BELEM, BRAZIL, suarapembaharuan.com – Sebuah langkah bersejarah baru saja terjadi di panggung dunia. Indonesia, melalui PT PLN (Persero), secara resmi akan "menjual" hasil pengurangan emisi setara 12 juta ton karbon kepada Norwegia. Ini bukan sekadar perjanjian biasa. Secara teknis, ini adalah perdagangan karbon berbasis teknologi pertama di dunia yang dijalankan di bawah Pasal 6.2 Perjanjian Paris—aturan main resmi untuk jual-beli karbon antarnegara.
*Jadi, Apa Sebenarnya yang 'Dijual' Indonesia?*
Bayangkan PLN membangun banyak pembangkit listrik ramah lingkungan, seperti tenaga air, surya, atau angin. Proyek-proyek ini berhasil mengurangi polusi (emisi karbon) dalam jumlah besar.
Nah, "bukti" dari pengurangan polusi inilah yang punya nilai jual. Norwegia, sebagai negara yang sangat peduli lingkungan, bersedia membayar Indonesia atas keberhasilan tersebut. Jadi, kita tidak menjual sumber daya alam, tetapi menjual keberhasilan kita dalam menciptakan energi bersih.
Jumlah 12 juta ton karbon itu setara dengan menghilangkan polusi dari sekitar 2,6 juta mobil dari jalanan selama setahun! Ini adalah pencapaian besar yang diakui dunia.
*Dulu Hutan, Sekarang Teknologi*
Secara historis, kerja sama Indonesia dengan Norwegia fokus pada sektor kehutanan (disebut juga Nature-Based Solutions). Melalui skema Result-Based Contribution (RBC), kita sudah menerima hingga USD 260 juta karena berhasil menjaga hutan kita.
Sekarang, kita membuka babak baru. Kita tidak hanya menjual jasa dari hutan, tetapi juga dari teknologi energi bersih.
Kita naik kelas. Kita tidak hanya menjual jasa dari hutan, tetapi juga dari teknologi energi bersih. Ini adalah lompatan besar yang menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia serius dalam transisi energi.
"Kami memandang kerja sama ini bukan akhir, tetapi awal dari fase implementasi nyata," ujar Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq. "Indonesia ingin memastikan pasar karbon yang dibangun berintegritas tinggi, transparan, dan memberi manfaat langsung bagi masyarakat."
*Apa Manfaatnya Bagi Rakyat Indonesia?*
Ini adalah bagian terpenting. Dana dari hasil penjualan karbon ini akan digunakan untuk:
1. Membangun Lebih Banyak Pembangkit Listrik Hijau: PLN, di bawah arahan Presiden Prabowo Subianto, akan mempercepat pembangunan energi terbarukan. Dalam 10 tahun ke depan, 76% dari pembangkit baru akan berasal dari energi bersih
2. Listrik Sampai ke Pelosok: Dana ini akan membantu PLN memperluas jaringan listrik ke daerah-daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Perjanjian ini sendiri merupakan langkah awal menuju kesepakatan final yang disebut Mitigation Outcome Purchase Agreement (MOPA) pada akhir Desember 2025
3. Menciptakan Lapangan Kerja Hijau: Semakin banyak proyek energi bersih, semakin banyak pula lapangan kerja baru yang tercipta untuk masyarakat.
4. Dana untuk Adaptasi Iklim: Sesuai aturan main, Norwegia juga setuju untuk menyisihkan lima persen dari nilai transaksi (Share of Proceeds) yang akan dimasukkan ke dalam Dana Iklim Nasional. Uang ini akan digunakan khusus untuk program-program yang membantu masyarakat menghadapi dampak perubahan iklim, seperti banjir atau kekeringan
*Dunia Mengakui Kepemimpinan Indonesia*
Langkah ini mendapat pujian langsung dari Menteri Iklim dan Lingkungan Norwegia, Andreas Bjelland Eriksen.
"Indonesia telah membuktikan kesiapan dan kapasitas politiknya untuk memimpin inisiatif karbon berintegritas tinggi—sebuah sinyal kuat bagi para investor global dan pemerintah di seluruh dunia," kata Andreas.
Kesepakatan ini adalah bukti bahwa Indonesia tidak hanya berbicara, tetapi bertindak. Dengan menjadi negara pertama di dunia yang melakukan perdagangan karbon berbasis teknologi di bawah Perjanjian Paris, Indonesia menempatkan dirinya sebagai pemimpin dalam ekonomi hijau global.
Kategori : News
Editor : AHS

Posting Komentar