Lee Man Hee: Perdamaian Tak Lahir dari Kesombongan Intelektual

CHEONGJU, Korea Selatan, suarapembaharuan.com - Perdamaian tidak dapat lahir dari kesombongan intelektual ataupun klaim sepihak tentang kebenaran. Orang yang benar-benar bijak tidak terburu-buru menuduh atau merendahkan, melainkan mendengarkan, memeriksa, dan berbicara dengan hati-hati. 



“Untuk mengetahui mana yang benar, kita perlu menguji segala sesuatu dengan kasih dan kerendahan hati.”


Demikian disampaikan Lee man Hee, Chairman of Heavenly Culture, World Peace, Restoration of Light (HWPL) pada acara “11 th Anniversary of the September 18  HWPL World Peace Summit” di Cheongju Training Center, Provinsi Chungceong Utara, Korea Selatan (sekitar 130 meter dari Kota Seoul, Ibukota Korsel), Kamis (18/9).


Di tengah dunia modern yang serba cepat, manusia sering terjebak pada kebanggaan teknologi dan ilmu pengetahuan. “Kita bisa menerbangkan besi di langit, menghubungkan benua dengan sekejap, bahkan menjelajahi ruang angkasa. Namun, semua pencapaian itu tidak akan berarti bila hati manusia tetap dipenuhi kebencian. Ilmu pengetahuan bisa menembus batas bumi, tetapi hanya hati yang penuh kasih yang dapat membawa perdamaian sejati,” katanya.


Dikatakan, mewujudkan perdamaian bukanlah tugas yang bisa ditunda kepada generasi mendatang. “Kita, yang hidup di masa ini, memikul tanggung jawab untuk menanam benih perdamaian, merawatnya, dan memastikan bahwa benih itu tumbuh menjadi pohon yang kokoh. Perdamaian tidak datang dengan sendirinya. Ia harus diperjuangkan dengan kesungguhan hati, kebijaksanaan, dan pengorbanan,” katanya. 



Sumber Konflik

Menurut Lee Man Hee, sumber konflik seringkali lahir dari perbedaan, baik perbedaan agama, budaya, bahasa, atau pandangan hidup. Namun sesungguhnya, perbedaan adalah bagian alami dari ciptaan. 


“Dunia ini diciptakan penuh dengan keragaman agar manusia belajar untuk saling menghormati, bukan saling meniadakan. Agama, yang seharusnya menjadi jalan menuju kebaikan dan kedamaian, kerap disalahpahami hingga melahirkan perpecahan. Padahal inti dari setiap ajaran suci adalah kasih, kebenaran, dan persaudaraan,” tegasnya.


Dalam sejarah panjang manusia, agama telah mencatat nubuat, peringatan, dan janji mengenai masa depan. Kitab-kitab suci menyuarakan pesan bahwa perdamaian sejati bukanlah hasil dari kekuatan manusia semata, melainkan karya Sang Pencipta. 


Namun, itu tidak berarti manusia hanya berdiam diri. Manusia dipanggil untuk menjadi alat perdamaian, menjaga ucapan, sikap, dan perbuatan agar selaras dengan nilai-nilai sorgawi.


Saling Percaya

Perdamaian dunia bukanlah sekadar tidak adanya perang. Perdamaian adalah keadaan di mana manusia saling percaya, saling menghargai, dan hidup bersama dalam keadilan. Perdamaian adalah ketika kebenaran dijunjung tinggi tanpa merendahkan pihak lain. Perdamaian adalah ketika kita tidak hanya mencari keuntungan pribadi, tetapi juga berkorban demi kebaikan bersama.


Karena itu, setiap individu memiliki peran. Perdamaian tidak dimulai dari forum internasional, tetapi dari hati manusia. Dari keluarga, lingkungan, komunitas kecil, hingga akhirnya menjalar ke seluruh dunia. Jika kita mampu menjaga kata-kata kita, memperlakukan orang lain dengan hormat, dan mengutamakan kasih, maka perdamaian bukan lagi sekadar impian, melainkan kenyataan.


Dunia ini satu di bawah Sang Pencipta. Tidak ada bangsa, ras, atau agama yang berdiri di luar cakupan kasih-Nya. Maka sudah sepatutnya kita melihat satu sama lain bukan sebagai musuh, melainkan sebagai saudara yang berbeda wajah, berbeda budaya, tetapi memiliki tujuan yang sama: hidup dalam damai.


Perdamaian dunia adalah warisan terbesar yang bisa kita berikan kepada generasi mendatang. Dan warisan itu hanya bisa tercipta bila kita mulai sekarang, bersama-sama, dengan hati yang bersih dan tekad yang tulus.


Perdamaian dunia adalah impian yang selalu hidup dalam hati manusia sejak dahulu kala. Dari zaman ke zaman, peperangan, perpecahan, dan penderitaan telah menjadi luka panjang yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. 


“Namun, di balik kenyataan pahit itu, selalu ada harapan yang tidak pernah padam: harapan bahwa suatu hari umat manusia dapat hidup dalam dunia yang damai, penuh harmoni, dan saling menghargai,” katanya. [nr]


Kategori : News


Editor      : AHS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama