanya.

 

Menurutnya, desakan ratusan pengawai KPK itu tidak rasional, dan merupakan bentuk kekeliruan. Selaku aparatur sipil negara yang lolos dalam tes kebangsaan, tuntutan pegawai KPK terhadap pimpinannya tersebut, tidak tepat sasaran, dan bahkan dapat dikategorikan melakukan pelanggaran.


“Integritas mereka yang mendesak pimpinan KPK untuk segera mengangkat 75 orang pegawai yang tidak memenuhi syarat (TMS) dalam tes wawasan kebangsaan tersebut, memang patut untuk dipertanyakan. Tanpa mereka sadari, mereka ingin menjebak pemerintah termasuk pimpinan KPK untuk melanggar UU dan Konstitusi Negara,” ujar Gandi Parapat.


Gandi menyampaikan, pimpinan KPK tidak mempunyai kewenangan dalam mengangkat 75 orang pegawai KPK yang tidak lolos dalam tes wawasan kebangsaan. Untuk mengangkat aparatur sipil negara (ASN) merupakan kewenangan penuh lembaga pemerintah, yaitu Badan Kepegawaian Negara (BKN). Sedangkan KPK hanya diberikan mandat untuk menjalankan amanat UU.


“Bangsa ini menjunjung tinggi penegakan hukum. Negara ini tidak bisa diatur oleh orang perorang maupun suatu kelompok tertentu. Itu salah dan keliru. Yang perlu kita pahami bersama, bahwa negara kita telah memilih, hukum sebagai landasan utama. Karenanya, semua harus dijalankan sesuai ketentuan. Keputusan hukum dianggap benar bila putusan hukum itu sendiri tidak menggugurkannya,” kata Gandi.


Ketika disinggung alasan selama ini terlalu memihak Ketua KPK Firli Bahuri, Gandi menyampaikan, bahwa PMPHI mendukung pemberantasan korupsi yang masih marak di negeri ini. Bahkan, Gandi menilai Firli Bahuri merupakan pemimpin yang memiliki integritas dalam memimpin lembaga antikorupsi tersebut. Pernah menjabat sebagai Kapolsek, Kapolres hingga Kapolda saat bertugas di Polri.


"Firli Bahuri itu lahir bukan dar keluarga kaya raya melainkan dari tengah keluarga miskin. Semangat hidupnya untuk maju sesuai dengan biografi perjalanan hidupnya yang saya baca, patut menjadi contoh tauladan, yang dapat dijadikan pegangan hidup dan motivasi semua orang. Saya sama sekali belum pernah bertemu dengan Firli Bahuri. Kalaupun ada ketemu hanya lewat mimpi, atau kontak batin semata," ungkapnya.


Gandi menyebutkan, jauh hari sebelum KPK dipimpin Firli Bahuri, PMPHI sudah memberikan dukungan terhadap KPK. Salah satu bentuk dukungan yang diberikan PMPHI dengan mengadakan seminar pencegahan korupsi pada tahun 2016 lalu. Dalam membuat acara seminar itu, PMPHI tidak ada meminta bantuan dari pemerintah maupun pihak manapun.


Gandi menegaskan, Indonesia merupakan  negara hukum. Sehingga, hukum dijadikan sebagai panglima. Artinya, tidak boleh terjadi sesuatu di luar ketentuan hukum. Perlakuan yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum  adalah bentuk perbuatan melanggar hukum itu sendiri. Tidak hanya pimpinan KPK, negara ini bisa dituding melakukan pelanggaran jika mengangkat orang yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan.


“Kita itu seharusnya lebih tunduk dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang mengatur tentang ASN dan KPK beserta peraturan perundangan turunannya. Mana ada ruang yang bisa dipakai untuk pegawai yang TMS untuk dilantik. Justru melantik pegawai  yang TMS untuk menjadi ASN merupakan kekeliruan dan kebodohan, bahkan pelanggaran UU. Produk hukum bangsa ini sudah jelas,” ujar Gandi.


Gandi menyarankan pegawai KPK sebagai warga negara yang baik dan taat hukum, termasuk pihak TMS supaya mengundurkan diri tanpa syarat karena dinilai sudah tidak memenuhi syarat. Kalaupun ada keberatan, maka gunakan prosedur gugatan ke PTUN. Di situlah letak negara hukum. Bahwa hukum dijadikan panglima, dan bukan menjadikan opini sebagai panglima.




Post a Comment

Lebih baru Lebih lama