Narasi ‘Indonesia Gelap’ Terbukti Menyesatkan

JAKARTA, suarapembaharuan.com – Di tengah dinamika global dan tantangan ekonomi nasional, narasi pesimistik bertajuk “Indonesia Gelap” dinilai sebagai bentuk provokasi yang menyesatkan dan berpotensi memecah belah bangsa. 


Ilustrasi

Sejumlah tokoh nasional menegaskan pentingnya membangun optimisme kolektif sebagai kekuatan utama dalam menghadapi berbagai tantangan kebangsaan.


Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dr. KH. Marsudi Syuhud, MM, menyampaikan bahwa masyarakat harus cerdas dalam menyikapi berbagai narasi yang beredar di ruang publik. 


Ia menekankan bahwa ajaran agama mengajarkan umat untuk saling menguatkan, bukan saling menyalahkan. Menurutnya, narasi pesimisme seperti “Indonesia Gelap” justru menghambat semangat gotong royong dan pembangunan.


“Masyarakat harus bijak. Keinginan manusia memang tidak terbatas, namun kemampuan dan anggaran negara tentu terbatas. Di sinilah pentingnya keseimbangan antara keinginan dan kenyataan,” ujar KH. Marsudi 


Lebih lanjut, ia mengapresiasi sikap transparan pemerintah dalam menyampaikan tantangan serta strategi pembangunan ke depan. Ia menilai Presiden Prabowo Subianto telah menunjukkan komitmen kuat terhadap optimisme nasional dengan pendekatan yang realistis namun penuh harapan.


“Pemerintah sudah terbuka, menjelaskan tantangan dan strategi secara jujur. Jangan sampai kita terpancing narasi negatif yang hanya menumbuhkan rasa takut dan perpecahan,” lanjutnya. 


Ia juga mengingatkan pentingnya bersyukur dalam keterbatasan, demi menemukan solusi bersama.


Senada, Pakar Komunikasi Politik Universitas Indonesia, Dr. Aditya Perdana, menekankan pentingnya menjaga keutuhan bangsa melalui sinergi yang kuat antara masyarakat dan pemerintah. Ia menyebut keberhasilan Presiden Prabowo dalam merangkul kekuatan politik nasional sebagai fondasi untuk menciptakan pemerintahan yang inklusif dan stabil.


“Presiden Prabowo telah menunjukkan sikap terbuka terhadap kritik. Ini mencerminkan demokrasi yang sehat. Justru yang diperlukan saat ini adalah komunikasi jujur agar masyarakat tidak kecewa oleh ekspektasi yang terlalu tinggi,” jelas Aditya.


Ia juga mengingatkan bahwa kekompakan nasional saat menghadapi pandemi Covid-19 patut dijadikan contoh. Kala itu, kerja sama antara pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat mampu menghasilkan kebijakan yang efektif.


“Kita butuh kembali ke semangat seperti saat pandemi: gotong royong, komunikasi intensif, dan rasa saling percaya. Para kiai dari pusat hingga kampung saling bahu-membahu,” kenang KH. Marsudi.


Para tokoh sepakat bahwa kritik tetap diperlukan dalam demokrasi, namun harus disampaikan secara konstruktif dan tidak bersifat memecah belah. Semangat optimisme, persatuan, dan tanggung jawab bersama dinilai sebagai kunci menuju masa depan Indonesia yang lebih cerah dan sejahtera.


Kategori : News


Editor      : AHS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama