Mendekati Tuhan dengan Kualitas Feminin

Nassarudin Umar adalah seorang Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta. Beliau lahir pada 23 Juni 1959, di Dua Boccoe, Bone, Indonesia. Nassarudin seorang alumnus UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta mendapat gelar Magister (1992) serta PhD (1998). Ia juga sempat melanjutkan sekolah di Universitas McGill, Montreal, Kanada (1993-1994), dan Universitas Leiden, Belanda (1993-1994)



Memang sedari kecil Nassarudin dibesarkan oleh lingkungan agama Islam (pesantren). Sehingga membuatnya menjadi seorang ahli agama. Pada tahun 2011 sampai tahun 2014, ia menjabat sebagai Wakil Menteri Agama Republik Indonesia. 


Nassarusin sudah aktif menulis sejak ia duduk dibangku perkuliahan. Sejak tahun 1980 hingga kini sudah banyak karya-karyanya yang sudah diterbitkan. Kebanyakan dari semua karya-karya nya selalu mengandung pembahasan mengenai agama islam dan kerap kali ia mengangkat issue yang terjadi dilingkungan sekitarnya. Atau terkadang ia selalu bias mengaitkan itu dengan budaya yang terjadi di negara-negara dunia.


Dalam buku ini membahas mengenai pendekatan dengan Tuhan cara Feminin atau bisa dikatakan sebagai sosok wanita. Lalu mengapa Nassarudin seorang maskulin menulis buku yang mendekati feminin dan kenapa terkandung penggalan ayat Al-qur’an didalamnya? Dikarenakan pemikirannya mengenai teks-teks Al-qur’an mengenai kesetaraan gender masih belum jelas atau diperdebatkan.


Narassudin berasumsi bahwa keadilan gender bukanlah berasal dari sumber agama. Namun itu disebabkan oleh pemahaman yang dipengaruhi oleh sosial budaya setiap daerah, terutama Indonesia. Maka dari itu ia ingin meluruskan bahwa perlunya untuk membenarkan adanya kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan.


Perihal isi buku, banyak bab-bab yang dibahas oleh Penulis. Terdapat 5 bab diantaranya:

1. Citra Feminin dan Islam: sebuah perenungan sejarah

2. Dilema seksualitas: antara kungkungan dan kebebasan teologis

3. Gerakan kesetaraan gender: dialektika teologi dan tradisi

4. Kekejaman berbasis gender di Indonesia: sebuah analisis sejarah

5. Diskursus perempuan Indonesia: sebuah pendekatan Teologis.


Di berbagai belahan dunia banyak aturan yang menyangkut anak perempuan.  Di Babilonia anak perempuan sepenuhnya adalah milik sang ayah. Ayahnya berkehendak sesuka hati diantaranya bisa memaksa anaknya untuk prostitusi, atau dalam proses menikah pun, ayahnya akan melakukan lelang terhadapnya. Sungguh miris, jika laki-laki melakukan kekerasan terhadap perempuan maka ia tidak dihukum. Namun, yang dihukum adalah anak perempuan yang dimilikinya untuk menanggung kesalahan itu.


Di India, menganggap bahwa anak perempuan  yang belum menikah adalah milik sang ayah. Namun, jika sudah menikah ia akan menjadi milik suaminya. Jikalau ia meninggal ia akan menjadi budak dalam keluarga suami. Sungguh miris jika melihat perempuan di belahan dunia yang merasakan bahwa mereka kerap kali menderita karena gender yang dimilikinya. 


Dari masalah yang dialami perempuan dibelahan dunia, misalnya saja di negara India dan Babilonia, terlihat bahwa kedudukan perempuan seolah berada dibawah laki-laki. Saat perempuan itu hendak melakukan hal yang ingin dilakukannya selalu saja ia tidak diperbolehkan. Bahkan hanya sekedar untuk mengenyam pendidikan, seolah kondrat nya perempuan hanyalah berada didapur dan memoles diri hanya untuk suami.


Namun, ketika agama islam datang ditengah-tengah permasalahan perempuan yang kerap diinjak-injak, kini membuat derajatnya terangkat. Dalam beberapa ayat Qur’an menjelaskan bahwa kedudukan perempuan sama dengan laki-laki dihadapan Allah. Karena adanya diskriminatif yang dialami perempuan sehingga muncullah gerakan kaum perempuan. Gerakan ini yang dikenal sebagai feminisme. 


Gerakan feminisme yang dilakukan dengan tujuan untuk menghapuskan adanya deskriminasi yang dialaminya. Bahwa perempuan juga ingin merasakan keadilan dender didalam dunia sosial, politik ataupun dalam lingkungan keluarga. 


Syahdan, perihal sampul buku terdapat ilustrasi gambar satu laki-laki dan satu perempuan, yang mana dibawah kaki manusia itu ada akar yang merambat. Kedua sosok itu diibratkan seperti Adam dan Hawa. Yang mana mereka adalah akar mula terbentuknya manusia. Untuk ilustrasi pohon disampingnya anggap saja seperti buah khuldi, dikarenakan kedua manusia itu bisa turun ke bumi karena makan  buah dari pohon tersebut.


Disamping sosok wanita terdapat sepertigambar ular cobra. Yang mana itu seperti menggambarkan iblis yang membuat bisikan hawa untuk melakukan hal yang tidak disukai Allah. Yakni memakan buah khuldi. Lantas kenapa batangnya lebih banyak ke bagian laki-laki? Itu karena semua hal selalu menjadi miliki laki-laki. Sedangkan perempuan untuk ingin memiliki yang lain-lain pun susah.


Jika dikaitkan dengan judul buku, keduanya berhubungan. Antara sampul nya yang membahas awal mula terbentuknya manusia dari segi agama islam, begitupun judulnya yang bisa diartikan sebagai cara mengenai tuhan dari segi feminin bukan maskulinnya. Maksud dari judulnya “Mendekati Tuhan dengan Kualitas Feminin,” menurut saya perlunya cara mengenal tuhan bukan hanya dengan sifat-sifatnya yang tegas, namun dibalik itu ia banyak sekali memiliki sifat-sifat yang kalem, lemah lembut bak sosok perempuan.


Buku ini bisa direkomendasikan untuk semua kalangan masyarakat, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Dari yang sudah bisa membaca dan yang sudah tidak bisa membaca. Banyak ayat Al-qur’an yang disuguhkan penulis sehingga membuat buku ini terkesan sebagai mahakarya yang sempurna. Terlebih Nassarudin juga mengaitkannya dengan budaya sosial masyarakat, yang terjadi diberbagai negara tetangga.


Dikarenakan banyak terdapat banyak ayat Al-qur’an yang digunakan sebagai penguat penulis untuk menuliskan argumennya, sehingga tidak cocok jika dibaca oleh mereka yang beragama non islam.  Setelah membaca buku banyak hal baru yang saya ketahui terkait hal yang di alami perempuan yang ada di berbagai negara.


Penulis : Nassarudin Umar

Penerbit  : PT. Gramedia

Tahun Terbit : 2014

Jumlah halaman: 320 halaman


Resensi Buku Ditulis Oleh Aisyah Nurainy 



Kategori : News


Editor      : ARS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama