Buruh Transportasi Pelabuhan Desak Menteri BUMN Pecat Dirut Pelindo

JAKARTA, suarapembaharuan.com - Elemen-elemen buruh transportasi pelabuhan, yaitu Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI), Serikat Buruh Transportasi Perjuangan Indonesia (SBTPI), menyuarakan aspirasinya terkait sejumlah persoalan di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Direktur Utama (dirut) Pelindo dan para pihak lain yang terkait dianggap bertanggung jawab. Menteri BUMN Erick Thohir pun diharapkan berani memecat Dirut Pelindo. 


Ilustrasi

"Merespons berbagai macam persoalan kami dari KPBI, FBTPI, dan SBTPI, akan melanjutkan perjuangan mendesak Pelindo agar segera melakukan pembenahan secara serius berikan keadilan kepada para buruh sopir dan warga Jakarta Utara. Tuntutan kami, yakni pecat dirut Pelindo, dirut MTI, dan dirut NPCT1. Selain itu, bongkar common gate MTI, serta hapuskan kebijakan gate pass berbayar," kata Ketua Umum KPBI, Ilhamsyah dalam keterangannya.


Ilhamsyah mengatakan pelabuhan Tanjung Priok merupakan salah satu pelabuhan di Indonesia yang menjadi gerbang ekonomi nasional. Pelabuhan Tanjung Priok menjadi pelabuhan tersibuk di Indonesia dengan bentang sejarah yang panjang dan erat kaitannya terhadap perkembangan perdagangan, kolonialisme. Sebelum menjadi Tanjung Priok, pelabuhan ini bernama Sunda Kelapa. Volume aktivitas meningkat dan kapal yang bersandar makin besar, membuat pemerintah kolonial Belanda membangun pelabuhan lebih besar, yaitu Pelabuhan Tanjung Priok.


Pelabuhan Tanjung Priok kian berkembang seiring kemajuan zaman dan Pelindo II dipercaya sebagai salah satu perusahaan BUMN untuk mengelolanya. Namun demikian, kata Ilhamsyah, pada kenyataannya kemajuan tidak serta merta selaras membawa kesejahteraan kepada para buruh, dan masyarakat yang berada disekitar wilayah Pelabuhan Tanjung Priok. 


Beragam persoalan yang timbul justru disebabkan oleh aktivitas Pelabuhan Tanjung Priok yang dikelola oleh Pelindo. Mulai dari persoalan ketenagakerjaan, premanisme dan pungli, kemacetan, bahkan terdapat indikasi terjadi tindak pidana Korupsi dalam pengelolaan perusahan yang notabene sebagai perusahaan milik negara.


"Pada tanggal 11 Februari 2025 yang lalu, FBTPI terlibat dalam pengorganisiran dan aksi massa bersama Keluarga Besar Sopir Indonesia (KB-SI) dalam merespon persoalan biaya masuk pelabuhan (gate pass), pemberantasan pungutan liar dan premanisme, perbaikan sistem operasi pelabuhan, perbaikan dan pengadaan fasilitas serta kemacetan," ucap Ilhamsyah. 


"Masih terang dalam ingatan kita, begitu ramai menjadi perbincangan publik soal kemacetan horor Tanjung Priok. Kejadian ini sebenarnya menjadi permasalahan tradisional yang tidak pernah diselesaikan secara serius oleh Pelindo. Keberadaan Pelabuhan Tanjung Priok kini bukan membawa kabar gembira bagi masyarakat, tetapi membawa kabar duka yang selalu menghantui masyarakat. Pengelolaan yang ugal-ugalan, tidak profesional dan jauh dari azas keadilan bagi seluruh rakyat, terpampang jelas dari pengelolaan kuota container yang seharusnya 2.500 per hari dipaksakan menjadi 7.000 perhari."


Berdasarkan investigasi FBTPI, beberapa keterangan anggota dari Serikat Buruh Transportasi Perjuangan Indonesia (SBTPI) yang bekerja sebagai sopir trailer keluar masuk Pelabuhan Tanjung Priok, Ilhamsyah mengungkapkan kemacetan juga disebabkan oleh beberapafaktor di antaranya jumlah alat yang masih sangat terbatas, sistem sering error dan common Gate MTI tidak efektif penggunaannya.


"Gate MTI yang merupakan common gate, rencananya akan mengatur mobil yang akan menuju ke NPCT1, NPCT2, dan NPCT3 sedangkan sekarang NPCT2 dan NPCT3 belum beroperasi. Di sisi lain, common gate MTPI keberadaannya di dekat jalan raya, sehingga Common Gate MTI menyebabkan kemacetan sampai ke jalan raya," demikian Ilhamsyah.


Kategori : News


Editor      : AHS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama