Umat Islam Dianjurkan Pilih Pemimpin Berdasarkan Rekam Jejak, Tak Boleh Pilih Pemimpin Diduga Langgar HAM

JAKARTA, suarapembaharuan.com - Forum Bahtsul Masail Kebangsaan (FBMK) KH Abdullah Albarkah atau biasa disapa Kiai Barkah mengungkapkan bahwa bagi umat Islam, memilih pemimpin merupakan kewajiban, bukan hanya sekadar hak. Umat Islam, kata Kiai Barkah juga didorong memilih pemimpin berdasarkan rekam jejak, termasuk tidak boleh memilih pemimpin yang diduga melanggar HAM.



Hal ini disampaikan Kiai Barkah dalam kegiatan Bahtsul Masail Lembaga Peradaban Luhur (LPL) dan FBMK bertajuk 'Apa Hukumnya Memilih Pemimpin Yang Merupakan Pelaku Pelanggaran HAM?' di Kopi Dari Hati & Toast (StepiA), Ruko Grand Panglima Polim, Jl. Panglima Polim Nomor 2, Pulo, Kecamatan Kebayoran baru, Jakarta Selatan, Kamis (11/1/2024).


"Allah perintahkan untuk memilih pemimpin. Wajib mencari pemimpin. Allah SWT perintahkan kita memilih seorang pemimpin, makanya golput ini dilarang," ujar Kiai Barkah.


Kiai Barkah menuturkan beberapa anjuran untuk memilih seorang pemimpin yang beriman setelah dirinya mengkaji secara obyektif Alquran dan kitab fikih. Termasuk, kata dia, menilai pemimpin yang notabene pelanggar HAM.  Menurut dia, pelanggar HAM adalah zalim. 


"Apakah haram memilih mereka? Kita kembali kepada kaidah fikih bahwa setiap kemudhorotan kalau tidak ada orang baik, notabene melanggar HAM, maka pilih antara calon-calon ada orang pintarnya. Kembali ke track record mereka. Kalau ada yang track record baik, silakan dianjurkan untuk tidak memilih pemimpin pelanggar HAM. Pilih pemimpin yang berkepribadian baik," jelas Kiai Barkah.


Kiai Barkah juga mengungkapkan Indonesia adalah bangsa yang majemuk, yang terdiri atas banyak suku dan agama yang berbeda-beda. Segala perbedaan yang terjadi harus dijaga dan dipelihara.



"Dengan melestarikan kemajemukan, negeri ini akan menjadi indah dan elok. Untuk menjaga kemajemukan sangat memerlukan seorang pemimpin yang bisa membawa Indonesia menjadi lebih baik lagi," tandas dia.


Pada kesempatan itu, Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Yayan Sopyan, S.H., M.Ag, menyampaikan isi dari makalahnya yang berjudul 'Hukum Memilih Pemimpin Pelanggar HAM'. Dia mengungkapkan, Islam adalah agama yang sempurna, agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk imamah atau kepemimpinan.


"Wajib sholat ada imamnya. Kalau hidup cuma bertiga harus ada salah satu jadi pemimpinnya. Mending dipimpin oleh pemimpin yang zhalim ketimbang tidak ada pemimpin sama sekali," jelas dia.


Yayan mengatakan, memilih pemimpin harus hati-hati. "Karena ini wajib. Pemimpin akan menentukan ulil amri. Bagi saya memilih pemimpin seperti memilih sebuah hadits yang akan dijadikan dasar hukum," ujar dia.


Dia kemudian menceritakan ketika Imam Bukhori melakukan perjalanan dari Uzbekistan dan dibohongi oleh seorang syeh. Menurutnya, Imam Bukhori tidak menerima syeh ini karena sudah menipu.


"Kepada keledai saja berani menipu, ini potensi untuk berbohong," tandas dia.


Mengutip kisah Imam Ghozali, Yayan mengungkapkan kalau ada 4 syarat untuk menjadi pemimpin atau calon presiden, yakni berwibawa, kifayah (sikap hidup yang baik), menguasai ilmu, dan sikap hidup yang apik. Menurut Yayan, orang yang melanggar HAM karena dipengaruhi faktor internal dan eksternal. 


"Internal itu egois, pasti tingkat kesadarannya rendah. Kondisi psikologisnya labil. Tinggi perilaku intoleransi. Merasa paling hebat, paling kaya, ingin punya rasa balas dendam," terang dia.


Sementara untuk faktor eksternal, selalu melakukan abuse of power (tindakan penyalahgunaan wewenang). 


"Sistem hukumnya tidak berjalan baik, sehingga abuse of power jadi tempat persembunyian. Selain itu struktur sosialnya juga mendukung. Ditambah penyalahgunaan teknologi," ucapnya.


Terkait pelanggaran HAM, Yayan menegaskan kalau pelanggaran HAM dibedakan dengan tindakan kriminal. Pelanggaran HAM, kata dia, dilakukan oleh negara atau kekuasaan. 


"Pelanggar HAM itu misalnya, disengaja mencabut hak asasi seseorang. Kualifikasinya ada yang ringan atau menengah. Menghilangkan nyawa menggunakan instrumen negara itu kan pelanggaran HAM berat. Semua penculikan yang dilakukan aparat, polisi dan penculikan aktivis juga pelanggaran HAM berat," paparnya. 


Karena itu, Yayan berpesan, bahwa memilih calon presiden merupakan kewajiban bagi setiap muslim Indonesia. Termasuk juga tidak memilih capres yang melanggar HAM.


"Silakan aja jadi capres. Bagi umat Islam itu haram hukumnya memilih capres pelanggar HAM. Pelanggaran HAM sebagai sebuah kejahatan. Kejahatan itu harus dicegah. Mencegah pemimpin yang potensi pelanggar HAM, otoriter, haram untuk dipilih," pungkas Yayan.


Kategori : News


Editor      : AHS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama