JAKARTA, suarapembaharuan.com — Perlakuan tidak mengenakkan dialami seorang wanita muda berinisial FD (27) saat hendak melaporkan dugaan serangkaian tindak pidana yang dilakukan oleh seorang oknum prajurit TNI aktif berpangkat Sersan Dua (Serda) berinisial IK. Bukannya mendapat respons sebagaimana mestinya, laporan FD justru ditolak oleh Detasemen Polisi Militer (Denpom) II/4 Palembang.
![]() |
Foto : Bukti luka korban FD atas penganiayaan yang dilakukan oleh seorang prajurit TNI aktif berpangkat Sersan Dua (Serda) berinisial IK (istimewa) |
FD, dengan didampingi bukti-bukti yang telah disiapkannya, mendatangi Madenpom II/4 Palembang pada 14 April 2025 dengan harapan mendapatkan keadilan atas dugaan penganiayaan, pemerasan, penipuan janji nikah, perbuatan asusila, hingga pemaksaan aborsi ilegal yang diduga dilakukan oleh Serda IK, yang diketahui berdinas di Yonzipur 2/SG Kodam II/Sriwijaya.
Sayangnya, harapan FD bertepuk sebelah tangan. Laporan tersebut ditolak oleh Kapten Cpm Stevanus, Dansatlak Idik Denpom II/4 Palembang, dengan alasan korban belum melampirkan visum dari Rumah Sakit.
Padahal, secara prosedural, pelaporan bisa dilakukan terlebih dahulu sebelum visum dilengkapi, sebagai bagian dari proses penyelidikan dan perlindungan awal terhadap korban untuk kemudian dibuatkan surat pengantar untuk visum ke RS yg ditunjuk.
Namun, setelah genap 1 minggu, sejak korban melapor pada tanggal 14 April 2025 di Madenpom II/4 Palembang laporan ditolak dan FD tidak menerima STTL (Surat Tanda Terima Laporan Pengaduan).
Barang Bukti sudah Disiapkan Korban
Dalam keterangannya, FD menyebut telah membawa bukti pendukung saat mendatangi Denpom, antara lain:
a. Foto luka dan memar akibat penganiayaan;
b. Rekaman video bukti kekerasan
c. Saksi-saksi yang melihat dan mendengar kejadian.
"Saya datang ke Denpom sudah membawa semua bukti, ada foto luka dan memar akibat penganiayaan, rekaman video, bahkan saksi-saksi yang melihat dan mendengar langsung kejadiannya," dikutip dari keterangan FD dalam siaran tertulis yang diterima, Senin (21/4/2025).
Namun semua itu belum cukup menurut Kapten Cpm Stevanus, Dansatlak Idik Denpom II/4 Palembang, yang tetap meminta visum terlebih dahulu sebagai prasyarat diterimanya laporan. Sehingga secara kasar korban FD merasa diusir dari Madenpom II/4 Palembang.
Kronologi Kejadian
FD menyatakan sering (lebih dari 15x) mengalami kekerasan fisik dan psikis selama menjalin hubungan asmara dengan Serda IK. Kejadian terakhir disebut terjadi di Cijantung Jakarta, Bangka, dan Palembang pada rentang waktu Februari 2024 hingga Januari 2025.
Dalam pernyataannya, FD menyebut telah dipukul, diseret, dijedotin ke dashboard mobil, dan berkali-kali ditendang, hingga mengalami luka dan trauma emosional mendalam.
“Selama menjalin hubungan, saya mengalami tekanan mental, kekerasan verbal, dan sering kena penganiayaan fisik. Serta Serda IK merekam saat berhubungan intim, dan selalu mengancam akan menyebarkan Video jika FD tidak memberikan sejumlah uang yang diminta. Saya berharap ada keadilan,” ungkap FD.
Dugaan Pemerasan, Penipuan janji nikah, dan Pemaksaan untuk Aborsi Ilegal.
FD juga mengungkap bahwa IK menjanjikan pernikahan, sehingga membuat dirinya bersedia menjalani hubungan intim. Setelah kehamilan terjadi, FD justru dipaksa untuk menggugurkan kandungan secara ilegal tanpa pendampingan medis yang sah. Hal ini diduga melanggar hak-hak korban dan membahayakan keselamatan dirinya.
“Aborsi dilakukan secara diam-diam tanpa dokter, tanpa izin, dan tanpa keselamatan. Saya takut karena di ancam akan disebarkan video dan akan ditinggalkan apabila tidak menggugurkan,” ucap FD.
Pasal-Pasal Hukum yang Diajukan Korban
Dalam laporan yang disiapkan, FD mencantumkan dugaan pelanggaran sebagai berikut:
a. Pasal 378 KUHP – Penipuan;
b. Pasal 289 KUHP – Perbuatan cabul;
c. Pasal 290 KUHP – Persetubuhan karena tipu muslihat;
d. Pasal 346-348 KUHP – Aborsi ilegal; dan
e. Pasal 351 KUHP – Penganiayaan.
f. Pasal 368 KUHP - Pemerasan.
g. Pasal 27 ayat (4) jo Pasal 45 Ayat (4) UU ITE No.19 Tahun 2016. Pemerasan Digital (cyber extortion)
h. UU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) No.12 Tahun 2022 Pasal 14 huruf b. Ancaman menyebarkan konten intim untuk menguasai korban.
Seruan untuk POM TNI AD, Oditur Militer, dan Aparat Penegak Hukum.
FD berharap laporan ini bisa ditindaklanjuti secara adil dan transparan, serta memastikan keselamatan dan perlindungan bagi korban, mengingat potensi intimidasi dari pelaku yang masih aktif berdinas di Yonzipur 2/SG Kodam II/Sriwijaya.
“Saya hanya ingin keadilan dan perlindungan hukum. Jangan biarkan korban kekerasan dipersulit atau dibungkam, karena menurut pengakuan Kapten Cpm Stevanus. Dia berbicara, sebelum saya datang ternyata sebelumnya Imam sudah menghubungi Stevanus duluan dan stevanus bilang imam meminta nomer rekening Stevanus untuk memberi uang tapi stevanus menolaknya," tutup FD.
Dan pada hari ini pihak FD akan mendatangi kantor Puspomad dan Oditur Jenderal TNI di Jakarta untuk meminta keadilan karena perlakuan kasar dan ditolaknya Laporan Masyarakat selaku korban oleh Kapten Cpm Stevanus, Dansatlakidik Denpom II/4 Palembang.
Sementara itu, dikutip dari RRI.co.id Kapendam II Sriwijaya, Kol Inf Eko Siregar, saat dikonfirmasi mengaku telah menerima informasi terkait kabar yang menyebutkan adanya laporan terhadap salah satu oknum prajurit dimaksud. Namun, informasi tersebut masih berupa informasi awal dan masih akan didalami.
"Baru informasi, masih didalami hoax apa bukan," jelas Kapendam singkat.
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar