Wacana Penambahan OMSP di Draf Revisi UU TNI Dinilai Problematik

JAKARTA, suarapembaharuan.com - Peneliti HAM dan Sektor Keamanan SETARA Institute Ikhsan Yosarie menilai wacana penambahan operasi militer selain perang (OMSP) yang akan dijabat oleh perwira TNI sebagaimana diusulkan dalam draf revisi Undang-undang TNI, sangat problematik. Pasalnya, penambahan OMSP tersebut mencakup isu yang tidak memiliki keterkaitan langsung dengan isu pertahanan, seperti masalah narkotika, hingga ketentuan yang bersifat karet.


Ikhsan Yosarie. Ist

Hal ini disampaikan Ikhsan dalam acara media briefing dan diskusi publik secara daring dari Koalisi Masyarakat Sipil pada Minggu (19/5/2024). Diskusi bertajuk 'RUU TNI akan mengembalikan DwiFungsi ABRI dan Mengancam Demokrasi' merupakan respons atas kabar rencana pembahasan RUU TNI di DPR pada rabu, 21 mei 2024 mendatang.


"Penambahan ruang lingkup OMSP juga sangat problematik karena mencakup isu yang tidak memiliki keterkaitan langsung dengan isu pertahanan, seperti masalah narkotika, hingga ketentuan yang bersifat karet yang menyebutkan melaksanakan tugas lain yang ditetapkan oleh Presiden guna mendukung pembangunan nasional," ujar Ikhsan.


Ikhsan mengatakan, ada upaya dan gerakan mengembalikan peran sosial-politik TNI, termasuk melalui revisi UU TNI di mana draf revisi UU TNI tersebut diusulkan Babinkum TNI, yaitu terkait dengan penambahan jenis OMSP. Menurut dia, ketentuan yang terdapat dalam Pasal 7 ayat (2) undang-undang TNI saat ini saja masih belum memiliki aturan turunan yang detail mengenai OMSP, seperti batasan ruang lingkup, waktu pelaksanaan, akuntabilitas dan transparansi. 


"Wacana penambahan jenis OMSP dalam draft revisi undang-undang TNI menambah pelik problematika tugas TNI dalam OMSP, seperti perubahan diksi dari semula 'membantu' menjadi 'mendukung'," tandas dia.


Lebih lanjut, Ikhsan mengkritik keras perluasan penempatan TNI pada jabatan sipil seperti pada Kementerian koordinator bidang kemaritiman dan investasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, staf presiden, BNPB termasuk pasal karet yang menyatakan kementerian atau lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai kebijakan Presiden.


"Terdapat potensi migrasi perwira tinggi TNI kepada jabatan sipil mengingat luasnya ruang lingkup jabatan ASN yang boleh atau bisa ditempati oleh militer aktif. Selain itu saat ini terdapat regulasi di luar undang-undang TNI yang memberikan peluang bagi TNI untuk menduduki jabatan sipil di luar yang diatur di dalam undang-undang TNI itu sendiri," jelas Ikhsan.


"Minimnya akuntabilitas dan transparansi dalam revisi undang-undang TNI berpotensi melegitimasi regresi reformasi TNI yang telah terjadi serta memperlihatkan keberpihakan pemerintah dan DPR tidak pada reformasi TNI," pungkas Ikhsan.


Kategori : News


Editor      : AHS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama