Oleh H. Imam Nur Suharno, SPd, SPdI, MPdI
Kepala Divisi Humas dan Dakwah Pesantren Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat
Kaum Muslimin akan kembali merayakan Hari Raya Idul Adha atau Idul Kurban. Momentum ini semestinya dijadikan sebagai sarana evaluasi sejauhmana nilai-nilai ibadah kurban ditransformasikan dalam kehidupan masyarakat hingga dalam kehidupan berbangsa.
![]() |
Oleh H. Imam Nur Suharno, SPd, SPdI, MPdI |
Semangat berkurban ini hendaknya menjadi spirit kolektif dalam membangun bangsa dan negara. Siapapun dan apapun profesinya, seluruh elemen bangsa harus tetap semangat berkurban dengan melepaskan egonya dan siap bersinergi serta berkolaborasi dalam mengelola bangsa.
Sebagai penggiat media cetak, elektronik dan sejenisnya, maka berkurban dengan menyajikan informasi dan berita yang menyejukkan (bukan profokatif) dan dapat dipertanggungjawabkan (bukan hoax).
Seorang pengusaha, berkurban dengan bisnis yang halal dan memberikan hak kepada karyawan sebelum keringatnya mengering. Sebagai orang yang berpunya (kaya), berkurban dengan banyak berderma.
Sebagai orang tua, berkurban dengan menjadikan keluarga sebagai ladang penyiapan generasi yang berakhlakul karimah. Sebagai anak, berkurban dengan berbakti kepada orang tua, membahagiakan, dan menjaga nama baik keluarga.
Sebagai guru, berkurban dengan mengerahkan seluruh potensi untuk membentuk siswa yang cerdas secara intelektual, emosional, dan spiritual. Sebagai siswa, berkurban dengan mengerahkan seluruh potensi untuk menyerap ilmu dan mengamalkan, berbakti kepada guru, menjaga nama baik almamater, dan mempersiapkan diri untuk turut dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sebagai pemimpin, berkurban dengan memberikan hak dan tidak menelantarkan rakyatnya, dan akan bekerja keras untuk mengantarkan kepada kehidupan masyarakat menjadi lebih baik dan sejahtera.
Sebagai rakyat, berkurban dengan mengerahkan kemampuan untuk mendukung setiap program dan kebijakan yang berorientasi untuk kemaslahatan rakyat, dan akan mengingatkan terhadap segala bentuk penyimpangan.
Sebagai politisi (anggota legislatif), berkurban dengan memeras pikiran dan tenaga untuk kemaslahatan rakyat yang memberi mandat, bukan memanfaatkan untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan golongannya.
Sebagai pejabat, berkurban dengan memberikan pelayanan prima, bukan malah memanfaatkan untuk memperkaya diri dengan meminta imbalan, padahal telah digaji oleh negara yang berasal dari uang rakyat.
Sebagai apapun kita, berkurban untuk memberikan manfaat kehidupan yang lebih besar kepada umat, bangsa, dan negara. Puncak kebaikan itu manakala seseorang mampu memberikan manfaat seluas-luasnya untuk kepentingan umat.
Selain itu, setiap orang akan mempertanggungjawabkan atas apa yang dilakukan. Tanggung jawab didefinisikan sebagai sikap dan perilaku seseorang untuk memenuhi tugas dan kewajiban terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, negara, dan Allah SWT. Pada intinya, tanggung jawab bisa dijadikan tolok ukur sikap dan perilaku seorang individu dalam melaksanakan kewajibannya.
Di dalam Alquran, ada beberapa ayat yang menegaskan tentang tanggung jawab yang harus dipertanggungjawabkan. “Setiap orang bertanggungjawab atas apa yang telah dilakukannya.” (QS Al-Muddassir Ayat 38).
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS Al-Isra Ayat 36).
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS An-Nahl ayat 90).
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahrim ayat 6).
Hikmah Berkurban
Kurban pada hakikatnya tidak sekedar mengalirkan darah binatang sembelihan, tidak sekedar memotong hewan kurban. Namun, lebih dari itu, berkurban berarti sebuah ketundukan seorang hamba secara totalitas terhadap perintah Allah dan sikap menghindar dari segala hal yang dilarang-Nya.
Ada banyak hikmah dalam ibadah kurban. Pertama, setiap helai bulu hewan kurban akan dibalas satu kebaikan. Rasulullah SAW bersabda, ”Setiap satu helai rambut hewan kurban adalah satu kebaikan.” Lalu, sahabat bertanya, ”Kalau bulu-bulunya?” Beliau menjawab, ”Setiap helai bulunya juga satu kebaikan.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).
Kedua, sebagai ibadah yang paling dicintai oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, ”Tidak ada amalan anak cucu Adam pada Hari Raya Idul Kurban yang lebih dicintai Allah melebihi dari mengucurkan darah (berkurban), sesungguhnya pada hari kiamat nanti hewan-hewan itu akan datang lengkap dengan tanduk-tanduknya, kuku-kukunya, dan bulu-bulunya. Sesungguhnya darahnya akan sampai kepada Allah –sebagai kurban—di manapun hewan itu disembelih sebelum darahnya sampai ke tanah, maka ikhlaskanlah menyembelihnya.” (HR Ibnu Majah dan Tirmidzi).
Ketiga, sebagai ciri keislaman seseorang. Rasul SAW bersabda, ”Barang siapa yang mendapati dirinya dalam kelapangan, lalu ia tidak mau berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat id kami.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).
Keempat, sebagai syiar Islam. ”Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).” (QS al-Hajj [22]: 34).
Kelima, mengenang ujian kecintaan Allah kepada Nabi Ibrahim (QS ash-Shaffat [37]: 102-107). Dan, keenam, sebagai misi kepedulian kepada sesama. Dalam hal ini Rasul SAW bersabda, ”Hari Raya Kurban adalah hari untuk makan, minum, dan dzikir kepada Allah SWT.” (HR Muslim).
Jika nilai-nilai ibadah kurban ini ditransformasikan dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara maka akan dapat mengantarkan kepada kehidupan yang lebih baik. Wallahu a’lam.
Kategori : Opini
Editor ARS
Posting Komentar