Koalisi Desak Kapolda Jateng Diberhentikan dan Aparat Kepolisian Harus Netral di Pemilu

JAKARTA, suarapembaharuan.com - Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis (selanjutnya Koalisi) mendesak Kapolri, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, untuk memberhentikan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah karena tidak netral di Pemilu 2024. Menurut Koalisi, terjadi intervensi yang dilakukan oleh jajaran Kepolisian Daerah Jawa Tengah (Polda Jateng) terhadap guru besar, dosen, rektor, mahasiswa, dan kalangan akademisi terkait dengan petisi beberapa kampus terhadap praktik kecurangan pemilu dan kemunduran demokrasi oleh Pemerintahan Joko Widodo. 


Repro Google

"Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Kapolri, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, untuk memberhentikan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah, karena telah melanggar prinsip netralitas Polri dalam perhelatan politik Pemilu 2024 serta memproses hukum secara tegas terhadap siapapun di jajaran kepolisian yang telah melakukan pelanggaran maupun kejahatan Pemilu," ujar perwakilan Koalisi yang merupakan Koordinator Kontras Dimas Bagus Arya dalam keterangannya, Kamis (8/2/2024).


Jajaran Polda Jateng, kata Dimas, ditengarai meminta sejumlah rektor dan guru besar untuk membuat video testimoni positif tentang kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Kepolisian berdalih bahwa hal ini merupakan program ”cooling system” yang dilakukan menjelang pencoblosan Pemilu 2024. 


Koalisi, kata Dimas, menilai, intervensi yang dilakukan oleh jajaran Polda Jateng merupakan bentuk intimidasi terhadap para guru besar, dosen, rektor, mahasiswa, dan kalangan akademisi. Pasalnya, hal tersebut sejatinya juga bukan merupakan tugas kepolisian untuk meminta testimoni positif terkait kepemimpinan Presiden Joko Widodo. 


"Tugas kepolisian seharusnya adalah menjamin kebebasan berekspresi dan kebebasan akademik setiap guru besar, dosen, rektor, mahasiswa, dan kalangan akademisi lainnya, dalam menyampaikan kritik dan pendapat mereka terkait situasi yang terjadi hari ini," tandas Dimas.


"Sebagai negara demokratis, Pemerintah dan penegak hukum seharusnya mendukung kebebasan berkumpul dan berpendapat yang dilakukan oleh perwakilan akademisi serta masyarakat sipil," tutur dia menambahkan.


Terlebih lagi, kata Dimas, situasi panas terkait Pemilu 2024 justru dipicu oleh intervensi brutal Presiden Joko Widodo lewat Putusan MK Nomor 90 dan kampanye terselubung serta politisasi Bansos. Seharusnya, kata Dimas, Polda Jateng melakukan cooling system terhadap Presiden Joko Widodo agar tidak terus menerus merusak demokrasi, bukan sivitas akademika kampus.


"Intervensi yang dilakukan oleh Polda Jateng melalui program cooling system merupakan tanda bahwa Pemerintah Indonesia di bawah Presiden Joko Widodo menunjukkan wajah rezim otoritarian," tandas Dimas.


Selain itu, kata Dimas, permintaan video testimoni yang berkedok program cooling system oleh Polda Jateng bukan merupakan upaya untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat jelang Pemilu 2024.


"Meminta testimoni positif di tengah gelombang civitas akademika yang sedang bersuara lantang menolak kecurangan Pemilu adalah bentuk pembungkaman terhadap masyarakat," tegas dia.


Sebelumnya, kata Dimas, Ditreskrimsus Polda Jateng juga melakukan pemanggilan terhadap 176 Kepala Desa di Kabupaten Karanganyar yang dilakukan secara bertahap antara 27-29 November 2023. Menurut Polda Jateng, alasan pemanggilan tersebut terkait adanya laporan dugaan pemotongan dana aspirasi desa yang bersumber dari bantuan keuangan Provinsi Jawa Tengah di tiga daerah, periode 2020 sampai 2022.


"Kami memandang, pemanggilan kepala desa ini bersifat politis dan rawan untuk dipergunakan sebagai sarana rezim untuk menekan kepala desa. Lebih jauh, kami menilai bahwa patut diduga kuat bahwa Kepolisian Daerah Jawa Tengah telah menyalahgunakan kewenangannya dan pemanggilan tersebut dapat dipandang sebagai bentuk intimidasi terselubung," terang dia.


Koalisi, kata Dimas, juga mendesak Kapolri, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, untuk memerintahkan jajarannya menjamin keamanan dan memberikan perlindungan terhadap kebebasan akademik dan berpendapat yang dilakukan oleh guru besar, dosen, rektor, mahasiswa, dan kalangan akademisi lainnya.


"Kepolisian Daerah di Jawa Tengah untuk menghentikan intimidasi dan represi kepada masyarakat, khususnya lagi terhadap para guru besar, dosen, rektor, mahasiswa, dan kalangan akademisi lainnya," pungkas Dimas. (Ril)


Kategori : News


Editor      : AHS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama