Perhimpunan Pergerakan 98 Sampaikan Bela Sungkawa untuk Aktivis Pro Demokrasi Hendrik Sirait

MEDAN, suarapembaharuan.com - Berita dukacita di kalangan aktivis Pro Demokrasi Indonesia beredar secara berantai sejak Kamis pagi ini. Aktivis Pro Demokrasi Hendrik Dikson Sirait meninggal dunia dengan tenang di RS Pusat Pertamina Jakarta akibat penyakit. Meninggalnya Hendrik Sirait yang dikalangan aktivis dikenal dengan panggilan 'Iblis' menyisakan duka. 


Hendrik Sirait (empat dari kiri) saat di pesta pernikahan Bobby Nasution - Kahiyang Ayu. Foto Dok Relawan.

Ketua Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98 Sahat Simatupang mengatakan, Hendrik Sirait menghembuskan nafas terakhirnya akibat sakit yang ia derita setahun terakhir. Hendrik, ujar Sahat telah berjuang melawan sakitnya." Saya atas nama organisasi Perhimpunan Pergerakan 98 menyampaikan bela sungkawa mendalam dan kehilangan kawan seperjuangan. Kami berdukacita mendalam." kata Sahat Simatupang, Kamis (11/5/2023).


Di kalangan aktivis Pro Demokrasi, ujar Sahat, nama Hendrik Sirait dikenal dari aktivis sepuh hingga aktivis berusia muda. Hendrik, ujar Sahat sangat familiar dan tidak pernah mengecilkan peran siapa pun kawan pergerakan. Dia juga tidak goyah menggadaikan idealismenya ketika kawan - kawannya sudah mendapat posisi nyaman dipemerintahan.


Sahat menuturkan, mulai mengenal sosok Hendrik Sirait sejak berita aksi Front Aksi Mahasiwa Indonesia (FAMI) Desember 1993 tersebar ke kota - kota di Indonesia termasuk di Kota Medan. Saat itu, ujar Sahat, ia baru bergabung dan menjadi aktivis junior di Forum Solidaritas Mahasiswa Medan (Forsolima) di Kampus Institut Teknologi Medan.


" Forsolima ikut mengkampanyekan perjuangan FAMI membawa Soeharto ke Sidang Istimewa MPR. Lewat Hendrik Sirait, Forsolima jadi bersahabat dengan organisasi Aliansi Demokrasi Rakyat atau Aldera tempat Hendrik Sirait berjuang. Beberapa dari anggota Forsolima seperti almarhum Tongam Siregar, Ihutan Ucok Pane dan saya yang paling junior diajak Hendrik ikut pelatihan pendidikan kader Aldera di Wisma Tempo di Bogor. Namun beberapa anggota Forsolima lainnya memilih bergabung dengan Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi atau SMID," ujar Sahat.


Sahat mengenang, sesaat setelah Soeharto jatuh dari kekuasaannya Mei 1998, Hendrik Sirait diundang oleh aktivis Forsolima ke Medan sekembalinya dari luar negeri untuk mengkampanyekan penculikan yang ia dan aktivis Pro Demokrasi alami tahun 1996 atau dua tahun sebelum Soeharto turun dari kursi Presiden." Bagi saya dan kawan - kawan mantan aktivis Forsolima,Hendrik Sirait adalah kawan seperjuangan yang akan tetap dikenang." ujarnya.


Dimata Sahat, Hendrik Sirait sosok yang sayang keluarga dan bertanggung jawab. Saat menjadi wartawan di Radio Jakarta News FM sekitar 2004 - 2005, sambung Sahat, dia pernah diajak Hendrik tidur dirumahnya di Tanjung Priok. 


"Saya tahu pendapatannya dari wartawan radio tidak besar. Apalagi saat itu dia terancam dipecat dari Jaknews FM. Namun ia menyayangi dan merawat ayahnya yang tengah sakit dengan segala upaya. Ia juga menyayangi adik laki - laki nya yang sudah lebih dulu dipanggil sang khalik. Ia juga sangat menyayangi adik perempuanya. Hendrik sosok kakak yang bertanggung jawab." ungkap Sahat.


Kategori : News


Editor      : AHS


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama