Aktivis 98 Tuding Pihak yang Ingin Mempercepat Berkas Irjen Sambo Dilimpahkan untuk Menyelamatkan Kolega

JAKARTA, suarapembaharuan.com - Penetapan mantan Kepala Divisi Propam Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo sebagai tersangka disebut Aktivis 98 sebagai langkah awal membuka peristiwa pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. 



Namun penetapan status tersangka kepada Sambo, menurut Ketua Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98 Sahat Simatupang, bukan berarti menutup kemungkinan ada tersangka lainnya dari kalangan perwira tinggi.


Sahat mengatakan, meski Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo 'kecolongan' dalam kasus kematian Brigadir J, namun menurutnya, Kapolri Listyo Sigit telah menunjukkan sikap agar kasus penembakan berujung kematian Brigadir J diusut dengan terang benderang.


"Kapolri dan Tim Khusus atau Timsus bentukan Kapolri patut kami apresiasi. Kami hormati kesungguhan Kapolri dan Irwasum Komjen Agung Budi Maryoto dan yang lainnya." kata Sahat Simatupang, Selasa (16/7/ 2022).


Sahat dan rekan - rekannya sesama aktivis 98 meminta Kapolri dan Timsus tidak tunduk pada tekanan politisi yang meminta perkara Brigadir J dikirim secepatnya ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan pengadilan. Menurut Sahat, desakan tersebut patut diabaikan Kapolri dan Timsus.


"Mereka mendesak pelimpahan berkas padahal Timsus masih bekerja. Memangnya selain Ferdy Sambo yang disangkakan dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 jo Pasal 55, Pasal 56 KUHP, tidak adakah kemungkinan perwira tinggi lain yang akan jadi tersangka? Aneh kalau mendesak agar berkas perkara pembunuhan Brigadir J segera dikirim atau dilimpahkan. Ini untuk menyelamatkan koleganya saja." kata Sahat.


Sejumlah politisi di Komisi III DPR, ujar Sahat mulai mendesak agar berkas perkara pembunuhan Brigadir J segera dikirim ke JPU dan pengadilan dengan alasan agar motif atau latar belakang pembunuhan Brigadir J dibuka di pengadilan saja. 


Padahal, sambung Sahat, penyidik masih memiliki waktu penahanan para tersangka 20 hari sejak penetapan tersangka dan bisa diperpanjang 40 hari sebelum pelimpahan berkas." Masih ada waktu mengejar keterlibatan para pihak dalam kematian Brigadir J."  ujar Sahat.


Ia menambahkan, Kapolri dan Timsus harus benar - benar memastikan agar setiap orang yang terlibat dalam kematian Brigadir J harus dibawa ke persidangan termasuk pembuat laporan pelecehan yang dialami Putri Candrawathi istri Sambo dalam upaya obstraction of juctice.


"Mana lebih penting bagi Kapolri dan Timsus, menjaga kepentingan para perwira tinggi Polri atau kepentingan penegakan hukum agar citra Polri pulih menuju dipercaya." kata Sahat.


Sahat menuturkan, jika mengacu pada profil Irjen Ferdy Sambo yang masuk kategori Pejabat Utama atau PJU Mebes Polri, sulit diterima akal sehat Sambo tidak melaporkan tewasnya Brigadir J dirumah dinasnya kepada Kapolri, Wakapolri, Kabareskrim, Kabaintelkam dan PJU Mabes Polri yang hanya berjarak sekitar 6 kilometer dari TKP rumah dinas Ferdy Sambo.


Jikapun Ferdy Sambo tidak melaporkan peristiwa dirumah dinasnya itu kepada Kapolri dan jajaran PJU Mabes Polri, itu artinya, sambung Sahat, Kapolri, Wakapolri dan para PJU terutama Kabareskrim dan Kabaintelkam 'kecolongan' .


"Mestinya Kapolri dan para PJU tahu peristiwa itu. Jangankan kematian personil Polri ditempat yang penting (rumah dinas perwira tinggi), jarum jatuh di Aceh hingga Papua pun, Kapolri dan PJU Mabes Polri harusnya tahu." ungkap Sahat.


Selain itu, ungkap Sahat, Kapolres Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto dan Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran patut bertanggung jawab. Pertanyaannya, ujar Sahat, sangat sederhana.


"Apakah keduanya melaporkan peristiwa itu kepada Kapolri. Jarak TKP dengan Mabes Polri hanya sekitar 6 kilometer dan peristiwa penembakan terjadi pada hari kerja yakni Jumat sesuai penjelasan polisi." kata Sahat. 


Timsus, sambung Sahat juga belum menentukan pihak yang bertanggung jawab menghilangkan decoder CCTV, menyita hand phone Brigadir J dan dugaan meretas hand phone keluarga Brigadir J.


"Tak perlu lah mendesak - desak agar berkas perkara Irjen Sambo segera dilimpahkan. Silahkan Pak Kapolri dan Timsus memutuskan, menjaga kepentingan para perwira tinggi Polri atau kepentingan penegakan hukum agar citra Polri pulih menuju dipercaya." ujar Sahat.


Sahat mengatakan, aktivis 98 berkepentingan mengawal kasus kematian Brigadir J agar Polri menjadi penegak hukum yang profesional. 


"Kenapa kami berkepentingan? Karena desakan pemisahan Polri dari ABRI saat gelombang aksi reformasi 1998 adalah suara aktivis mahasiswa. Kita ingin Polri terpisah dari ABRI agar profesional dan tidak diintervensi sebagai penegak hukum bersama Jaksa dan Hakim yang dulu kami sebut sebagai Japolha atau Jaksa Polisi Hakim." ujarnya.


Kategori : News

Editor     : AHS


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama