JF3 Fashion Festival 2025: 3 Desainer Korea Tampilkan Karya Sarat Cerita

JAKARTA, suarapembaharuan.com — JF3 Fashion Festival 2025 menjadi saksi kolaborasi artistik yang mempertemukan tiga desainer Korea papan atas dengan panggung Indonesia yang menampilkan karya sarat cerita dengan warisan budaya. Berlokasi di Gafoy La Piazza, Summarecon Mall Kelapa Gading, menjadi panggung seni yang memesona saat tiga desainer kenamaan Korea Selatan menampilkan koleksi eksklusif mereka pada Sabtu (26/7/2025).



Choi Chung-hoon (DOUCAN), Junebok Rhee (RE RHEE), dan Baek Juhee (REONVE) masing-masing menghadirkan koleksi penuh makna yang mencerminkan kekuatan narasi personal, budaya, serta keberlanjutan.


Namun sebelum panggung dibuka, momen penting terjadi penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Busan Fashion Week (Korea Selatan) dan JF3 Fashion Festival (Indonesia), yang menandai komitmen bersama untuk mempererat kolaborasi industri fashion kedua negara.


Dalam MoU ini disepakati bahwa tiga desainer terbaik dari masing-masing negara akan mendapatkan akses eksklusif untuk tampil di panggung fashion negara mitra setiap tahunnya menjadi jembatan lintas budaya yang berkelanjutan di kancah mode Asia.



DOUCAN - “Rekonstruksi Memori” oleh Choi Chung-hoon: Ketika Masa Lalu Menyatu dalam Estetika Fantasi Modern


Desainer Choi Chung-hoon membuka pertunjukan dengan koleksi bertema "Rekonstruksi Memori", sebuah ode artistik terhadap perjalanan kreatifnya sejak mendirikan DOUCAN. Koleksi ini menghadirkan siluet elegan dengan motif etnik berwarna emas dan merah, disusun dari cetakan tangan yang memukau serta tassel dari wig daur ulang yang memberikan kesan dramatis dan teatrikal.


“Setiap potongan adalah bagian dari ingatan saya,” ungkap Choi. “Saya menggambar motif-motif ini sendiri. Kali ini, saya juga terinspirasi oleh keindahan batik Indonesia.”



Koleksi DOUCAN menjadi simbol tentang bagaimana memori berkembang seperti organisme hidup. DOUCAN tidak hanya menampilkan busana, tetapi juga menghidupkan cerita melalui kolaborasi dengan teknologi avatar 3D dan musik dari komposer K-pop ternama.


Karya ini sekaligus menjadi representasi komitmen terhadap fashion berkelanjutan, dengan memanfaatkan bahan daur ulang sebagai elemen utama dalam desain.


RE RHEE - “This Appearance; Disappearance” oleh Junebok Rhee: Membingkai Ketidakkekalan dengan Elegansi Minimalis


Koleksi RE RHEE tampil sebagai refleksi filosofis akan sifat sementara dari tren mode dan eksistensi manusia. Melalui siluet terstruktur dan elemen visual yang menghilang perlahan seperti kain transparan dan cetakan buram Junebok Rhee menciptakan pengalaman visual yang meditatif namun menggugah.



“This Appearance; Disappearance bukan hanya koleksi, tapi kontemplasi,” ujar Junebok. “Ia mencerminkan bagaimana penampilan bisa seketika menghilang, dan esensi bisa hadir justru dalam kekosongan.”


Disusun dalam 20 tampilan, koleksi ini juga menegaskan komitmen RE RHEE terhadap keberlanjutan, baik dari material ramah lingkungan maupun desain abadi yang menolak tren musiman.


Suasana pertunjukan semakin mendalam berkat kolaborasi dengan komposer Super-Changddai dan studio seni media AHAcollective yang memvisualkan makna ‘menghilang’ dalam instalasi artistik.



REONVE - “Whispers of Heritage” oleh Baek Juhee: Bisikan Tradisi dalam Gaun Masa Kini


Menutup malam dengan kesan yang mendalam, koleksi “Whispers of Heritage” karya Baek Juhee dari REONVE menyuarakan dialog indah antara warisan dan modernitas. Mengangkat elemen hanbok tradisional dan mengolahnya dalam gaya kontemporer, koleksi ini menjadi angin segar bagi penikmat fashion bernuansa budaya.


Siluet mengalir, bordir tiga dimensi, dan motif minhwa (lukisan rakyat Korea) berpadu dalam komposisi penuh kelembutan. Setiap busana dibuat secara handmade oleh pengrajin lokal Korea dan diproduksi secara terbatas menggunakan sutra ramah lingkungan hasil kolaborasi dengan perusahaan keluarga Seonyoung Judan.


“Bagi saya, busana adalah bentuk warisan hidup,” ujar Juhee. “REONVE menyatukan seni tekstil Korea dengan kebutuhan wanita modern—berkualitas tinggi, nyaman, namun sarat makna.”


Semua potongan dari koleksi ini tersedia untuk pembelian langsung di lokasi, memberikan kesempatan eksklusif bagi pencinta fashion Tanah Air untuk memiliki karya dengan nilai budaya tinggi.


Kehadiran tiga desainer Korea ini bukan hanya menambah keragaman dalam peta mode Indonesia, tetapi juga menandai langkah besar dalam diplomasi kreatif antar negara melalui busana. MoU antara Busan Fashion Week dan JF3 menjadi titik awal dari sinergi yang menjanjikan di mana kreativitas lintas budaya bisa saling memperkaya, bukan hanya dalam bentuk pakaian, tetapi dalam narasi dan nilai yang mereka bawa ke panggung dunia. 


Hartono Gan Tampilkan Karya “Tailored for You” 


Desainer Hartono Gan  menampilkan “Tailored for You” yang mencerminkan narasi yang personal sekaligus universal. Lewat tailoring presisi, potongan jas struktural, dan garis desain yang tajam, Hartono menghidupkan sisi maskulin perempuan tegas, penuh kendali, dan berwibawa. Namun, tak berhenti di sana. Gaun-gaun yang lembut, jatuh alami mengikuti lekuk tubuh, hadir sebagai kontra namun juga pelengkap menghadirkan pesona feminin yang tenang, sensual, dan emosional.


“Saya selalu percaya bahwa perempuan tidak harus memilih antara menjadi kuat atau lembut. Mereka bisa jadi keduanya—dan koleksi ini adalah manifestasi dari pemikiran itu,” ujar Hartono Gan.


Busana sebagai Media Pemberdayaan


Lebih dari sekadar soal bentuk, “Tailored for You” mengusung misi yang lebih dalam: merayakan individualitas dan memberdayakan pemakainya. Hartono percaya bahwa pakaian dapat menjadi alat transformasi emosional—cara untuk merasa percaya diri, kuat, dan utuh dalam versi terbaik diri sendiri.


“Bagi saya, fashion bukan hanya soal penampilan luar. Ini tentang bagaimana busana bisa membuat seseorang merasa terhadap dirinya sendiri. Salah satu cara paling sederhana untuk memberdayakan perempuan adalah lewat pakaian yang membuat mereka merasa berdaya,” jelasnya.


Koleksi pria dalam lini ini pun tak kalah mencuri perhatian. Hartono memainkan juxtaposition yang menarik mengambil bahan-bahan yang biasanya diasosiasikan dengan busana couture perempuan, seperti silk faille dan silk gazar, lalu mengolahnya menjadi potongan tailoring klasik pria. Hasilnya adalah harmoni antara kekakuan maskulin dan kemewahan feminin yang memukau secara visual dan emosional.


Kategori : News


Editor      : AHS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama