Link Banner

IAW Minta Prabowo Fokus Dorong Perhutani Tertibkan Sawit di Hutan dan Agrinas Fokus Sawit di Luar Kawasan Hutan

JAKARTA, suarapembaharuan.com– Pemerintah dihadapkan pada dilema serius dalam menentukan pihak yang akan mengelola jutaan hektar kawasan hutan yang sebelumnya dikuasai secara ilegal oleh korporasi sawit. Pasca-diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Satgas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH), muncul pertanyaan kritis: siapa yang paling tepat diberi mandat mengelola aset negara tersebut?


Repro Google

Dua nama mengemuka: Perum Perhutani,  BUMN kehutanan yang telah puluhan tahun berpengalaman, dan PT Agrinas Palma Nusantara, BUMN baru yang disebut-sebut sebagai mitra Satgas PKH namun dipertanyakan legalitas dan kapabilitasnya.


Menurut Iskandar Sitorus, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) dari aspek hukum: Perhutani lebih sah. Karena, Perhutani memiliki dasar hukum kuat, diatur dalam UU No. 41/1999 tentang Kehutanan dan PP No. 72/2010, dengan izin konsesi yang jelas. Sementara itu, PT Agrinas baru berdiri tahun 2025 dan tidak memiliki izin kehutanan, hanya bergerak di industri sawit berdasarkan KBLI.


"Jika Agrinas dipaksakan, legalitasnya bisa digugat melalui judicial review," tegas Iskandar Sitorus di Jakarta, Senin (14/7/2025). 


Kapabilitas: Perhutani Lebih Siap


Perhutani memiliki ribuan polisi hutan, teknisi bersertifikat, dan sistem pemantauan berbasis satelit. Mereka juga memiliki pengalaman menangani konflik tenurial dan illegal logging.


Sementara itu, Agrinas belum memiliki pengalaman mengelola hutan, bahkan sempat dilaporkan bermasalah dalam restrukturisasi internal, bertentangan dengan aturan BUMN.


Penggunaan Perhutani dinilai lebih hemat karena infrastruktur dan SDM-nya sudah ada. Sebaliknya, Agrinas membutuhkan dana besar untuk membangun sistem dari nol, dengan risiko pemborosan hingga Rp1-2 triliun di tahun pertama.


"Belum ada laporan audit keuangan Agrinas yang transparan, termasuk soal pengelolaan hasil panen sawit yang disita Satgas PKH," ungkap Sitorus.


Tiga Bahaya Jika Agrinas Dipaksakan


1. Bahaya Hukum: Penunjukan Agrinas bisa melanggar UU Kehutanan dan memicu konflik dengan masyarakat adat. 2. Bahaya Fiskal: Potensi kebocoran anggaran besar. 3. Bahaya Reputasi: Dunia internasional bisa mencibir jika hutan diserahkan ke BUMN tanpa pengalaman.



Karena itu, ada beberapa rekomendasi Indonesian Audit Watch (IAW) yang mendesak pemerintah untuk: 1. Serahkan pengelolaan kepada Perhutani yang sudah mapan. 2. Batasi Agrinas hanya untuk perkebunan sawit legal di luar kawasan hutan. 3. BPK dan BPKP harus mengawasi ketat aliran dana dan aset hasil penertiban. 4. Libatkan masyarakat adat dan petani kecil dalam skema perhutanan sosial.


"Ini bukan proyek percobaan. Negara butuh solusi yang sah, efisien, dan minim risiko," tegas Sitorus.


Kategori : News


Editor      : AHS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama