Pengamat: Bom di Polsek Astana Anyar Pemanasan Jelang Natal

JAKARTA, suarapembaharuan.com – Pengamat terorisme, Ken Setiawan, mengungkapkan, ledakan bom di Mapolsek Astana Anyar, Kota Bandung, Jawa Barat, merupakan ajang pemanasan para pelaku terorisme menjelang Natal dan Tahun Baru 2023. 


Ilustrasi. Google

Oleh karena itu, aparat keamanan bersama seluruh elemen masyarakat diminta untuk meningkatkan kewaspadaannya.


“Perlu diwaspadai gerakan terorisme saat perayaan Natal dan Tahun Baru 2023 mendatang,” kata Ken Setiawan yang juga merupakan pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center, Kamis (8/12/2023). 


Dia menambahkan, sel-sel aktif terorisme diindikasi masih terus berkembang dan aktif di berbagai daerah.


“Indikasi tersebut, ditandai dengan para pelaku terorisme di beberapa wilayah yang ditangkap tim Densus 88 Antiteror, baru-baru ini,” tuturnya.


Ken berharap, jajaran aparat keamanan meningkatkan kewaspadaan terhadap pergerakan jaringan  teroris menjelang Natal dan Tahun Baru. 


Sebelumnya, aksi bom bunuh diri di Mapolsek Astana Anyar dilakukan oleh Abu Muslim alias Agus Sujatno pada Rabu (7/12/2022) pukul 08.20 WIB. Pelaku merupakan mantan napi teroris yang telah bebas pada tahun 2021 lalu. 


Abu Muslim merupakan anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi dengan ISIS. Dia ditangkap terkait dengan bom panci di Cicendo, Bandung pada tahun 2017 lalu.


Kepala Pusat Kajian Keamanan dan Hubungan Internasional (Cesfas) Fisipol Universitas Kristen Indonesia (UKI), Angel Damayanti, menambahkan, kelompok terorisme kerap memanfaatkan momen-momen hari raya karena momen tersebut menjadi perhatian banyak orang dan tujuan aksi teror adalah untuk menarik perhatian publik.


“Ada pesan yang ingin disampaikan pelaku. Dalam hal ini, adalah seruan untuk melawan para penegak hukum yang mereka anggap sebagai hukum kafir,” kata Angel Damayanti.


Dia menjelaskan, target serangan masih tetap sama yaitu pemerintah, terutama anggota Polri dan kantor kepolisian. “Namun, motifnya telah diperluas,” ungkapnya.


Berdasarkan tulisan yang disampaikan pelaku, berisi “KUHP–Hukum Syirik/Kafir. Perangi Para Penegak Hukum Setan. QS 9:29.” 


“Tulisan ini, menunjukan ideologi si pelaku yang melihat polisi sebagai penegak hukum (KUHP) yang bersumber dari hukum Belanda yang dianggap kafir lalu dilegalkan oleh pemerintah yang dianggap thogut,” katanya. 


Jadi, kata dia, aksi ini perlu dilihat bukan lagi hanya sebagai upaya balas dendam kelompok teror kepada polisi tetapi juga sebagai serangan terhadap hukum positif yang berlaku dan para penegak hukum di Indonesia.


Selain itu, pelaku merupakan mantan napiter yang telah bebas pada tahun 2021. “Ini menimbulkan sejumlah pertanyaan kepada pemerintah. Apakah program deradikalisasi yang dilakukan oleh BNPT sudah efektif dan masih relevan?” katanya. 


Dia menegaskan, program deradikalisasi perlu terus dikaji, dimonitor dan dievaluasi tingkat keberhasilannya. 


“Begitu juga dengan program resosialisasi atau pengembalian napiter kepada masyarakat setempat. Apakah program pengawasan terhadap mantan napiter terus dilakukan? Jika iya, mengapa serangan oleh mantan napiter masih bisa terjadi?” kata Angel Damayanti yang juga dosen program doktoral STIK/PTIK. 


Dia berharap, pemerintah dan seluruh masyarakat tidak boleh lengah dalam keadaan apapun karena radikalisme dan terorisme. (MAN)


Kategori : News

Editor     : AHS


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama