Media Investigasi Asing Sorot Dukungan Teroris Bom Bali untuk Anies dan Dampak Negatifnya

JAKARTA, suarapembaharuan.com - Media investigasi asing Open Source Investigasion menyoroti dukungan salah satu teroris yang menjadi tersangka Bom Bali 2002, Abu Bakar Ba'asyir, untuk capres nomor urut 1, Anies Baswedan. 


Ist

Dalam artikel berjudul "Indonesia: Backers of 2002 Bali terror attack get into mainstream political arena", media tersebut menulis, bahwa calom presiden Indonesia Anies Baswedan mendapat dukungan dari seorang ulama penghasut yang pernah menjadi pemimpin spiritual kelompok ekstremis di balik pemboman Bali tahun 2002, serangan teroris paling mematikan di negara ini, dikutip Rabu, (7/1/2024). 


Dalam ulasannya Open Source Investigasion mengatakan dukungan tersebut diberikan Abu Bakar Ba'asyir melalui rekaman suara yang beredar di media sosial beberapa minggu sebelum Indonesia, negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia ini mengadakan pemilihan presiden.


"Abu Bakar Ba'asyir menggambarkan Anies (mantan gubernur Jakarta) sebagai kandidat yang "akan berusaha memerintah negara ini dengan hukum Islam semaksimal mungkin." 


Tulisan tersebut juga menampilkan analis dari peneliti senior Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi (PAKAR), Muhamad Taufiqurrohman yang mengatakan meskipun dukungan ulama tersebut dapat membantu Anies memenangkan beberapa suara namun juga dapat menjadi bumerang bagi Anies. 


“Deklarasi Abu Bakar Bashir akan berdampak buruk bagi Anies, karena memperkuat pandangan masyarakat bahwa Anies adalah bapak politik identitas yang didukung oleh kelompok radikal,” kata Taufiqurrohman dikutip dari artikel itu.


“Bashir mendukung Anies karena ia memandang Anies sebagai calon presiden yang paling mungkin mendukung penerapan hukum syariah dan pembentukan khilafah di Indonesia," lanjut dia.


Abu Bakar Ba'asyir bukanlah satu-satunya tokoh garis keras yang mendukung Anies. Media ini juga menyoroti nama Ustadz Abdul Somad, yang disebut sebagai seorang pengkhotbah penghasut yang ditolak masuk ke Singapura pada tahun 2022, karena dianggap seorang "ekstremis dan segregasionis”. 


Hal ini terkait konstetasi pemilihan gubernur DKI Jakarta tahun 2017, di mana Anies menang melawan petahana Basuki Tjahaya Purnama (Ahok). Anies saat itu merayu pemilih konservatif dan tampil di rapat umum dengan para pemimpin Islam garis keras yang berkampanye untuk menggulingkan saingannya Ahok yang saat itu merupakan orang Kristen keturunan Tionghoa pertama yang memegang jabatan puncak di kota tersebut.


"Dukungan dari ulama garis keras, berfungsi sebagai pengingat bagi komunitas non-Muslim di Indonesia dan Muslim moderat mengenai apa yang dilakukan Anies terhadap Ahok pada tahun 2017, dan akan menghalangi (mereka) untuk memilih dia,” kata Alexander Arifianto, peneliti senior di Rajaratnam School of International Studies (RSIS) yang berbasis di Singapura di artikel itu.


"Anies juga menghadiri aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh Gerakan 212, yang diambil dari tanggal 2 Desember 2016 ketika kelompok Islam pertama kali berdemonstrasi melawan Ahok. Dia (Ahok) kemudian dipenjara atas tuduhan penistaan agama terkait dengan komentar yang dia buat saat kampanye," jelas Alexander.


Anies juga kata Alexander sempat menuai kritik ketika pada tahun 2017 dalam pidato pelantikannya sebagai Gubernur Jakarta memicu ketegangan etnis dan agama. Saat itu dia mengatakan bahwa "pribumi” (pribumi atau penduduk asli Indonesia) harus mengambil kembali kendali negara dari pengaruh “kolonial”. 


Kata “pribumi” dianggap tidak mencakup kelompok etnis seperti orang Indonesia Tionghoa atau orang Indonesia India yang telah tinggal di negara ini. Penduduk Indonesia yang berjumlah 250 juta jiwa sebagian besar beragama Islam, namun terdapat banyak kelompok minoritas Kristen, Hindu dan Budha serta ratusan kelompok etnis.


Kategori : News


Editor      : AHS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama