JAKARTA, suarapembaharuan.com - Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menilai pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2024 belum sepenuhnya mencapai sasaran strategis pembangunan, meskipun mencatat sejumlah capaian positif.
![]() |
Rapat Paripurna DPR RI ke-23 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2024–2025, saat menyampaikan pandangan fraksi terhadap RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun 2024. ist |
Hal ini disampaikan anggota DPR RI Fraksi PKB, dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-23 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2024–2025, saat menyampaikan pandangan fraksi terhadap RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun 2024.
Indrajaya menyebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 yang sebesar 5,03 persen belum memenuhi target APBN sebesar 5,2 persen.
Menurutnya, kegagalan mencapai target ini mencerminkan lemahnya daya beli masyarakat meskipun pemerintah telah mengucurkan bantuan sosial dalam jumlah besar.
“Angka ini tidak impresif. Padahal bantuan sosial yang dikeluarkan pada tahun 2024 mencapai Rp455,9 triliun, naik 4,5 persen dari tahun sebelumnya. Artinya, stimulus fiskal belum mampu mendorong konsumsi rumah tangga secara optimal,” ujarnya di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (8/7/2025).
Selain itu, PKB menyoroti pelemahan nilai tukar rupiah yang pada 2024 tercatat sebesar Rp15.847 per dolar AS, jauh di atas asumsi APBN sebesar Rp15.000.
Indrajaya menilai kondisi ini dipicu oleh defisit neraca berjalan dan dinamika global yang belum stabil.
“Kami mendorong pemerintah untuk menjadikan realisasi 2024 ini sebagai lesson learned bagi kinerja tahun 2025,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya kesiapan Indonesia dalam menghadapi unipolaritas global dan dampak konflik internasional terhadap rantai pasok dan nilai tukar.
Mengenai ketenagakerjaan, Indrajaya mengapresiasi penurunan tingkat pengangguran terbuka menjadi 4,91 persen. Namun menurutnya, penurunan itu tidak serta merta mencerminkan kualitas pekerjaan.
"Masih 57,95 persen dari total pekerja kita berada di sektor informal,” jelasnya.
Ia mendorong pemerintah untuk menarik lebih banyak investasi padat karya, khususnya pada sektor hilirisasi, pertanian, kehutanan, dan kelautan.
“Kita harus buka lebih banyak lapangan kerja formal yang menyerap angkatan kerja lokal,” ujarnya.
Dari sisi penerimaan negara, PKB mengapresiasi realisasi pendapatan sebesar Rp2.850,6 triliun atau 101,72 persen dari target. Namun, hal itu masih diperlukan upaya lebih besar agar rasio pajak terhadap PDB bisa tumbuh lebih tinggi.
Ia juga mengkritik masih banyaknya piutang perpajakan yang diragukan. Ada piutang pajak yang macet hingga Rp30,6 triliun, dan piutang yang diragukan sebesar Rp21,78 triliun.
"Ini menunjukkan masalah tata kelola perpajakan yang harus segera diperbaiki,” tegasnya.
Terkait belanja negara, Fraksi PKB menilai bahwa realisasi sebesar Rp 3.359,7 triliun belum sepenuhnya optimal. Baik belanja kementerian/lembaga maupun transfer ke daerah belum tentu berdampak signifikan terhadap penurunan kemiskinan atau peningkatan nilai tukar nelayan.
Ia juga mengangkat soal sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) tahun 2024 yang mencapai Rp45,73 triliun.
“Silpa yang tinggi ini mengindikasikan adanya overfinancing. Multiplier effect dari pinjaman tidak optimal, tapi bunga tetap harus dibayar,” ujarnya.
Meski demikian, Fraksi PKB mengapresiasi pemerintah atas raihan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK untuk kesembilan kalinya sejak 2016. Hal ini pencapaian yang patut diapresiasi. Tapi harus dibarengi dengan pembenahan di lapangan agar tidak hanya berhenti di atas kertas.
Kategori : News
Editor : RAS
Posting Komentar