JAKARTA, suarapembaharuan.com – Vonis penjara selama 10 bulan yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap musisi senior Fariz Roestam Moenaf alias Fariz RM dalam kasus penyalahgunaan narkoba menuai kritik keras dari kalangan praktisi hukum. Mereka menilai hukuman tersebut terlalu ringan dan tidak mencerminkan perlunya penegakan hukum yang tegas, apalagi dengan status Fariz RM sebagai residivis sekaligus publik figur yang seharusnya menjadi contoh.
Elman Alfin Bago, perwakilan dari Perhimpunan Praktisi Hukum Indonesia (PPHI), menyayangkan putusan hakim yang dianggap melanggar semangat pemberantasan narkoba. Menurut Elman, pelaku yang sudah pernah dihukum dan kembali terjerat kasus narkoba seharusnya mendapat hukuman maksimal agar memberikan efek jera bagi pelaku lain.
“Setiap pengguna narkoba yang sudah pernah dijatuhi hukuman pidana dan kembali melakukan pelanggaran, penerapan hukumnya harus menggunakan vonis yang lebih maksimal. Hal ini penting sebagai peringatan bagi pengguna narkoba lain,” ujar Elman dalam keterangan persnya.
Elman menegaskan, narkoba merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) karena dampaknya yang sangat merusak masa depan dan akhlak penggunanya. Ia menambahkan bahwa status Fariz RM sebagai sosok publik figur justru seharusnya menjadi alasan pemberian hukuman yang lebih berat, agar menjadi contoh nyata bagi masyarakat luas.
“Dasar hukum yang seharusnya digunakan adalah Pasal 127 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, di mana ada pemberatan bagi pengguna yang berulang kali melakukan pelanggaran. Jika hukuman ringan tetap dijatuhkan, maka ini jelas mencederai semangat pemberantasan narkoba,” jelasnya.
![]() |
Menariknya, putusan hakim jauh berbeda dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang sebelumnya menuntut Fariz RM dengan hukuman 6 tahun penjara serta denda Rp800 juta. Hal ini menimbulkan pertanyaan dari para praktisi hukum tentang konsistensi dan keadilan dalam penegakan hukum.
“Ada apa dengan vonis hakim ini? Kenapa hukumannya sangat ringan dan jauh dari tuntutan jaksa?” tegas Elman.
Tak hanya Elman, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, juga menilai bahwa Fariz RM sudah masuk dalam kategori residivis karena telah empat kali ditangkap terkait narkoba.
“Dengan ditangkapnya lagi Fariz RM untuk keempat kalinya, artinya dalam perspektif hukum pidana dia sudah termasuk residivis atau pelanggar kambuhan,” ujar Fickar, dikutip dari Kompas.com.
Menurut Fickar, status residivis seharusnya menjadi faktor utama untuk memperberat hukuman. Ia menilai putusan hakim idealnya bisa memasukkan Fariz RM ke dalam penjara dengan hukuman yang lebih berat dibandingkan vonis-vonis sebelumnya.
“Putusan bisa sekaligus memasukkannya ke penjara yang lebih berat dari hukuman sebelumnya,” tambahnya.
Kasus narkoba yang menjerat sosok musisi kondang ini kembali menjadi sorotan tajam publik dan pengamat hukum. Vonis yang dianggap terlalu ringan ini dikhawatirkan justru menjadi preseden buruk dalam pemberantasan narkoba di Indonesia, dimana pelanggar terutama yang berstatus residivis dan figur publik seharusnya mendapat hukuman setimpal agar memberikan efek jera yang kuat bagi masyarakat luas.
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar