MEDAN, suarapembaharuan.com - Irwan Peranginangin alias IP, mantan Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II periode 2020–2023, akhirnya ditahan oleh penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) atas dugaan korupsi penjualan aset PTPN I Regional I (dahulu PTPN II) melalui kerja sama operasional (KSO) dengan PT Nusa Dua Propertindo (NDP) dan PT Ciputra Land.
![]() |
| Ist |
Penahanan tersebut menjadi babak baru dalam upaya penegakan hukum terhadap dugaan penyalahgunaan aset negara yang menyeret nama-nama besar di dunia perkebunan BUMN. Dalam kasus ini, Irwan diduga menginbrengkan sebagian lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PTPN II ke PT NDP tanpa adanya persetujuan dari pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan.
“Tersangka IP diduga menginbrengkan sebagian aset berupa lahan HGU milik PTPN II kepada PT NDP tanpa memperoleh persetujuan pemerintah,” ujar Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) Pidsus Kejati Sumut, Arif Kadarman, dalam konferensi pers di Medan, Jumat (7/11/2025).
Tak hanya berhenti di situ, dari hasil penyidikan, ditemukan pula bahwa atas kerja sama tersebut diterbitkan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT NDP tanpa memenuhi kewajiban kepada negara. Akibatnya, sekitar 20 persen aset negara dari total luas HGU berubah status dan berpindah kepemilikan secara tidak sah.
Kejati Sumut menelusuri adanya peran sejumlah pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN), baik di tingkat provinsi maupun kabupaten. Dalam rentang waktu 2022–2025, sejumlah pejabat seperti Kepala Kantor BPN Wilayah Sumatera Utara (AKS) dan Kepala BPN Deli Serdang (ARL) diduga turut berperan dalam penerbitan sertifikat tersebut.
“Perbuatan tersangka bersama sejumlah pihak di lingkungan BPN telah mengakibatkan hilangnya aset negara sebesar 20 persen dari seluruh luas HGU yang diubah menjadi HGB,” tegas Arif.
Penahanan terhadap Irwan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kajati Sumut Nomor: Print-24/L.2/Fd.2/11/2025 tertanggal 7 November 2025. Selama 20 hari ke depan, Irwan akan ditahan di Rutan Kelas I A Tanjung Gusta Medan, untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.
Irwan Peranginangin dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal-pasal ini dikenal memiliki ancaman pidana yang berat, termasuk hukuman penjara maksimal seumur hidup dan denda miliaran rupiah.
Penyidik Kejati Sumut memastikan bahwa proses hukum tidak berhenti pada satu nama. “Kami masih melakukan pendalaman dan pengembangan untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain,” kata Arif.
Asisten Intelijen Kejati Sumut, Nauli Rahim Siregar, SH, MH, menegaskan bahwa penyidik tengah menelusuri lebih jauh aliran dana dan modus kerja sama antara pihak BUMN dan swasta tersebut. “Kami tidak berhenti pada tersangka IP. Setiap pihak yang terlibat akan dimintai pertanggungjawaban,” ujarnya dalam pernyataan resmi tertulis.
Kasus Irwan Peranginangin memperpanjang daftar dugaan korupsi yang melibatkan perusahaan pelat merah di Sumatera Utara. Sebelumnya, publik juga dikejutkan dengan berbagai kasus dugaan penyimpangan aset dan lahan perkebunan di sejumlah wilayah, yang turut menyeret nama-nama pejabat PTPN dan oknum pertanahan.
Bagi masyarakat hukum dan pemerhati antikorupsi, kasus ini menjadi sinyal bahwa praktik “jual aset negara berkedok kerja sama bisnis” masih subur terjadi di sektor perkebunan BUMN. Banyak di antaranya dilakukan dengan pola serupa: kerja sama operasional yang melibatkan pihak swasta, dengan celah administratif yang disalahgunakan untuk memindahkan aset negara ke tangan korporasi.
Kasus Irwan juga kembali memunculkan pertanyaan mendasar tentang transparansi dan pengawasan di tubuh BUMN. PTPN, sebagai perusahaan negara yang menguasai ribuan hektar aset produktif, dinilai rentan terhadap praktik penyimpangan jika tidak diawasi dengan ketat.
“Penegakan hukum terhadap korupsi di sektor BUMN bukan hanya soal menghukum pelaku, tetapi juga mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi negara,” ujar seorang pemerhati hukum dari Universitas Sumatera Utara.
Kini, sorotan publik tertuju pada Kejati Sumut — apakah lembaga ini benar-benar akan menuntaskan kasus ini hingga ke akar, termasuk menelusuri dugaan keterlibatan pejabat agraria dan pihak swasta besar di balik layar.
Sementara itu, Irwan Peranginangin harus menghadapi babak baru dalam hidupnya — dari ruang direksi ke balik jeruji besi, dalam kasus yang bisa menjadi ujian besar integritas penegakan hukum dan reformasi tata kelola aset negara di Sumatera Utara.
Kategori : News
Editor : AHS

Posting Komentar