Diduga Jadi Korban Mafia Tanah, Begini Modus Penipuan Jual Beli Rumah Anak Purnawirawan Jenderal di BSD

JAKARTA, suarapembaharuan.com – Dua anak kembar dari pasangan Brigadir Jenderal (Purnawirawan) R. Widodo Sastroamidjojo, mantan komandan Pusat Penerbangan Angkatan Darat (Puspenerbad) dan Sri Andalia, mantan Dubes karir di Slovakia, menjadi korban para broker nakal yang diduga sindikat mafia tanah yang berpura-pura ingin membeli rumah mereka untuk aset perusahaan. 



Anak kembar purnawirawan jenderal tersebut, yakni R. Widjoseno Sastroamidjojo, diplomat karir di Kedubes RI di Bahrain dan adik kandungnya R.R. Seska Widayanti terancam kehilangan tanah dan rumah besar di perumahan Taman Giri Loka Blok Q/11 Sekt. IV-5 BSD, RT 002/RW 012 Kel. Lengkong Gudang Timur, Kec. Serpong, Tangerang Selatan karena diduga ditipu oleh para broker atas nama Muhammad Septemi alias Temi, dan Patria Sari dkk yang berpura-pura ingin membeli rumah mereka untuk aset PT MLS.


Kuasa hukum korban, Yohanes Blasius Doy, SH dari Law Office Yon Doy & Partner, mengatakan korban sebelumnya sudah melaporkan kasus dugaan tindak pidana penipuan jual beli tanah dan rumah itu ke Bareskrim Polri pada 4 Mei 202 dengan Laporan Polisi Nomor: LP/B/0298/V/2021. Laporan tersebut, kata Yohanes, lalu ditindaklanjuti dengan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: SP.Lidik/785/V/2021/Dittipidum, 19 Mei 2021. 


"Pihak pelapor telah dipanggil untuk memberikan klarifikasi oleh penyidik Bareskrim Polri pada 21 Mei 2021. Selanjutnya, laporan dugaan tindak pidana penipuan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 378  KUHP tersebut dilimpahkan ke Subdit 2 Unit 3 Polda Metro Jaya. Kami bersyukur karena laporan dugaan tindak pidana penipuan jual beli tanah dan bangunan rumah tersebut kini ada titik terang. Pihak Penyidik Polda Metro Jaya akan menindaklanjuti kasus dugaan tindak pidana tersebut," ujar Yohanes kepada wartawan, Rabu (27/3/2024).


Yon, sapaan akrabnya kemudian menjelaskan kronologi kasus dugaan tindak pidana penipuan yang dilakukan oleh para broker yang menyebabkan kliennya terancam kehilangan tanah dan bangunan rumah. Bukan hanya itu, kata Yon, kliennya juga mengalami trauma psikis akibat dugaan intimidasi dari kuasa hukum oknum funder dan para bodyguardnya.



"Kasus dugaan tindak penipuan yang dilakukan oleh para broker tersebut bermula ketika pihak kliennya ingin menjual rumah di perumahan Bumi Serpong Damai (BSD) warisan dari orangtuanya. Teman baik mereka, Oki D. Santo Dewanggono memperkenalkan Muhamad Septemi Ma’mun alias Temi, Direktur Keuangan PT MLS yang menyatakan berminat membeli rumah tersebut pada awal Oktober 2020," tutur Yon.


Setelah beberapa kali pertemuan dan negosiasi, kata Yon, maka pada 22 Oktober 2020 para pihak yaitu pemilik rumah dan Temi menyepakati harga rumah senilai Rp. 6.250.000.000,- (enam miliar dua ratus lima puluh juta rupiah). Rumah itu katanya akan dibeli sebagai asset PT MLS. Para pihak, tutur Yon juga sepakat soal mekanisme pembelian melalui proses bank (non cash loan) dan pembayaran rumah dilakukan dalam 3 termin. 


"Pada saat bersamaan Sdr. Temi memperkenalkan Sdri. Patria Sari melalui telepon, yang disebut sebagai penjamin dari pihak Bank Mandiri. Ternyata Sdri. Patria Sari adalah Komisaris PT MLS. Sdr. Temi sebenarnya sudah tahu bahwa tanah dan rumah itu masih dalam bentuk Kesepakatan Jual Beli (KJB) antara orang tua klien saya dengan pemilik pertama (sudah lunas), sehingga proses pembelian dan pembayarannya tidak bisa melalui bank. Saat itulah Sdr. Temi dkk melakukan modus operandi dugaan penipuan dengan menyarankan kepada klien saya untuk melakukan peminjaman kepada pihak ketiga dalam rangka memperlancar proses kredit dari bank untuk kegiatan bisnis PT. MLS dan membayar rumah klien saya," terang Yon.


Kemudian, kata Yon, Temi bertemu dengan Budi Hermanto selaku funder yang bersedia menyediakan dana Rp 1,8 miliar dengan jaminan rumah besar orang tua kliennya. 


Berlandaskan niat baik dan kepercayaan penuh kepada Temi dalam menjual rumah orangtuanya, tutur Yon, kliennya menandatangani Perjanjian Pengikatan Hutang atas pembelian rumah orangtuanya sebesar Rp 6,250 miliar. Perjanjian itu ditandangani pihak kliennya dan Temi. 



"Usai penandatanganan Perjanjian Pengikatan Hutang Sdr. Temi menghilang beberapa pekan tanpa berita. Pertengahan November 2020 Sdri. Patria Sari dan Sdr. Rudi Hartono menggantikan posisi Sdr. Temi. Keduanya mempertemukan pelapor dengan 2 orang perwakilan dari funder yaitu Sdr. Vandel dan Sdr. Johnny untuk melihat dari dekat kondisi rumah dan akhir November 2020 pelapor bertemu langsung dengan funder Sdr. Hermanto," ungkap Yon.


Setelah pertemuan dengan funder, lanjut Yon, Patria Sari menginformasikan bahwa funder telah sepakat mendanai proyek PT MLS dengan jaminan rumah orang tua kliennya. Patria Sari gantikan posisi Temi dengan membuat Perjanjian Pengakuan Hutang PT MLS untuk membeli rumah orang tua kliennya sebesar Rp 6,250 miliar. Perjanjian ditandatangani oleh pelapor, Patria Sari, dan Rudi Hartono, anggota Direksi PT MLS di hadapan notaris Fachrudin dari Kantor Notaris & PPAT Suhardi Hadi Santoso SH. 


"Dalam perjanjian itu disepakati mekanisme dan tahapan pembayaran dalam kurun waktu 3 bulan. Tahap pertama sebesar Rp. 350.000.000 pada 4 Desember 2020, tahap kedua Rp. 650.000.000 pada 21 Desember 2020 dan tahap ketiga sisanya sebesar Rp. 5.250.000.000 pada 21 Januari 2021," ungkap Yon.


Usai penandatanganan Perjanjian Pengakuan Hutang PT. MLS, kata Yon, kliennya digiring oleh para broker untuk menandatangani serangkaian perjanjian lain, di antaranya Perjanjian Jual Beli rumah di depan Leonard dari Kantor Pengembang BSD pada 14 November 2020 dengan Hermanto (funder). Selain itu, kliennya juga menandatangani  perjanjian transaksi jual beli rumah dan membuat Surat Pernyataan dengan funder, di depan notaris Sisca di PIK pada 15 Desember 2020 yang isinya akan membeli kembali rumah orangtua pelapor dan apabila tidak bisa membeli kembali pada saat jatuh tempo (28 April 2021), maka pelapor bersedia mengosongkan dan menyerahkan rumah tersebut kepada funder. 


"Saat itu diperlihatkan kepada pelapor besaran kuitansi senilai Rp 1,8 miliar untuk ditandangani sebagai bukti pinjaman yang akan diterima oleh kliennya. Sesuai akte jual beli dengan PT. MLS, setelah pencarian pihak kliennya menerima Rp 350.000.000 sebagai DP pertama pembelian rumah. Sisanya diserahkan dalam bentuk tunai (cash) kepada funder sebagai uang kick-back (diambil oleh Vandel dan Johnny), dan sisanya ditransfer via Teller kepada Sdri. Patria Sari maupun pihak-pihak yang terlibat lainnya untuk berbagai keperluan seperti fee broker dan biaya lainnya," kata Yon.


Dalam perkembangannya, tanggal 28 Desember 2020 Akte Jual Beli Rumah yang sebelumnya telah ditandatangani dengan PT. MLS (Patria Sari, Rudi Hartono dan Septemi) menjadi tidak berlaku karena Akte tersebut tidak diaktifkan/diaktekan oleh PT. MLS. Rupanya, kata Yon, Patria Sari tidak menyerahkan dana sepeserpun ke PT MLS. Sejak itu Direksi PT. MLS sudah mulai sulit dihubungi sehingga uang pembayaran pembelian rumah yang diterima oleh kliennya hanya DP pertama saja. DP kedua dan ketiga tidak pernah terealisasi.  


"Sampai pada tahap tersebut, kliennya merasa telah tertipu karena Akte Jual Beli Rumah yang ditandatangani sebelumnya dengan PT. MLS (Patria Sari, Rudi Hartono, dan Septemi) tidak berlaku lagi. Sementara perjanjian yang tetap aktif adalah justru perjanjian pinjaman uang dan pengosongan rumah dengan funder. Situasi inini menyebabkan kliennya berada dalam situasi yang sangat sulit dan tidak bisa mengelak," terang Yon.



Sedangkan Patria Sari dan Temi yang sebelumnya mengatakan akan bertanggung jawab mengenai pembayaran hutang Rp 1,8 miliar kepada funder dalam waktu 3 bulan, kata Yon, ternyata hanya tipu muslihat dan membiarkan kliennya menjadi sasaran empuk mafia tanah. Menurut Yon, pemilik tanah dan bangunan  justru mendapat masalah besar karena harus membayar hutang kepada funder, yang seharusnya menjadi tanggung jawab Temi dan Patria Sari. 


"Sebagai realisasi dari perjanjian yang ditandatangani oleh kliennya, pihak funder kemudian mengirim surat somasi kepada kliennya untuk segera melunasi hutang dan jika tidak dipenuhi, maka rumah warisan orangtuanya yang menjadi jaminan akan dikosongkan," cerita Yon.


Tak sampai di situ, ujar Yon, Hermanto sebagai funder mulai mendatangi rumah orangtua kliennya pada 30 April 2021 dan meminta kliennya segera mengosongkan rumah dalam waktu 2 hari. Hermanto merasa telah berhak memiliki rumah warisan orang tua kliennya di BSD, namun saat itu terjadi perdebatan alot antara kliennya dengan funder. 


"Kuasa hukum klien kami yang lama saat itu datang ke lokasi untuk memberikan perlindungan dan advokasi. Selanjutnya pada Minggu 2 Mei 2021, Sdr. Hermanto kembali lagi mendatangai rumah untuk meminta pengosongan segera. Lawyer kliennya saat itu bertemu langsung dengan Sdr. Hermanto dan menjelaskan bahwa pengosongan rumah itu tidak sah, karena Surat Pengalihan rumah tersebut cacat hukum. Selain itu diketahui pula oleh lawyernya bahwa surat pengosongan rumah ternyata mencantumkan nomor referensi akte KJB yang salah," jelas Yon.


Setelah upaya pengosongan rumah pertama berhasil digagalkan, kata Yon, maka keesokan harinya, didampingi  lawyernya, RR Seska Widayanti sebagai korban kemudian mendatangi Bareskrim Polri untuk melaporkan dugaan tindak pidana penipuan yang dilakukan oleh Temi dan Patria Sari dkk. Sejak saat itu, Hermanto (funder) tidak pernah mendatangi rumah kliennya. 


"Namun dalam perkembangannya, mulai 2 - 15 Maret 2024 Sdr. Hermanto melalui kuasa hukum dan sejumlah body guard-nya berhasil menduduki rumah kliennya. Kuasa hukum dan para bodyguard itu diduga melakukan pengerusakan, mencuri sejumlah barang, menteror dan mengintimidasi kliennya dengan mematikan listrik rumah," ungkap Yon.


Karena itu, dirinya selaku kuasa hukum dan RR Seska Widayanti telah melaporkan dugaan tindak pidana pengerusakan, intimidasi dan pencurian tersebut ke Polres Tangerang Selatan pada Senin, 25 Maret 2024 dengan Laporan Polisi Nomor: TBL/B/712/III/2024/SKPT/Polres Tangerang Selatan/Polda Metro Jaya. Penyidik Polres Tangerang Selatan langsung merespons dengan melakukan olah TKP pada hari yang sama.


"Dari kronologis dan modus tindak pidana penipuan tersebut tampak bahwa para broker dan funder tersebut patut diduga merupakan sindikat mafia tanah. Karena itu, atas nama kliennya, saya meminta kepada penyidik Polda Metro Jaya untuk segera menindaklanjuti kasus dugaan tindak pidana penipuan jual beli rumah yang merugikan kliennya dan menetapkan Sdr. Temi, Sdri. Patria Sari dkk sebagai tersangka serta meminta penyidik Polres Tangerang Selatan untuk menindaklanjuti dugaan tindak pidana pengerusakan dan pencurian yang merugikan kliennya," pungkas Yon.


Kategori : News


Editor      : AHS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama