Link Banner

IAW: Kejagung dan KPK Harus Segara Bongkar Tuntas Kasus Chromebook dan Cloud

JAKARTA, suarapembaharuan.com – Kasus pengadaan Chromebook dan layanan Google Cloud Platform (GCP) di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) era Nadiem Makarim semakin panas. Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini bergerak bersama mengungkap modus korupsi yang melibatkan korporasi teknologi global.


Iskandar Sitorus, Sekretaris Pendiri IAW. Ist

Kejagung telah menemukan indikasi pelanggaran dalam pengadaan Chromebook senilai Rp1,98 triliun. Sementara itu, KPK menyelidiki kontrak layanan Google Cloud yang bernilai Rp250 miliar per tahun.


Langkah KPK ini bukan sekadar pelengkap. Mereka telah memeriksa belasan saksi, sementara Kejagung menemukan bukti markup harga dan pengadaan yang tidak transparan.


BPK Ungkap Penyimpangan Sistemik


Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap fakta mengejutkan: Harga fluktuatif tanpa dasar teknis. Spesifikasi dikunci untuk vendor tertentu (Datascrip). 685 ribu unit Chromebook menganggur (28%). Tidak ada evaluasi pascauji coba


"Artinya, proyek ini bukan hanya gagal, tetapi juga merugikan negara secara sistematis," kata Iskandar Sitorus, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) di Jakarta, Jumat (18/7/2025).


Dimensi Hukum: Dari Korupsi hingga Ancaman Kedaulatan Data


Kasus ini melanggar sejumlah undang-undang, antara lain: 1. UU Tipikor – Penyalahgunaan wewenang untuk keuntungan vendor tertentu.

2. UU Pengadaan Barang/Jasa – Spesifikasi teknis yang tertutup dan tidak kompetitif.

3. UU Perlindungan Data Pribadi – Data siswa disimpan di cloud asing tanpa perlindungan hukum. 4. UU Keuangan Negara– Pemborosan APBN akibat pengadaan tidak efisien.


Menurut IAW, Kejagung harus fokus pada pengadaan fisik Chromebook, sementara KPK menyelidiki aliran dana dan pengaruh korporasi dalam kebijakan negara. Jika disinergikan, kasus ini bisa mengungkap jaringan korupsi yang melibatkan aktor lokal dan korporasi multinasional.


Rekomendasi IAW: Selamatkan Data Anak Bangsa


Karenanya, Indonesian Audit Watch (IAW) mendesak: 1. Audit gabungan Kejagung-KPK atas seluruh proyek. 2. Permintaan data kontrak GCP melalui jalur hukum internasional. 3. Pemeriksaan oleh BSSN & Kominfo terkait keamanan data pelajar. 4. Hearing DPR untuk memanggil Google Indonesia dan Datascrip. 5. Perkuat UU PDP agar data pendidikan tidak disimpan di luar negeri.


"Kasus ini bukan sekadar markup, tapi tentang kedaulatan digital,” tegas Iskandar Sitorus. “Kita harus pastikan kebijakan pendidikan tidak dikendalikan korporasi asing.”


Kini, sorotan tertuju pada Nadiem Makarim dan pihak terkait. Pertanyaannya, akankah Kejagung dan KPK berani menjerat para pelaku hingga ke akar-akarnya?


Kategori : News


Editor      : AHS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama