IAW: Kemenhub Gagal Kelola Proyek INA-24, Negara Rugi, Utang Jalan Terus

 JAKARTA, suarapembaharuan.com – Proyek strategis Development and Improvement of Indonesian Aids to Navigation (INA-24) senilai Rp1,3 triliun, yang dibiayai pinjaman Korea Selatan, terbukti gagal mencapai target. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dinilai lalai dalam pelaksanaan, mengakibatkan pemborosan anggaran dan potensi kerugian negara.


Iskandar Sitorus. Ist

Berdasarkan investigasi Indonesian Audit Watch (IAW), proyek INA-24 yang seharusnya meningkatkan keselamatan pelayaran melalui pembangunan mercusuar, radar AIS, dan sistem navigasi terintegrasi, justru mandek sejak 2016.


Padahal, Indonesia telah menerima pinjaman USD 95,53 juta (Rp1,3 triliun) dari Economic Development Cooperation Fund (EDCF) Korea dengan bunga 0,15% per tahun dan jangka waktu pelunasan 40 tahun.


"Proyek ini terhambat oleh cuaca ekstrem, kinerja kontraktor buruk, keterlambatan pengadaan, dan masalah pembebasan lahan," ungkap laporan internal Kemenhub yang diperoleh IAW sebagaimana dikatakan Iskandar Sitorus dari IAW di Jakarta, Kamis (12/6/2025).


BPK Belum Audit, Transparansi Dipertanyakan


Yang lebih memprihatinkan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) belum melakukan audit khusus terhadap proyek ini. Sementara itu, temuan dari laporan Kemenhub dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mengungkap:


1. Pelaporan tidak lengkap, termasuk ketiadaan laporan triwulanan sesuai perjanjian pinjaman. 2. Risiko aset tidak selesai, meski dana telah dicairkan. 3. Potensi pelanggaran UU Keuangan Negara karena minimnya akuntabilitas.


Kemenhub Bungkam, DPR Diminta Turun Tangan.


Hingga kini, Kemenhub belum memberikan penjelasan resmi terkait keterlambatan proyek. Sementara itu, Kementerian Keuangan juga belum mempublikasikan skema pembayaran utang kepada publik.


IAW mendesak: 1. BPK segera audit proyek INA-24. 2. Kemenhub buka data progres proyek ke publik. 3. Evaluasi kontraktor dan pejabat yang lalai. 4. Transparansi dokumen pinjaman di situs resmi pemerintah.


Jika tidak ada perbaikan, Indonesia akan terus menanggung cicilan utang hingga 40 tahun ke depan tanpa hasil nyata. "Ini bukan drama Korea, tapi drama keuangan negara yang merugikan rakyat," tegas Iskandar Sitorus. (Ril)


Kategori : News


Editor      : AHS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama