Asuransi untuk Semua: Inklusi atau Sekadar Retorika?

Oleh: Yurita Puji

Pemerintah Prabowo Gibran menyoroti tentang sistem asuransi, hal ini sesuai dengan pernyataan dari Presiden Prabowo Subianto bahwa sistem asuransi kesehatan harus berlaku untuk semua kalangan. Hal ini di dukung oleh pernyataan Prabowo pada acara peresmian Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sanur dan Bali International Hospital di Bali pada 25 Juni 2025. 



Beliau menegaskan bahwa “Pelayanan kesehatan berkualitas bukan hanya kebutuhan kalangan menengah ke atas namun juga bawah dan bisa diciptakan dengan sistem asuransi yang harus perkuat, ini juga tidak dibatasi hanya untuk orang kalangan atas.” (www.merdeka.com). Pernyataan ini menegaskan bahwa pihak pemerintah menyadari bahwa akses asuransi kalangan masyarakat bawah masih terbatas. 


Pemerintah sudah menetapkan fondasi untuk dapat mewujudkan inklusi untuk mendukung pernyataan dari pemerintah yaitu Regulasi kunci POJK 36/2024 yakni Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 36 Tahun 2024 tentang Perubahan atas POJK 69/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Syariah, Reasuransi dan Reasuransi Syariah. 


Regulasi ini mulai berlaku efektif 23 Juni 2025 di mana regulasi ini menyatakan bahwa  “regulasi ini mendukung perkembangan bisnis, terciptanya ekosistem yang sehat, serta tumbuhnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap industri perasuransian, perlu dilakukan penyempurnaan pengaturan mengenai penyelenggaraan usaha asuransi secara digital” (www.ojk.go.id). Regulasi ini dengan jelas secara eksplisit membuka jalur digitalisasi asuransi yang bisa mempercepat akses ke kalangan yang lebih luas.


Pada regulasi tersebut juga di tetapkan bahwa agen asuransi dan perusahaan asuransi harus memenuhi kode etik dan standar tata kelola yang lebih ketat (www.ojk.go.id). Hal ini signifikan mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap produk asuransi dan akan sangat bergantung dengan dijalankannya klausul-klaim, transparansi, premi, dan pelayanan. Kenyataan yang terjadi antara apa yang diucapkan dan apa yang diatur masih terdapat jarak yang menggambarkan ketidaksesuaian. 


Pernyataan inklusi yang kuat belum sepenuhnya diimbangi dengan regulasi yang secara eksplisit menyebut “asuransi wajib untuk seluruh warga” atau adanya skema premi yang dapat terjangkau bagi masyarakat dengan pendapatan rendah. Pernyataan Presiden Prabowo mengenai “pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh siapa pun, bila perlu asuransi dan pemerintah intervensi agar orang yang kurang mampu secara ekonomi dapat juga punya akses” (www.liputan6.com) harus dapat diimplementasikan. Intervensi tersebut harus konkret mendukung subsidi premi, skema pembiayaan silang, atau kerja sama dengan program publik dengan program nasional dan disiapkan dengan baik agar inklusi tidak hanya terbatas pada pernyataan saja.


 POJK 36/2024 memberikan peluang untuk perusahaan asuransi berinovasi dalam asuransi digital dan model bisnis baru. Tantangan utama harus di perhatikan seperti literasi masyarakat, biaya premi yang masih dapat dijangkau, dan infrastruktur digital di daerah terpencil harus lebih baik. Sebagaimana catatan bahwa “beberapa penduduk tetap tidak terbiasa membeli asuransi secara online, khawatir tentang penipuan, biaya tersembunyi, dan kualitas layanan purna jual.” (www. lngrisk.co.id) . Hal ini harus di benahi dengan sistem yang mampu melindungi  masyarakat sehingga persepsi ketakutan yang ada masyarakat bisa teratasi. Regulasi seperti POJK 36/2024 dan pernyataan presiden Prabowo jelas memberi sinyal bahwa arah kebijakan sudah benar dengan menaruh inklusi dan digitalisasi sebagai prioritas. Namun keberhasilan akan ditentukan oleh akses ekonomi, pelaksanaan, literasi masyarakat, dan kepercayaan publik sehingga kebijakan ini nyata bahwa asuransi untuk semua kalangan. 


Pemangku kepentingan dan masyarakat harus berkolaborasi untuk  mengawasi secara aktif wacana transformasi asuransi agar menjangkau petani, pekerja informal, masyarakat di wilayah tertinggal. Kita harus dapat memantau apakah proses klaim akan berjalan lancar tanpa hambatan dan memastikan  premi dan manfaat produk dirancang untuk segmen menengah bawah. Jika semua bisa tercapai, maka inklusi dapat menjadi solusi untuk terciptanya pilar perlindungan sosial yang nyata dan bukan hanya wacana.


Kategori : Opini


Editor      : AHS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama