Pakar Kebijakan Publik Minta KPK Awasi Potensi Korupsi Jelang Pemilu

JAKARTA, suarapembaharuan.com - Pakar Kebijakan Publik dari Wellbeing, Asep Kususanto meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat mencermati sekaligus mengawasi potensi korupsi jelang perhelatan pemilu 2024. Hal itu disampaikannya sesaat setelah kegiatan Launching Hasil Survei Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) bertajuk "Peran KPK dalam Pelaksanaan Pemilu Bersih" di Jakarta, Rabu, 6 September 2023. 



Menurutnya, praktik korupsi politik itu bermula dari pemilu yang sarat dengan potensi korupsi dan kolusi. Ia melanjutkan efeknya adalah pada produk kebijakan publik yang akan dihasilkan ketika mereka terpilih mengemban mandat publik. Entah dalam ranah eksekutif maupun legislatif. 


“Dari survei LPI terlihat bahwa perhelatan pemilu ini merupakan momen strategis bagi KPK untuk menekan laju korupsi politik. Ini survei akademik yang memotret pandangan kelas menengah intelektual di Indonesia terhadap pemulihan citra KPK sekaligus untuk menciptakan pemilu bersih. Ini (pemilu) hulunya,” jelasnya. 


Mengingat aspek teknis pemilu sangat kompleks, Asep berharap KPK dapat memagari setiap celah rawan korupsi. “KPK tidak bisa bekerja sendiri. Untuk meminimalisir kerawanan itu, kita berharap agar KPK dapat bekerjasama dengan PPATK, BPK, penyelenggara dan pengawas pemilu hingga institusi penegak hukum yang lain,” sambungnya. 



Dari data survei, sebesar 60,25% responden mempercayai KPK dapat mengambil peran aktif dan berkolaborasi dengan banyak pihak. Mayoritas responden menilai, pemilu merupakan momentum strategis bagi KPK untuk menekan laju korupsi politik. Dari data survei terlihat bahwa modus korupsi berpotensi terjadi pada penyalahgunaan kewenangan jabatan. Sebanyak 40,55% responden menilai bahwa aktor politik atau politisi yang tengah menjabat sebagai pejabat publik sangat rawan memanfaatkan kuasanya untuk kepentingan politik elektoral. 


Survei LPI digelar pada 20-31 Agustus 2023 terhadap 934 responden yang merupakan kelas menengah intelektual. Margin of error dari ukuran sampel tersebut sebesar ±2,95 pada tingkat kepercayaan 95%. Survei ini menggunakan purposive sampling di mana subjek yang diambil oleh peneliti sebagai sampel berdasarkan beberapa pertimbangan tertentu, memiliki kriteria khusus dan sesuai dengan tujuan penelitian. 


Sementara kelas menengah intelektual yang dimaksud dalam survei ini adalah kelompok masyarakat berpendidikan tinggi (S1, S2, S3) yang secara sadar dan aktif mengawasi kinerja KPK serta memiliki harapan yang besar terhadap perbaikan kondisi hukum di Indonesia terutama dalam hal pemberantasan korupsi. Kelas menengah intelektual terdiri dari para ahli/pengamat, dosen/pakar, akademisi, peneliti, anggota LSM/NGO, aktivis/pegiat antikorupsi.


Kategori : News


Editor      : AHS


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama