Konflik Agraria di Riau, Komisi II DPR Minta Kapolri Turun Tangan hingga Rencana Panggil PT DSI

JAKARTA, suarapembaharuan.com - Komisi II DPR mendesak Kapolri Listyo Sigit Prabowo Segera melakukan analisa evaluasi (ANEV) mendalam terhadap kinerja Kepolisian Daerah Riau dalam penanganan kasus konflik agraria antara masyarakat Koto Gasib, Dayun dan Mempura dengan PT Duta Swakarya Indah (DSI). Selain itu, Komisi II DPR buka kemungkinan akan memanggil PT DSI terkait dengan konflik agraria tersebut.



Hal tersebut merupakan salah satu kesimpulan rapat dengar pendapat umum (RDPU) Panja Mafia tanah Komisi II DPR dengan perwakilan masyarakat Koto Gasib, Dayun dan Mempura di Ruang rapat Komisi II DPR RI, Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/7/2023).


"Kami mendesak Kapolri segera turun tangan melakukan evaluasi mendalam atas penanganan konflik antar masyarakat deng PT DSI, karena sebelumnya Panja DPR juga sudah meminta kepada Polda Riau untuk menarik personil Polri yang diperbantukan menjaga lahan atas permintaan PT DSI,” ujar Ketua Panitia Kerja (Panja) Mafia Tanah Komisi II DPR RI Junimart Girsang.


Junimart meminta Polri menindak konflik tersebut secara profesional sehingga Polri perlu membongkar membongkar jembatan yang dibuat oleh oknum suruhan PT DSI di atas lahan masyarakat. Komisi II DPR, kata dia, meminta agar Satgas Mafia Tanah di Riau bersikap profesional dan tegas.



"Kami sudah menyampaikan itu langsung kepada Kepala kantor wilayah (Kakanwi) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau, Kepala Kejaksaan Tinggi Riau dan Kapolda Riau dalam kunjungan kerja spesifik Komisi II DPR pada 26 Juni 2023 di Pekanbaru," ungkap Junimart.


Usai rapat, Anggota Komisi II DPR RI, Ongku P Hasibuan mengatakan pihaknya bakal segera memanggil PT DSI terkait sengketa dan penyerobotan lahan masyarakat Kecamatan Koto Gasib, Dayun dan Mempura Kabupaten Siak. Bahkan, kata Ongku, Komisi II DPR terbuka akan turun langsung ke lapangan untuk melihat dari dekat konflik di sana.


"(Kemungkinan, red) ada, sangat mungkin. Kita mau lihat laporan tidak hanya satu pihak saja. Laporan masyarakat akan kita lihat, tindaklanjutnya apa nanti berdasarkan rekomendasi mereka (Panja Mafia Tanah). Apakah kita akan memanggil perusahaannya atau kita butuh kroscek ke lapangan," tandas Ongku.



"Bisa (meninjau lokasi, red) , untuk itu kita rapatkan dulu. Bisa jadi orangnya kita panggil ke sini bisa jadi ada turun ke lapangan. Kalau kita masih belum cukup informasi, kita akan turun ke lapangan mencari informasi yang lebih detail," tutur dia menambahkan.


Ongku mengaku merasa kecewa karena setiap permasalahan hukum antara PT DSI dengan masyarakat, selalu dimenangkan oleh perusahaan tersebut. Pihaknya akan menyelidik lebih dalam soal kasus tersebut dan juga terbuka kemungkinan Komisi II DPR akan melakukan dengan kementerian terkait atas konflik agraria tersebut.


"Masak iya Sertipikat kalah (dengan) hanya sekedar izin dan tidak punya HGU. Izin itu bukan kepemilikan dan bukan alas hak. Sertipikat itu jelas alas hak. Apa dasarnya, kenapa mereka menang sampai ke Pengadilan? Terus terang saya nggak mengerti," pungkas Ongku.


Kuasa hukum pemilik lahan di Desa Dayun, Kecamatan Dayun, Daud Pasaribu menjelaskan, sengketa itu berawal ketika PT Duta Swakarya Indah (DSI) menerima SK Pelepasan dari Kementerian Kehutanan pada tahun 1998. Namun, beberapa tahun sebelumnya, warga di 3 kecamatan tersebut telah menggarap lahan tersebut.



Kemudian pada tahun 2012, PT DSI menggugat lahan tersebut ke Pengadilan Negeri (PN) Siak dengan termohonnya PT Karya Dayun (KD).


"PT Karya Dayun ini perusahaan yang ditunjuk untuk mengelola lahan seluas 1.300 Hektar lahan sawit masyarakat. Artinya ada lebih kurang 643 Persil lahan yang bersertipikat yang berada di Desa Dayun, sekitar lebih kurang 800 SKT dan SKGR di Koto Gasib dan Mempura," jelas Daud.


Dalam perjalanan perkara, PT DSI memenangkan gugatan atas PT Karya Dayun di PN Siak. Namun, yang menjadi persoalan, PT KD bukanlah pemilik lahan tersebut dan masyarakat pemilik sertipikat bukanlah para pihak yang digugat.


Berbekal putusan PN Siak itu, PT DSI mengajukan proses eksekusi lahan di Desa Dayun tersebut.


"PN Siak bersurat ke Kantor Pertanahan Siak untuk rencana eksekusi. Kantor Pertanahan Siak membalas surat tersebut dengan menyebut bahwa lahan tersebut bukanlah milik PT KD yang menjadi objek sengketa PT DSI. Dalam gugatan tersebut masyarakat pemegang SHM, SKGR, SKT tidak menjadi para pihak dalam perkara tersebut," tegas Daud.



Namun, proses eksekusi akhirnya tetap dilakukan pada 12 Desember 2022 lalu walaupun mendapat penolakan dari pemilik lahan.


Usai eksekusi, berbagai masalah timbul. Mulai dari pendudukan lahan, pembuatan jembatan akses dari kebun PT DSI ke kebun warga hingga bentrok antara preman suruhan PT DSI dengan pekerja PT Karya Dayun dan pemilik lahan.


Paska bentrok, pihak kepolisian berjaga di lokasi. Daud meminta agar pihak kepolisian bersikap netral dalam menyikapi persoalan tersebut.


"Setidaknya pihak kepolisian bisa bersikap netral, karena masyarakat ini bukan perampok. Mereka dihambat aksesnya untuk memanen dan menjual buahnya. Mereka adalah pemilik lahan sebelum PT DSI menerima SK Pelepasan Kawasan dari Menteri Kehutanan. Seharusnya pihak kepolisian melindungi masyarakat pemilik lahan dari preman-preman suruhan PT DSI," pungkas Daud.


Sementara itu, kuasa masyarakat Kecamatan Koto Gasib, Dayun dan Mempura, Sunardi SH menjelaskan, sesuai aturan ketika ada lahan pelepasan kawasan tersebut ada lahan masyarakat, maka wajib dikeluarkan atau dilepaskan (enclave).


"Sedangkan dalam diktum kesembilan dalam peraturan Menteri Kehutanan itu jelas menegaskan bahwa satu tahun sejak diberikan izin pelepasan kawasan PT DSI wajib mengurus izin HGU. Kalau tidak, izin tersebut akan batal dengan sendirinya," jelas Sunardi.


Sejak tahun 1998 hingga saat ini, PT DSI tidak memiliki HGU. Ini dibuktikan oleh terbitnya surat dari Kanwil BPN Riau tertanggal 30 Mei 2023.


"Jelas di surat itu tertulis sejak tahun 1998 PT DSI tidak memiliki HGU," bebernya.


Untuk itu, dalam RDP ini Sunardi berharap kepada Komisi II DPR RI agar dapat meninjau ulang izin pelepasan kawasan PT DSI.


"Izin pelepasan kawasan milik PT DSI ini agar dapat ditinjau ulang. Bila perlu dapat dilakukan pengukuran. Mengingat lokasi yang diberikan oleh Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian di luar dari perkebunan milik masyarakat," pungkasnya.


Kategori : News


Editor     : AHS


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama