Firli Bahuri Harus Dibebaskan Berdasarkan Pendapat Para Pakar Hukum

JAKARTA, suarapembaharuan.com – Isu yang menjadi catatan hukum Pergerakan Masyarakat Anti Korupsi (PERMAK) yang melibatkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, belakangan ini kembali mengemuka dan menjadi sorotan publik, terutama setelah adanya dugaan pelanggaran etik dan proses hukum yang menimpanya. 



Meski demikian menurut catatan pemberitaan sejumlah media yang dipantau PERMAK, sejumlah pakar hukum, seperti Yusril Ihza Mahendra, Romli Atmasasmita, dan Achmad Fitrian memberikan pendapat yang mendukung pembebasan Firli Bahuri dari tuduhan yang ada.


Para ahli hukum ini mengemukakan argumen-argumen kuat yang seharusnya menjadi bahan pertimbangan dalam proses hukum yang tengah berjalan.


1. Tidak Ada Bukti yang Cukup


Menurut Yusril Ihza Mahendra, yang merupakan seorang ahli hukum tata negara, tidak ada bukti yang cukup untuk menyatakan bahwa Firli Bahuri bersalah dalam pelanggaran etik atau tindak pidana tertentu. Yusril menekankan pentingnya prinsip dasar hukum yang menyatakan bahwa setiap orang dianggap tidak bersalah sampai ada pembuktian yang sah. Dalam hal ini, Yusril berpendapat bahwa Firli Bahuri berhak atas pembebasan jika tidak ada bukti yang cukup untuk mengonfirmasi keterlibatannya dalam kejahatan atau pelanggaran etik yang dituduhkan.


"Prinsip hukum yang harus dipegang adalah 'in dubio pro reo' atau lebih baik membebaskan orang yang diduga bersalah daripada menghukum seseorang yang sebenarnya tidak bersalah. Tanpa adanya bukti yang sah dan kuat, Firli Bahuri seharusnya tidak dapat dihukum atau diperlakukan secara tidak adil," ujar Yusril dalam salah satu wawancaranya.



2. Sifat Proses Hukum yang Tidak Objektif


Romli Sasmita, pakar hukum pidana, juga menyuarakan pandangan yang serupa. Ia mengkritisi proses hukum yang dirasa tidak objektif dan lebih dipengaruhi oleh tekanan politik daripada murni berdasarkan bukti yang ada. Romli menilai bahwa di balik tuduhan yang ditujukan kepada Firli Bahuri, terdapat kecenderungan politis yang dapat merusak kredibilitas dan independensi lembaga KPK.


"Saya melihat bahwa proses hukum terhadap Firli Bahuri cenderung dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu. Hal ini sangat berbahaya bagi keadilan, karena proses hukum seharusnya tidak boleh dipengaruhi oleh faktor luar, termasuk politik. Tanpa adanya proses yang objektif dan bukti yang jelas, maka Firli harus dibebaskan," tegas Romli.


3. Tuduhan Tidak Berdasarkan pada Standar Etik yang Jelas


Beberapa pakar hukum lainnya juga menilai bahwa tuduhan terhadap Firli Bahuri, yang berhubungan dengan dugaan pelanggaran etik, tidak dapat dibuktikan dengan jelas. Dalam dunia hukum, tuduhan etik harus didasarkan pada pedoman yang jelas dan objektif, dan dalam hal ini, banyak pihak yang meragukan bahwa proses etik yang dijalani Firli Bahuri sudah sesuai dengan prinsip keadilan yang semestinya.



"Berdasarkan pedoman etik yang ada, Firli tidak seharusnya dikenakan sanksi jika tidak ada pelanggaran yang terang benderang. Harus ada bukti yang cukup dan jelas untuk dapat menjatuhkan hukuman etik, bukan hanya berdasarkan asumsi atau prasangka semata," kata Achmad Fitrian, seorang pakar hukum dari Universitas Jayabaya


4. Pentingnya Kepastian Hukum dan Kepercayaan Publik


Kepastian hukum dan keadilan merupakan dua hal yang tak bisa ditawar dalam negara hukum. Jika proses hukum terhadap Firli Bahuri terus berlanjut tanpa dasar hukum yang jelas dan bukti yang kuat, hal ini dapat merusak kepercayaan publik terhadap lembaga negara, terutama KPK yang memiliki tugas mulia dalam pemberantasan korupsi.


"Proses hukum yang transparan dan adil adalah hal yang utama. Jika ada ketidakjelasan dalam proses hukum ini, akan berdampak buruk pada citra KPK dan institusi hukum secara umum," tambah Yusril Ihza Mahendra.


Kesimpulan

Berdasarkan pendapat sejumlah pakar hukum, seperti Yusril Ihza Mahendra dan Romli Sasmita, Firli Bahuri seharusnya dibebaskan dari segala tuduhan yang ada jika tidak ada bukti yang cukup untuk membuktikan kesalahannya. Proses hukum harus berjalan dengan prinsip keadilan yang murni, bebas dari pengaruh politik, dan berdasarkan bukti yang sah. Oleh karena itu, pembebasan Firli Bahuri merupakan langkah yang tepat untuk menjaga keadilan dan integritas sistem hukum di Indonesia.


Ahli hukum pidana Prof. Romli Atmasasmita mempertanyakan langkah penyidik Kepolisian melakukan pemanggilan pemeriksaan terhadap mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Pol (Purn) Firli Bahuri.


Selain Firli sudah pernah berkali-kali memberikan keterangan, pemanggilan tersebut tidak sesuai dengan petunjuk yang diminta Jaksa saat mengembalikan berkas perkara.


"Ngapain Pak Firli dipanggil? Orang petunjuk Jaksa saja belum dilaksanakan. Kan Jaksa minta keterangan saksi, bukan tersangka, kok malah tersangka yang dipanggil? Pak Firli ini kan bukan saksi, (tetapi) tersangka. Ngapain Dipanggil?" kata Prof Romli kepada wartawan, Rabu, 27 November 2024.


Menurutnya, pemanggilan pemeriksaan Firli sebagai tersangka bertentangan dengan petunjuk yang diminta Jaksa. Petunjuk Jaksa sangatlah jelas yakni meminta untuk dilakukan pemeriksaan terhadap sekurang-kurangnya dua saksi yang mendengar, melihat, mengetahui dan mengalami sendiri.


"Kan Firli bukan saksi, jadi ini namanya error in persona, memanggil orang yang salah. Orang yang dipanggil bukan seperti petunjuk Jaksa. Jadi ini musti diluruskan oleh Polda, oleh Bareskrim. Petunjuk Jaksa-nya adalah saksi, bukan tersangka, kenapa tersangka yang dipanggil? Perlu dipertanyakan ke Bareskrim. Kok lain yang diminta, lain yang dijawab. Lain yang minta dipanggil tapi lain yang dipanggil, gimana ceritanya?"ucap Guru Besar Hukum Pidana Univesitas Padjajaran itu.


Sejak penetapan tersangka pada 22 November 2023, penyidik sudah memeriksa 123 orang termasuk Firli Bahuri. Selain itu, berkas perkara sudah bolak-balik empat kali dikembalikan jaksa ke Polda Metro Jaya karena dianggap belum memenuhi syarat materill. Berdasarkan catatan pemberitaan, berkas Firli terakhir dikembalikan pada 2 Februari 2024.


Jadi PERMAK menyimpulkan. Terkait serius ini seperti main-main, orang jadi tersangka sudah lebih dari 30 hari, dihitung-hitung 1 tahun kalau nggak salah, tidak ada langkah (penyidikan) yang benar dan terukur.


"Petunjuk Jaksa benar, kurang bukti karena saksi yang dipanggil bukan saksi yang sesuai dengan KUHAP, saksi yang harus melihat, mendengar, mengalami. Namun sampai sekarang sekarang seperti petunjuk jaksa, tidak ada satu pun saksi ini yang diperiksa. Tapi saksi-saksi yang hanya mendengar katanya-katanya saja," tukasnya.


Sebagaimana diketahui Polisi bakal melakukan pemeriksaan terhadap Firli Bahuri pada Kamis 28 November 2024. Pemeriksaan direncankan dilakukan di Gedung, Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.


Kategori : News


Editor     : AHS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama