Sabam Sirait Adalah Bagian Penting Dalam Sejarah Demokrasi Indonesia

Oleh : RE Nainggolan


Jumat, 5 Maret 1993 adalah momen penting dalam sejarah demokrasi Indonesia. Saat itulah untuk pertama kalinya kita, mengenal interuspsi dalam Sidang Umum MPR RI. 


RE Nainggolan

Ketika Ketua MPR sekaligus pimpinan sidang, Wahono hendak mengetukkan palu soal pembahasan perubahan pada TAP MPR Nomor III/MPR/1988 tentang Pemilihan Umum, Sabam Sirait dengan gagah menyampaikan interupsi.


Seluruh orang yang berada di dalam ruangan itu terkejut bahkan tersentak. Itu sesuatu yang tak pernah terjadi sebelumnya. Siapa yang melakukannya? Sabam Sirait, dari Fraksi Demokrasi Indonesia.


Interupsi itu ditolak, tentu saja. Dua hari sesudahnya, kali ini sidang dipimpin Komisi B dipimpin oleh Oetedjo Oesman, mengetuk palu bahwa tidak ada perubahan dalam TAP MPR tersebut. Sabam Sirait tidak beranjak dari tempat duduknya. Ia terdiam, menitikkan air mata.


“Orang yang radikal itu ‘kan orang yang mau menjungkirbalikkan kenyataan, menjungkirbalikkan norma. Saya, sedapat mungkin selalu berusaha mentaati norma, kecuali kalau ada norma yang lebih tinggi. Bahkan saya pun sudah pernah mengakui kepada beberapa kalangan bahwa saya  bukan orang pemberani. 


Saya juga sering kompromistis, tetapi saya ingin kompromi itu dalam rangkai mencapai lagi pembaruan besok. Lain soal kalau saya menganggap tidak ada waktu untuk kompromi, atau masalahnya tidak mungkin lagi dikompromikan.”

Ungkapan tersebut dicatat dalam buku “Sabam Sirait, Untuk Demokrasi Indonesia”, yang diterbitkan Pustaka Forum Adil Sejahtera, tahun 1997, di tengah kuatnya pemerintahan Presiden Soeharto.


Saya kira, semua orang yang mengikuti perkembangan demokrasi Indonesia, baik bersepakat maupun berseberangan dengan pilihan politiknya, harus mengakui bahwa Bang Sabam Sirait adalah figur yang memberi warna, pelopor, pembuka jalan bagi tumbuhnya demokrasi dan kebebasan berpendapat. Dia tidak harus melakukannya dengan berapi-api, tetapi pesan yang ditangkap publik amatlah kuat.


Mengawali perjalanan politiknya dari Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) kemudian ke Partai Kristen Indonesia (Parkindo) sebelum akhirnya bergabung ke Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dan selanjutnya menjadi salah satu pendiri PDI Perjuangan. 


Beliau menjadi sosok dan cerminan ideal bagaimana semangat oikumenisme dan spirit nasionalisme dipadukan. Itu membuatnya bisa dijadikan “role model” bagi generasi muda Indonesia, dan masih relevan hingga saat ini.


Beliau dikaruniai umur yang panjang, dan sebagian besar usia itu dipersembahkannya untuk kepentingan dan kemajuan bangsa. Itu sebabnya, kepergiannya tidak hanya menjadi kehilangan besar bagi keluarga, tetapi juga seluruh komponen bangsa. 


Kita berharap ke depan masih banyak anak-anak muda yang mengikuti jejaknya, menjadi orang yang tumbuh dengan prinsip yang kuat, dibalut cita-cita yang tidak lain adalah keinginan memajukan bangsa.


Saya dan keluarga menyampaikan turut berdukacita sedalam dalamnya atas wafatnya Bang Sabam Sirait yang kita cintai dan kasihi dalam hidup kita. 


Bang Sabam sebagai tokoh bangsa telah meninggalkan warisan (legacy) yang sangat banyak di tengah tengah bangsa dan negara kita, memberi sangat banyak pelajaran, nasihat, bimbingan, dan yang terpenting, contoh dan teladan nyata kepada kita semua. 


Beliau akan tetap hidup dalam ingatan dan sanubari kita semua sepanjang perjalanan kehidupan kita. 


Sekali lagi, semoga akan lahir Bang Sabam junior di masa yang akan datang di tengah-tengah bangsa dan negara kita, yang akan ikut memelihara rintisan dan pengabdian almarhum semasa hidupnya dan menjadi kebanggaan kita semua. 


Kepada segenap keluarga, khususnya kakak kami Sondang Boru Sidabutar, anak-anak serta cucu Almarhum, kami harap dan doakan bisa tetap tabah dan mendapat penghiburan dari Tuhan. Selamat jalan, Bang Sabam tercinta, yang akan bersama-sama dengan Tuhan  di surga. Amin. 



Penulis adalah Bupati Tapanuli Utara, 1999-2004, dan Sekda Provinsi Sumut, 2008-2010.






Post a Comment

Lebih baru Lebih lama