INDRAMAYU, suarapembaharuan.com – Penanganan dugaan korupsi Tunjangan Perumahan (Tuper) DPRD Indramayu terus menjadi sorotan publik setelah nilai kerugian negara ditaksir mencapai sekitar Rp 16,8 miliar sebagaimana tercantum dalam temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun anggaran 2022. Temuan tersebut menjadi dasar bagi Pemuda Peduli Perubahan Indramayu (PPPI) untuk mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat mempercepat langkah hukum.
![]() |
| Wakil Bupati Indramayu, Syaefudin yang diduga melakukan korupsi. Ist |
Ketua PPPI, Niken Haryanto, menegaskan bahwa besarnya kerugian negara berdampak langsung pada APBD Indramayu. Menurutnya, dana tersebut seharusnya dapat dialokasikan untuk pembangunan dan pelayanan publik.
"Kerugian negara diperkirakan sekitar 16,8 M ini berdasarkan temuan BPK, dan buat kami ini sudah lebih dari cukup untuk menjadi landasan penyidikan yang lebih kuat," ungkap Niken dalam keterangannya pada media, Sabtu (15/11/2025).
Penyelidikan kasus ini pun menunjukkan perkembangan signifikan. Kejati Jabar telah memperluas lingkup pemeriksaan dengan memanggil 29 saksi dari unsur legislatif maupun eksekutif. Langkah ini dinilai sebagai tanda bahwa penelusuran aliran kebijakan dan penggunaan anggaran semakin mendalam.
"Kemarin itu baru 7 orang yang dipanggil dan info terakhir ada 29 orang yang dipanggil, mudah-mudahan semuanya dipanggil," ujar Niken.
Sorotan publik juga mengarah pada posisi Syaefudin, yang kini menjabat sebagai Wakil Bupati Indramayu dan pada periode 2022 menjabat sebagai Ketua DPRD. PPPI menyebut posisinya saat itu berpotensi relevan dalam penyelidikan.
"Kalo dilihat dari temuan BPK tahun 2022 betul waktu itu Saifuddin masih menjabat sebagai ketua DPRD Indramayu dan hemat saya seharusnya beliau juga harus ikut bertanggung jawab terkait dengan kasus tuper tersebut terkait dengan apakah saifuddin berpotensi terlibat jelas beliau terlibat terkait dengan desakan kami memang beliau lah yang seharusnya bertanggung jawab dalam kasus tersebut," tegas Niken.
Di tengah perluasan pemeriksaan, PPPI menyatakan keprihatinan bahwa lambatnya penanganan kasus dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum. Menurut Niken, respons aparat menjadi penentu apakah publik tetap percaya atau justru semakin apatis.
"Andai kata masalah ini mandek saya yakin masyarakat semakin tidak mempercayai kinerja aparat penegak hukum," ujarnya.
PPPI menilai bahwa semakin panjang proses penyelidikan berpotensi menurunkan partisipasi masyarakat dalam mengawasi jalannya pemerintahan. Jika hasil penyidikan tidak menunjukkan progres, kekhawatiran publik bahwa kasus besar bisa hilang tanpa penyelesaian akan semakin menguat.
Selain itu, Niken menegaskan bahwa gerakan PPPI tidak memiliki agenda politik tersembunyi dan murni bertujuan memastikan adanya keterbukaan dalam penggunaan anggaran daerah.
Dengan sudah terpenuhinya sejumlah tahapan pemeriksaan dan semakin banyaknya saksi yang dipanggil, PPPI berharap Kejati Jabar dapat memberikan kepastian hukum. Publik Indramayu kini menunggu apakah kasus dengan kerugian negara Rp 16,8 miliar ini akan segera menemukan titik terang dan siapa saja pihak yang akan dimintai pertanggungjawaban.
PPPI menyatakan akan terus mengawal kasus tersebut sebagai bagian dari upaya mendorong transparansi dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap proses hukum di daerahnya.
Kategori : News
Editor : AHS



Posting Komentar