Oleh: Iskandar Sitorus, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW)
Ada dua kubu dalam hukum kita yaitu rakyat yang mencuri singkong langsung ditangkap, dan konglomerat yang merampok tanah negara malah disambut karpet merah.
![]() |
Iskandar Sitorus, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW). Ist |
Itulah yang sedang terjadi di Sumatera Utara.
Ketika Menteri ATR/BPN Nusron Wahid sudah terang-terangan menyatakan bahwa tanah eks-HGU PTPN II adalah tanah negara bebas, justru Citraland dan kroni BUMN seperti PTPN II dan anak usahanya PT PEN2 makin galak membangun pagar, menjual rumah, dan mengangkangi ribuan hektare lahan yang seharusnya jadi bagian dari reforma agraria rakyat.
Lalu di mana polisi?
Di mana jaksa?
Mati suri. Tak ada tanda-tanda kehidupan hukum di sana.
*Kalau bukan Kejagung dan Kapolri, siapa lagi? Masa ke Hansip?*
Tak ada gunanya berharap pada institusi lokal yang sudah seperti “dekorasi hukum.” Aparat di Sumut seolah telah menyerah atau disandera kepentingan.
Kejaksaan Agung dan Kapolri tak bisa terus diam. Jika pusat hukum negara tak bergerak, maka legitimasi negara akan hancur oleh ketamakan swasta dan kelumpuhan daerah.
Apakah negara kalah melawan perusahaan real estate?
*Audit bicara, fakta lelanjang*:
1. Rp29–Rp40 triliun area tanah yang tak dihapus dari neraca Kemenkeu.
2. Rp8,27 miliar success fee tanpa kontrak, terindikasi gratifikasi.
3. Rp3,4 triliun per tahun skema bagi hasil yang berat sebelah.
4. Total potensi nilai pasar tanah 5.000 hektare dikisaran Rp4.711 (empat ribu tujuh ratus sebelas) triliun.
Bayangkan itu jika diberikan ke rakyat. Tapi hari ini? Justru dijual ke kalangan atas sambil polisi dan jaksa berdiri menonton.
*Tegakkan pasal, jangan bungkam!*
Di negara kita peraturan itu ada, yang tidak ada adalah kemauan untuk menerapkannya:
1. UU Tipikor pasal 2, 3, dan 18: Ada penyalahgunaan wewenang, perbuatan memperkaya diri, dan wajib sita hasil kejahatan.
2. KUHP Pasal 55 sebut semua yang terlibat ikut bertanggung jawab.
3. UUPA dan PP 18/2021 katakan bahwa tanah ex-HGU yang tak diperpanjang kembali otomatis menjadi tanah negara.
*Sindiran terbuka*
“Kalau aparat hukum sudah tahu tapi tetap diam, maka mereka bukan hanya lalai, tetapi sah ikut serta dalam penghilangan aset negara.”
“Jika jaksa dan polisi daerah membisu, maka panggil yang di pusat untuk bicara.”
*Tuntutan rakyat*
1. Kejaksaan Agung dan Kapolri ambil alih kasus mafia tanah Citraland–PTPN II.
2. Penyitaan aset proyek perumahan di atas tanah negara.
3. Penelusuran aliran dana ke pejabat yang sudah ‘terbeli’.
Penutup
Negara ini sedang diuji.
Apakah hukum masih hidup, atau sekadar dekorasi mewah di gedung-gedung kejaksaan dan kantor polisi?
Dan khusus untuk Kejaksaan Agung:
Tentukan pilihan. Gunakan kekuasaan hukum, atau izinkan negeri ini dikencingi oleh para mafia tanah.
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar