Hilirisasi Di Maluku & Sulteng Membuahkan Hasil, KPK Tak Perlu Menyebut Korporasi Terlibat Dalam Penjualan Nikel Ilegal Jika Belum Terbukti

Oleh : Ferdy Hasiman


Publik di Tanah Air perlu mendukung upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menertibkan pengolahan tambang nikel di tanah air, terlebih khusus praktek penjualan nikel illegal. Itu sangat merugikan negara dan merusak rencana hilirisasi berupa pembangunan pabrik  smelter  yang telah didorong pemerintahan Jokowi. Masa depan pengembangan pabrik smelter tergantung pada kekuatan produksi nikel di hulu.  


Ferdy Hasiman

Kebijakan hilirisasi di wilayah Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Halmahera sampai Maluku ini memiliki efek besar terhadap pembangunan di daerah-daerah itu. Dengan hilirisasi, investasi semakin meningkat dan dengan sendirinya lapangan kerja bertambah dan mengurangi angka kemiskinan. Perusahaan-perusahaan yang masuk ke daerah juga membuat Pendapatan Asli Daerah (PAD) meningkat dan penerimaan negara dari pajak dan royalty bertambah. Di Maluku Utara saja, dengan kebijakan hilirisasi dan banyaknya perusahaan tambang yang bangun  smelter, pendapatan daerah meningkat sebesar 27,2 persen dan menjadikan provinsi itu memiliki indeks kebahagiaan tertinggi. Jadi, hilirisasi mineral membuat daerah-daerah terisolir  di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan sampai Maluku dibuka dan pembangunan ekonomi daerah mulai mekar.  

 

Penjualan nikel illegal juga menghancurkan reputasi perusahaan-perusahaan tambang yang sudah menerapkan good mining Practice. Di Halmahera dan Maluku, banyak perusahaan menerapkan good mining practice, seperti Nusa Halmahera Mining, PT Aneka Tambang Tbk, Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIB) dan PT Halmahera Persada Lygend. 


“Perusahaan-perusahaan besar di atas telah membangun pabrik smelter nikel, Aneka Tambang,sudah membangun pabrik smelter Feronikel di Halmahera berkapasitas 13.000 ton per tahun, Halmahera Persada telah resmi bangun nikel sulfade dan IWIB telah membangun pabrik smelter nikel di atas 30.000 ton per tahun. IWIB bahkan telah membangun Kawasan industri di Halmahera. Perusahaan-perusahaan yang telah membangun smelter adalah perusahaan yang sudah tertib menambang. Maka, kalau perusahaan-perusahaan  ini mencoba melakukan ekspor nikel illegal,  itu sama dengan membunuh masa depannya sendiri. 


“Atas dasar itu, saya tidak terlalu percaya ketika Ketua Satgas Koordinasi Supervisi Wilayah V KPK, mencoba menyebut beberapa perusahaan nikel secara tidak langsung terlibat dalam praktek penjualan nikel illegal. Penyebutan nama perusahaan tentu harus hati-hati. Apalagi yang menyebut itu adalah KPK. Implikasi sosial, politik sangat besar untuk perusahaan tersebut. Untuk itu, jika belum terbukti benar bahwa sebuah perusahaan terlibat dalam praktek penjualan nikel illegal, perlu hati-hati,  karena ini terkait reputasi dari perusahaan-perusahaan itu”


Perusahaan-perusahaan besar sedang membutuhkan ore (biji nikel) untuk dikelolah dismelter mereka masing-masing. Itu karena produksi di IUP-IUP mereka (di hulu) tak mencukupi dengan kapasitas pabrik smelter yang besar. Selain itu, produksi di pabrik smelter juga tak boleh berhenti karena kekurangan pasokan ore dari hulu. 


“Saya mendengar informasi bahwa perusahaan-perusahaan besar ini malah mencari ore (biji nikel) untuk dikelolah. Produksinya tak sepadan dengan kapasitas produksi. Tidak masuk akal kemudian mereka yang sudah bangun smelter dengan dana besar, malah menjual lagi nikel ke Cina. Apalagi itu penjualan illegal. Itu kan membunuh masa depan mereka sendiri. Dengan itu, akal sehat saya mengatakan, tidak mungkin perusahaan-perusahaan besar itu melakukan penjualan nikel illegal, itu melanggar UU No.3 Tahun 2020, Tentang Mineral dan Batubara. UU Minerba mengamanatkan semua perusahaan tambang membangun pabrik smelter domestic dan tak boleh ekspor nikel lagi”


Dengan itu, penyebutan nama perusahaan-perusahaan besar itu oleh KPK, boleh jadi tak terverifikasi dengan baik.  KPK sebagai Lembaga penegak hukum harus hati-hati mengeluarkan pernyataan karena pernyataannya memiliki implikasi besar bagi perusahaan. Jika perusahaan itu benar, KPK harus memanggil perusahaan bersangkutan dan membuktikan bahwa data yang dikeluarkan itu benar. Penyebutan nama perusahaan ke publik boleh-boleh saja, sejauh sudah terbukti secara hukum. Jika masih dugaan, itu malah menimbulkan kegaduhan dan terkesan KPK itu politis. KPK harus membuktikan  pernyataan itu. Jika tidak benar,  perlu diverifikasi kembali ke publik,  karena  terkait reputasi bisnis. Perusahaan juga perlu mengklarifikasi ke publik bahwa informasi itu tak benar adanya. 


 Publik di tanah air tentu harus mendukung KPK untuk membongkar semua fakta dan data yang terkait penjualan nikel illegal ke Cina. Pembukaan data dan fakta ini penting untuk mengetahui siapa-siapa yang terlibat dalam praktek penjualan nikel illegal ini, karena sejak tahun 2014 silam, pemerintah telah mendesak perusahaan-perusahaan tambang untuk membangun pabrik smelter dalam negeri. Sejauh ini, hanya perusahaan-perusahaan tertentu saja yang sukses membangun smelter, sementara IUP-IUP kecil banyak tak membangun pabrik smelter.


Penulis merupakan Peneliti Tambang Dari Alpha Research Database, Indonesia



Kategori : Opini


Editor      : AHS


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama