Hamas-Israel, Dunia Terasa Terbelah Dua

JAKARTA, suarapembaharuan.com - Saat ini dunia terasa terbelah dua, sisi kiri: bela Palestina dan sisi kanan: bela Israel. Jika hal ini terus berlanjut maka tidak dapat terhindarkan polarisasi menyebar dan menciptakan perang antarnegara yang membela satu dengan yang lain.


“Efeknya akan sangat mengerikan, jika perang tidak segera dihentikan,” kata Anggota International Woman Peace Group (IWPG) Indonesia, Sri Suwartiningsih kepada Suara Pembaharuan yang dihubungi bersama tiga anggota IWPG lainnya, yakni aktivis LSM dari Salatiga, Jawa Tengah, Satuf Hidayah, aktivis YABIKU, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Maria Filiana Tahu, dan Direktur LP2M (Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat) Padang, Sumatera Barat, Ramadhaniati, yang disampaikan melalui Suara Pembaharuan.com di tempat terpisah.


Ketua IWPG, Hyun Sook Yoon

Sebelumnya, Ketua IWPG Hyun Sook Yoon menyampaikan seruan agar segera gencatan senjata Hamas-Israel. “Jika konflik ini terus berlanjut, jumlah korban jiwa diperkirakan akan mencapai puluhan juta jiwa. Dampak dari kekejaman dan kehancuran tersebut tidak dapat diukur, dan tidak ada reparasi yang dapat mengganti korban jiwa,” katanya.


IWPG adalah sebuah organisasi non-pemerintah yang berstatus konsultatif di Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) (Economic and Social Council/ ECOSOC) dan terdaftar di bawah Departemen Komunikasi Global (Department of Global Communications/ DGC).


Menurut Sri Suwartiningsih, yang juga dosen Universitas Satya Wacana, Salatiga, dengan adanya pengikut dari berbagai pihak dan negara, bukan hanya warga negara dari masing-masing  yang berperang. Sebab, pelaku perang memperoleh “amunisi” dari para pendukungnya, sehingga selalu menganggap dipihak yang benar dan harus menang. 


“Sumber amunisi inilah yang membuat perang Israel dan Palestina tidak berhenti. Perang Palestina vs Israel sudah masuk pada perang ideologi bukan lagi perang kepemilikan wilayah, seperti mula-mula dengan adanya peran Hamas,” katanya prihatin.  


Jadi, untuk menghentikan perang ini, harus dicungkil akar penyebabnya. “Dibutuhkan ahli sejarah tentang keberadaan negara yang sedang berperang dengan kejernihan pikiran dan tanpa memihak. Selain itu dibutuhkan juga kajian ekonomi, sosiologi dan komunikasi  bukan hanya dari perspektif politik,” kata Ketua Pusat Studi Perdamaian UKSW tersebut.


Kajian ekonomi penting, karena dengan perang ini dapat memberikan keuntungan kepada pihak-pihak tertentu. Kajian dari aspek sosiologi dengan adanya perang ini menimbulkan relasi victim dan relasi soldier yang dapat terus menebarkan benih kebencian, dendam dan anti persaudaraan jika tidak diiringi dengan pendampingan pengampunan (Spiritual Capital).


Aspek komunikasi menjadi alat yang sangat penting untuk tujuan mendamaikan kedua negara yang bertikai. “Namun saya menilai, komunikasi menjadi ruwet karena komunikator dan komunikan sudah diintervensi oleh pihak-pihak lain. Aktor tertinggi yang didudukan di dunia ini yaitu PBB harus memiliki kemauan yang tinggi untuk ikut campur dalam penyelesaian konflik ini, karena sudah banyak korban jiwa yang tidak bersalah,” tandasnya. 


Stop Isu Agama


Sementara itu, Satuf Hidayah mengatakan, tidak ada agama apa pun yang membenarkan perang. Maka, jangan menggunakan isu agama dalam mengambil alasan dan membenarkan peperangan. Faktanya, di kedua belah pihak yang berperang, terdapat masyarakat dengan bermacam agama, yang saat ini menjadi korban masa depan mereka menjadi suram.


Karena itu, kepada semua negara Adikuasa di dunia ini, kepada komunitas-komunitas internasional, diminta segeralah mengambil tindakan tegas agar segera  terjadi gencatan senjata. “Rakyat sudah sangat menderita. Bantuan kemanusiaan mohon segera disalurkan tanpa henti-hentinya. Fasilitasilah agar perdamaian cepat terjadi,” ujarnya.


“Segera hentikan perang. Saat ini bukan nanti atau besok. Hentikan perang untuk generasi berikutnya yang lebih baik. Kutuk perang dan serukan perdamaian. Siapa pun tak berhak membunuh manusia dengan alasan apa pun,” katanya. 


Sementara itu, Maria Filiana Tahu mengatakan, dalam perang, yang menyerang dan yang diserang semuanya tidak akan mendapat keuntungan. Perang hanyalah kepuasan bagi pejabat negara, tetapi menderita bagi masyarakat sipil. 


“Kasihanilah mereka, masyarakat sipil, perempuan dan anak yang tidak berdosa. Mereka tidak berdaya melawan. Hentikan perang untuk dunia yang damai bagi anak cucu kita,” katanya. 


YABIKU, lembaga sosial yang berkonsentrasi untuk melaksanakan pemberdayaan dan perlindungan bagi perempuan dan anak, termasuk perempuan dan anak  korban kekerasan serta penyandang disabilitas, baik di wilayah konflik maupun nonkonflik, menyatakan mengutuk semua pihak yang  mendukung perang ini terjadi. 


“Bersama seluruh sahabat perempuan YABIKU NTT, kami  mendukung pernyataan dari Ketua IWPG Hyun Sook Yoon, mengecam seluruh jenis kejahatan perang  dan  tindakan kekerasan  yang mengancam perdamaian dunia,” seru Maria dari perbatasan RI-Timor Leste.


Di tempat terpisah, Ramadhaniati mengatakan, Perang  Israel-Hamas adalah tragedi kemanusiaan, kejahatan pada kemanusiaan, pembantaian/pembunuhan massal, kalau ini tidak dihentikan, bangsa Palestina akan musnah. 


“Saya sangat marah dan mengutuk serangan yang berkali-berkali dilakukan dan menyerang dengan membabi buta sehingga ribuan masyarakat sipil terluka dan terbunuh, mengenaskan. Anak-anak dan perempuan adalah korban terbanyak dari pembantaian ini,” katanya. 


“Saya tak habis pikir, kenapa militer menyerang dengan membabi buta begitu, padahal mereka kan punya ibu. Ibu adalah seorang perempuan, mereka punya saudara perempuan,  mungkin mereka punya anak? Bagaimana kalau yang terbunuh itu ibu mereka, saudara perempuan mereka, atau anak-anak mereka. Perang ini harus dihentikan. Cukuplah sudah,” katanya.  


Jadi, mediasi dan diplomasi harus terus-menerus dilakukan. Sembari itu, “pemiskinan’ Israel harus dilakukan, termasuk para negara yang mendukung peperangan ini. Negara-negera parapihak yang mendukung penghentian perang harus bersatu untuk membahasnya. 


Perdamaian harus diciptakan, agar dunia ini damai, bangsa dunia bahagia. “Bukankah tujuan hidup di dunia ini untuk kebahagiaan? Saling membantu dalam kebaikan. Untuk itu saling menghormati dan menghargai menjadi prinsip penting dalam menciptakan perdamaian,” katanya.


IWPG  di seluruh dunia harus berkonsolidasi untuk bergerak bersama untuk penghentian perang Israel-Hamas, melakukan kampanye-kampanye damai untuk penghentian perang yang dilakukan berkesinambungan, menggalang bantuan (jika diperlukan) sehingga menyentuh “hati” pihak-pihak yang berperang. Jika perempuan bersatu, damai akan tercipta.


Kategori : News


Editor      : AHS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama