Ahli Psiko-Forensik Ungkap Indikasi Teddy Minahasa Dikriminalisasi

JAKARTA, suarapembaharuan.com - Terungkap 3 hal serius dari sidang-sidang kasus Teddy Minahasa yang mengindikasikan dirinya memang dikriminalisasi. Hal ini penting menjadi pertimbangan sebelum vonis hakim pada Teddy Minahasa. Demikian diungkap oleh ahli Psiko Forensik, Reza Indragiri Amriel, S.Psi., M.Crim kepada pers di Jakarta  Selasa (28/3/2023).



"Pertama, ada forensic fraud, dimana barang bukti itu di utak-atik, dimanipulasi, direkayasa sedemikian rupa sehingga menjadi berantakan tidak karuan. Itu forensic fraud," ujarnya.


Yang kedua adanya fabricated confession yaitu keterangan yang sepertinya diada-adakan. 


"Ujungnya saya kuatir akan berujung terjadi fake crime untuk mengkriminalisasi orang," tegasnya.


Ia menjelaskan, forensic fraud terlihat pertama sekali pada keterangan ahli digital forensic. Bukan hanya oleh para ahli digital forensic dari Teddy Minahasa, tapi juga pada penjelasan dari ahli digital forensic yang didatangkan oleh jaksa penuntut umum.


"Mereka mengakui bahwa ada sekian ratus chat, tapi yang dibawa ke persidangan hanya kurang dari 10%. Hanya 88 chat yang dibawa ke sidang. Itu indikasi forensic fraud," ujarnya.


Reza Indragiri menjelaskan, tidak pernah dilakukan pengujian terhadap narkoba yang disita dalam penangkapan dengan narkoba yang dimusnahkan. Ini barang yang sama atau tidak. Kedua barang itu harusnya diuji secara scientific bahwa narkoba 5 kilogram itu benar-benar merupakan bagian yang sudah dimusnahkan. 


"Kalau tidak diujikan, bisa aja barang itu diada-adakan entah diambil dari mana," katanya.


Teknik pengumpulan bukti chat,--menurut Reza Indragiri, juga tidak sesuai dengan kaidah yang sebagaimana mestinya. Tapi difoto dari handphone. 


"Kesannya begitu sulit mengambil atau mengumpulkam bukti chat itu sesuai prosedur. Menurut saya kan tidak susah. Polisi pasti punya cara sesuai prosedur, tapi kenapa menggunakan cara seperti itu? Sehingga forensic fraud semakin kuat," tegasnya.


Soal fabricated confession, Reza Indragiri menjelaskan, terdakwa dan saksi Syamsul Muarif itu kesannya mengalami kelupaan tetapi secara selektif. 


"Fabricated confession juga terlihat,--tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba saja saksi si Anita sekonyong-konyong menceritakan dia berstatus istri siri dan punya anak dari Teddy Minahasa yang disebutkan sekonyong-konyong. Ini yang membuat saya curiga, ini kenapa sekonyong-kongomg bicara tentang hal ini,"  ujarnya.


Reza Indragiri mengatakan, Linda alias Anita Cepu dulunya mengajukan permohonan jusctice colabotor (JC) ke LPSK. 


"Mari kita bayangkan orang yang mengajukan permohonan JC ke LPSK tentu dalam mainsetnya dia harus mengiba-iba. Dia harus menunjukkan dan meyakinkan kepada LPSK bahwa saya ini sosok yang lemah mendapatkan, aisok yang rentan, sosok yang gampang untuk diintimidasi, terancam dan lainnya pokoknya sosok inferior. Kenapa dia tidak ceritakan semua itu kepada LPSK bahwa dia istri siri, punya anak dan segala macam?," paparnya.


Reza Indragiri sempat bicara dan bertanya hal itu dengan LPSK, dan LPSK menegaskan Linda alias Anita Cepu tidak ada bicarakan hal itu. Padahal dua hal itu bisa memperkuat informasi bahwa Linda ini dalam posisi yang lemah. 


"Koq tidak disampaikan lalu disampaikan dalam persidangan. Itu beberapa contoh fabricated confession," katanya.


Belum lagi katanya dari saksi dodi sendiri yang menjadi relevan menyoroti adakah relasi kuasa antara Teddy dengan Dodi.


"Bukti Sabu dari bukit tinggi otentik atau Tidak?. Isi chat antara Teddy dan Dodi itu perintah atau bukan Kalaupun dua sabu itu otentik, artinya sama 100% tetapi tetap ada persoalan. Apakah penyisihan sabu dan penjualannya merupakan instruksi dari Teddy Minahasa atau kerja Dody sendirian?


Ujung dari kasus ini menurut Reza Indragiri, adalah memposisikan Teddy Minahasa sebagai bandit. 


"Kalau pembuktiannya lemah karena manipulatif dan keterangan dari para saksi juga penuh rekayasa, jangan-jangan penuh dengan titipan, maka semakin mengkristal kesan bahwa Teddy Minahasa memang dikriminalisasi," tegasnya.


Ia mengatakan dirinya tidak mengetahui siapa yang menitip pesan untuk mengkriminalisasi Teddy Minahasa. 


"Saya gak tahu siapa yang nitip. Nalar saya tidak mampu ke sana. Tapi terus terang ketika kasus ini mengemuka beberapa waktu silam, saya katakan pada media kekuatiran saya tentang adanya extra judicial factor. Ada extra legal factor, yaitu faktor-faktor non-legal yang diluar hukum yang barangkali berpengaruh atas keberadan Teddy Minahasa di kursi terdakwa" tegasnya.


Yang jelas dalam setiap proses pemeriksaan kasus

pasti ada wasidik jadi pengawas. Ia mengingatkan pada dasarnya orang yang akan menjebak itu sudah punya niat buruk (criminal intent).


"Saya mengirimkan tayangan diskusi dari sebuah akun yang membahas Teddy Minahasa ke para petinggi Polri aktif maupun sudah pensiun. Responnya mereka kejam-kejam. Mayoritas mengatakan vonis 'mati' segala macam. Ini dari lingkungan internal Polri sendiri," katanya. 


Menurut Reza Indragiri, yang menarik adalah, kalau bicara internal kepolisian, terungkap dalam persidangan kasus Teddy Minahasa kemunculan istilah "dibutuhkan lobby-lobby khusus untuk penunjang karir"; "sudah biasa bagi anggota untuk menyisihkan dari sitaan narkoba". 


"Isu semacam ini yang memperkuat dugaan ada perang bintang dalam kepolisian. Ini yang mendesak segara harus diselesaikan pimpinan Polri," tegasnya. 


Kategori : News

Editor     : ARS



Post a Comment

Lebih baru Lebih lama