Rawat Ingatan Publik, Buku 'Kasus Penculikan Tak Bisa Diputihkan' Diluncurkan

JAKARTA, suarapembaharuan.com - Buku berjudul 'Kasus Penculikan Bukan untuk Diputihkan' diluncurkan hari ini, di Café Sadjoe, Tebet, Jakarta, Kamis (18/1/2024). Buku ini ditulis oleh Taufik Pram dan Al Araf.



Taufik Pram mengatakan salah satu tujuan buku tersebut ditulis untuk merawat ingatan publik bahwa kasus penculikan aktivis 97/98 hingga saat ini belum tuntas.


"Kita berhutang besar kepada teman-teman yang hari ini masih hilang karena diculik. Kita jangan menegasikan mereka, kita jangan mengabaikan mereka. Kita akan jadi bangsa yang kualat, seperti kacang yang lupa kulit jika kita melupakan mereka. Kami menulis buku ini untuk merawat ingatan kita semua," ujar Taufik dalam acara launching dan diskusi publik buku bertajuk 'Kasus Penculikan Bukan untuk Diputihkan' di Café Sadjoe, Tebet, Jakarta, Kamis (18/1/2024).


Taufik mengatakan menulis buku tentang penculikan ini adalah salah satu cita-citanya yang tercapai. Dia mengaku merasakan sendiri praktik dan narasi represif ditanamkan oleh rezim Orde Baru ke sekolah-sekolah dulu. 



"Melalui menulis buku ini saya semakin mengetahui tentang apa yang diperjuangkan oleh teman-teman aktifis 1997/98. Tanpa kerja dari aktifis yang sampai saat ini masih hilang, dan pemerintah belum serius mengurus Nasib dan status mereka, kita tidak akan bisa menikmati kebebasan seperti ini," tandas Taufik.


Taufik mengatakan, Joko Widodo juga tidak bisa menjadi presiden jika tidak ada perjuangan para aktivis 1998. Menurut dia, para aktivis sudah berjuang melahirkan demokrasi dan reformasi di Indonesia.


"Narasi kasus penculikan dikerucutkan pada persoalan internal yang tidak substansial, sementara nasib mereka yang hilang sampai hari ini tidak diurus. Kita berhutang besar kepada teman-teman yang hari ini masih hilang karena diculik," tutur Taufik.



Pada kesempatan itu, Penulis Buku lain Al Araf menegaskan sepanjang korban penghilangan paksa tidak dikembalikan oleh rezim maka sepanjang itu pula kasus penculikan atau penghilangan paksa tidak bisa dilupakan dan tidak bisa diputihkan.


"Pelaku kejahatan masih beredar dan sedang melenggang ke kursi istana di 2024. Karena itulah buku ini ditulis untuk menjelaskan kepada publik sebagai counter narasi bahwa kasus penculikan belum selesai. Ada narasi jahat dalam kekuasaan hari ini yang sedang membangun politik of delay dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, salah satunya adalah kasus penculikan," terang Al Araf.


Al Araf menilai negara atau kekuasaan mencoba mendelay waktu demi waktu sehingga membiarkan keluarga korban, orang tuanya meninggal dan akhirnya seolah-olah nanti tidak ada yang memperjuangkan keadilan ini lagi. Menurut dia, sangat menyedihkan karena negara sedang mendelay kasus penculikan.


"Ini diundur-undur, tidak diselesaikan meski sudah ada rekomendasi DPR tetapi tidak dijalankan, ini menyedihkan. Kasus penculikan aktifis 1997/98 adalah bukan gosip, melainkan fakta yang hingga hari ini belum selesai. Buku ini dibuat agar rezim dapat mengembalikan mereka yang hilang. Begitu kejamnya perlakuan pelaku penculikan, mereka disiksa, diestrum bahkan sebagian hari ini tidak kembali," pungkas Al Araf.


Kategori : News


Editor      : AHS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama