FTUI Gelar Pelatihan Budidaya Alpukat Mentega Bagi Petani Desa Iwul

JAKARTA, suarapembaharuan.com - Tim Pengabdian Masyarakat (Pengmas) dari Program Studi Teknik Bioproses, Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) melaksanakan pelatihan budi daya alpukat mentega kepada para petani alpukat di sekitar daerah Desa Iwul, Bogor. 



Pelatihan digelar bekerja sama dengan Pusat Kajian Hortikultura Tropika Institut Pertanian Bogor. Tim Pengmas FTUI terdiri dari Dr Kenny Lischer, Apriliana Cahya Khayrani dan Retno Wahyu Nurhayati


Para petani alpukat di Desa Iwul, Bogor, Jawa Barat, merupakan satu dari banyak komunitas tani yang memilih alpukat mentega untuk dibudidayakan. Sayangnya, rencana pengalihan lahan di daerah mereka belum teralisasikan, padahal hal itu diperlukan untuk pengembangan cocok tanam alpukat mentega ke depannya.


Melihat kondisi tersebut, maka tim dari FTUI dan Pusat Kajian Hortikultura Tropika IPB melakukan “Training for Trainer” dan edukasi terkait dengan cara budidaya alpukat serta sistem tanam rapat bagi para petani alpukat mentega di Sukamantri, Bogor, Jawa Barat. 


Pada kegiatan ini, para peserta diberikan materi dan praktik terkait pemilihan benih dan varietas, penyiapan benih batang bawah, penyemaian benih batang bawah, dan penyiapan batang atas untuk melakukan kegiatan sambung pucuk.


Alpukat mentega atau disebut juga alpukat cipedak asli dari daerah Jakarta dan sekitarnya. Alpukat ini termasuk ke dalam jenis alpukat unggulan karena memiliki buah dengan daging tebal, bertekstur kenyal, warna kuning daging buahnya bersih seperti mentega. Alpukat mentega dengan keunggulannya itu meningkatkan minat masyarakat terhadap buah ini, sehingga harga jualnya pun lebih tinggi.


Menurut Kenny Lischer, pihaknya memilih teknik sambung pucuk karena keunggulannya dibandingkan teknik tanam biji maupun mencangkok. Dengan menggunakan teknik sambung pucuk, rata-rata dalam waktu tiga minggu sudah dapat dilihat keberhasilannya dibandingkan dengan mencangkok yang bisa mencapai enam bulan. 


"Budidaya dengan sambung pucuk ini juga dilakukan untuk mempercepat proses pembuahan alpukat dibandingkan apabila menanam dari biji,” kata Kenny Lischer.


Selain proses pembuahan yang lebih cepat, lanjut Kenny, teknik sambung pucuk juga tidak memerlukan lahan yang luas untuk proses budidaya. Lebih dari 50 pohon hasil pelatihan sambung pucuk dapat ditanam pada lahan seluas 1x2 meter per segi. 


Diterangkannya, 50 pohon ini merupakan hasil pelatihan para petani trainers ke komunitas tani dan masyarakat sekitar yang dilaksanakan pada Senin, 28 November 2022. 


Sementara itu, Ketua Petani Alpukat Desa Iwul Harlian menerangkan para petani trainer terbukti sudah dapat memberikan materinya dengan baik dan disambut dengan antusiasme peserta untuk melakukan praktik secara langsung.


“Berkat kegiatan pelatihan sambung pucuk ini, saya mendapat ilmu lebih terkait cara yang benar untuk melakukan kegiatan budidaya tanaman alpukat mentega. Sebelumnya, saya mencoba sendiri selalu gagal. Baru ketahuan penyebabnya dan caranya yang benar disini,” ujar Harlian,  yang juga peserta Training for Trainer Budidaya Alpukat Mentega.


Sedangkan Mursyid, yang turut berpartisipasi pada kegiatan pelatihan dari para petani trainer turut menyambut gembira kegiatan ini. “Kegiatan ini sangat bermanfaat. Kami yang sebelumnya belum tahu, diberikan ilmu dan pelatihan sampai menjadi tahu dan berhasil mencoba melakukan,” ungkap Mursyid.


Dekan FTUI, Prof Dr Heri Hermansyah menyampaikan harapannya agar kegiatan pengabdian masyarakat ini dapat memberiakn manfaat yang unggul dan berdampak bagi masyarakat, khususnya peserta.


“Semoga para peserta pelatihan dapat melakukan budidaya sendiri dan melatih orang lain sebagai kegiatan yang bermanfaat dalam meningkatkan perekonomian warga sekitar, khususnya melalui budidaya buah alpukat. Apalagi buah ini menjadi salah satu komoditas potensial untuk mendapatkan prioritas pengembangan secara nasional,” tutur Prof Heru.


Kategori  : News

Reporter : Lenny Tristia Tambun

Editor      : AHS


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama