Pertahankan Disertasi Tentang Pancasila, Wayan Sudirta Raih Gelar Doktor dengan Nilai Sempurna

JAKARTA, suarapembaharuan.com - Anggota DPR RI I dari Fraksi PDIP Wayan Sudirta meraih doktor dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) setelah berhasil mempertahankan disertasi berjudul, 'Rekonstruksi Pemahaman atas Nilai-Nilai Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara' pada sidang terbuka promosi doktor di Kampus Pascasarjana UKI, Jakarta, Kamis (7/9/2023). Wayan Sudirta mampu mempertahankan disertasi tersebut dengan nilai sempurna.



"Setelah mengadakan rapat, kami para dosen penguji memutuskan bahwa Promovendus I Wayan Sudirta lulus dengan nilai sempurna, yakni IPK 4.00 atau cumlaude," kata Ketua Sidang Promosi Doktor Hukum, Dr. Dhaniswara K Harjono yang disambut tepuk tangan meriah para hadirin.


Adapun para dosen penguji dalam sidang promosi doktor tersebut adalah Dr. Dhaniswara K Harjono sekaligus Rektor UKI, Prof Dr. John Pieris sekaligus sebagai Promotor, Prof. Dr. Benny Rianto; Prof. Dr. M.S. Tumanggor; Prof. Dr. Adji Samekto; Prof. Dr. Abdul Bari Azed, dan Prof. Dr. Mompang L Panggabean.


Wayan Sudirta merupakan lulusan doktor ke-12 dari Universitas Kristen Indonesia, atau doktor ke-4 dari Program Studi Hukum Program Doktor UKI.



Sejumlah tokoh hadir dalam acara Sidang Promosi Doktor I Wayan Sudirta. Tampak di antaranya Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, Kepala BPIP Yudian Wahyudi, Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto, Ketua Fraksi PDIP DPR Utut Udianto dan sejumlah anggota DPR RI antara lain Eriko Sotardugo, Masinton Paasaribu, dan Darmadi Durianto.


Tampak pula sejumlah advokat senior/aktivis seperti Todung Mulya Lubis, Koordinator Pergerakan Advokat Nusantara Petrus Selestinus, Ketua Badan Pekerja YLBHI Alvon Kurnia Palma. Hadir juga Sekjen DPD RI Rahman Hadi dan Ketua PHDI Bali I Nyoman Kenak.


Wayan Sudirta mengungkapkan latar belakang disertai ini karena kondisi demokrasi yang sudah mengarah ke arah liberalisme dan kapitalisme. Menurut dia, liberalisme masuk ke Indonesia tanpa disaring dan nilai-nilai lokal pelan-pelan tergerus, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam yang dominan dikuasi oleh individu dan perusahaan asing.



"Ini persoalan kebijakan dan kemampuan politik, sehingga perlu rekonstruksi dan mengembalikan pemikiran Bung Karno, sesuai dengan pidatonya bahwa kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial salah satu tujuan yang sangat penting," tandas Wayan Sudirta.


Karana itu, kata Wayan Sudirta, salah satu solusi mengatasi persoalan-persoalan tersebut adalah rekonstruksi nilai-nilai Pancasila yang disebutnya radikalisme Pancasila. Dia menegaskan radikalisme bukan berarti negatif, tetapi mempercepat bagaimana Pancasila membumi.


"Untuk membumikan pancasila, ada beberapa hal yang harus dilakukan yakni, bagaimana agar Pancasila betul-betul disepakati, tidak boleh digoyah lagi, menjadi ideologi negara, jangan ada ideologi lain. Pancasila sebagai ideologi negara, harus dianggap sebagai ilmu dan dipelajari oleh seluruh dunia, sehingga sosialisasinya menjadi masif," ungkap dia.


Selain itu, kata dia, peraturan perundang-undangan yang dibuat harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, tidak boleh menyimpang. Lalu, Pancasila jangan diabdikan hanya kepada pemerintah dan negara, tidak vertikal, tapi lebih banyak ke horizontal yakni ke masyarakat.



"Pancasila itu justru harus lihat sebagai sarana untuk mengeritik pemerintah, jikalau pemerintah tidak sesuai melaksanakan program-program pembangunan berdasarkan Pancasila," imbuh dia.


Lebih lanjut, Wayan Sudirta mengatakan penelitian ini mengeksplorasi nilai-nilai Pancasila dalam tiga pendekatan yakni keyakinan, pengetahuan dan tindakan. Dimensi keyakinan, kata dia, bertolak dari sisi ontologis Pancasila dengan menggali hakikat nilai-nilai Pancasila dalam eksistensi manusia sesuai alam pikir Pancasila sebagai filsafat sebagai makna terdalam dari ide yang mendasari Pancasila. 


"Struktur terdalam itu adalah titik temu dalam menghadirkan keadilan, kesejahteraan, dan kebahagiaan dalam masyarakat yang majemuk yang dituangkan dalam prinsip sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, dan sosio-religius, yang terkristalisasi dalam semangat gotong royong," tutur dia.


Sementara dimensi pengetahuan bertolak dari epistemologis Pancasila, yakni konsekuensi paradigmatik-teoritis yang dapat menurunkan konsepsi-konsepsi pengetahuan (epistemologi), di mana filosofi Pancasila berkaitan dengan cara berpikir menurut Pancasila. Sedangkan dimensi tindakan meninjau dari aksiologis Pancasila, yakni Pancasila sebagai kerangka pengetahuan (konseptual) yang menuntut perwujudan kerangka operatif sebagai pedoman perilaku penyelenggara negara dan warga negara. 


"Temuan studi menunjukkan bahwa makna Pancasila tersimpul dalam pengejawantahan nilai-nilai Pancasila yang merupakan titik temu seluruh hakikat kehidupan masyarakat Indonesia. Perumusan tetap mengakar pada konsepsi Soekarno bahwa Pancasila sebagai Philosofische Grondslag dan sebagai Weltanschauung. Pancasila sejatinya memberikan landasan visi transformasi sosial bagi ketatanegaraan Indonesia secara holisitik dan antisipatif," jelas dia.


Kategori : News


Editor      : AHS


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama