Setiap Kita Bisa Menjadi Pahlawan

Oleh : Imam Nur Suharno

Kepala Divisi Humas dan Dakwah Pesantren Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat


Hari Pahlawan tidak sekadar diperingati setiap tanggal 10 November, namun lebih dari pada itu nilai-nilai kepahlawanan hendaknya menjadi spirit dalam kehidupan berbangsa. Setiap masyarakat Indonesia seyogianya memiliki semangat kepahlawanan dan tergerak hatinya untuk turut dalam membangun negeri sesuai potensi dan profesi masing-masing.


Imam Nur Suharno

Dalam perspektif Islam, pahlawan dapat dimaknai sebagai orang Islam yang berjuang menegakkan kebenaran (al-haq) demi memperoleh ridha Allah semata. Kredo dan doktrinnya limardhatillah wa li i’lai kalimatillah hiya l-‘ulya. Kata kuncinya, kebenaran dan ridha-Nya. 


Kebenaran adalah segala sesuatu (baik berupa perintah maupun larangan) yang datang dari Allah SWT melalui ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW (wama atakum al-Rasulu fakhuzuhu wama nahakum ‘anhu fantahu).


Pahlawan dalam perspektif Islam harus memiliki koridor dan konteks memperjuangkan kebenaran dan menjunjung nilai luhur Islam sebagai agama yang benar. Dalam konteks makro, pahlawan Islam adalah orang Islam yang berjuang membela Tanah Air dan mempertahankan kemerdekaan bangsa dan negara dari penindasan dan penjajahan.


Disebut pahlawan pasti memiliki kontribusi atau jasa besar bagi orang lain, karena semua ajaran dalam Islam memiliki implikasi positif bagi orang lain, dan untuk semesta alam (semua makhluk hidup), sebagaimana sabda Nabi SAW, khair al-nas anfa’uhum li al-nas dan firman Allah, wama arsalnaka illa rahmatan li al-‘alamin.


Berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan banyak disebutkan dalam Alquran, antara lain dalam QS al-Baqarah [2] ayat 193; QS al-Anfal [8] ayat 39); dan QS an-Nisa [4] ayat 75. Sebenarnya pahlawan itu tidak mati, karena jasanya selalu dikenang, kebaikannya tertabur dalam jiwa umat, tidak pernah sirna untuk dikenang dan didoakan. Meski secara lahiriyah sudah tiada (QS al-Baqarah [2]: 154).


Banyak pahlawan yang tercatat dalam sejarah Islam baik pada zaman Nabi maupun pada masa sesudahnya yang tidak terhingga jumlahnya. Ada juga pahlawan besar Islam yang coba mengobarkan semangat jihad Nabi dengan menggaungkan kembali Sirah Nabawiyah-nya, seperti Shalahuddin al-Ayyubi. Shalahuddin al-Ayyubi telah terukir namanya dalam sejarah perjuangan umat Islam, karena ia mampu menumpas tentara multinasional Salib dari seluruh benua Eropa.


Guna membangkitkan kembali ruh perjuangan di kalangan umat Islam yang saat itu telah terlena dengan perjuangan yang telah diwariskan oleh Nabi SAW, Shalahuddin mencetuskan ide dirayakannya kelahiran Nabi SAW. Melalui media peringatan itu, diungkaplah sikap kesatria dan kepahlawanan Nabi Muhammad SAW. 


Rasa tanggung jawab terhadap agama (Islam) telah ia baktikan di kalangan umat Islam menghadapi serbuan tentara ke Tanah Suci Palestina selama dua puluh tahun, dan akhirnya dengan kegigihan dan kemampuannya ia dan pasukannya dapat memukul mundur bala tentara yang dipimpin oleh Richard The Lionheart (Richard Si Hati Singa) dari Inggris.


Inilah satu contoh pahlawan besar Islam yang bisa disebut di sini, dari sekian pahlawan Islam yang lain itu, seperti Imam Bonjol, Tgk Chik Ditiro, Teuku Umar, Cut Nyak Dhien dan lainnya di Serambi Makkah. Di setiap penghujung Abad, selalu muncul pahlawan yang tegak memperjuangkan kebenaran di muka bumi.


Hanya yang perlu dipahami bahwa perjuangan yang ditegakkan atas nama Islam, tidak dimonopoli oleh sekelompok Islam itu sendiri. Ada sekelompok orang yang mengatasnamakan Islam ketika memperjuangkan Islam, justru malah merugikan orang lain dan memerangi orang yang tidak bersalah, jika demikian itu tidak dibenarkan adanya. 


Ketika Nabi SAW berjuang menegakkan Islam, yang ditegakkan adalah menegakkan nilai-nilai kemanusiaan universal: keadilan, kesamaan, toleransi, dan hak-hak orang lain tetap diperhitungkan. Sikap Nabi yang toleran dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan yang memang lahir dari ajaran Islam inilah yang kemudian memosisikan Islam sebagai agama rahmat. 


Merindukan sosok pahlawan. Keberadaannya sekarang entah di mana. Pahlawan sedang dicari. Mungkinkah kitalah pahlawan yang sedang dicari dan dinanti tersebut. Jadilah pahlawan, yang banyak manfaatnya, merajut kebaikan, dan menebar manfaat. 


Menghargai Pahlawan

Generasi awal Islam terkenal dengan ketangguhannya dalam membela agama, berkaca pada kehidupan Nabi SAW, kisah para sahabat dan pahlawan Islam lainnya. Mereka yang berperang di jalan Allah. Mereka yang mati, meneteskan peluh dan darahnya untuk membela agama karena Allah. Dijanjikan atas mereka surga, bahkan orang-orang yang gugur dijalan-Nya dimuliakan dengan hidup di sisi Tuhannya.


”Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka bersama-sama orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah atas mereka dari para nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang saleh; dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya” (QS an-Nisa [4]: 69).


Menjadi seorang pahlawan tidak selalu berperang dengan angkat senjata, pun bisa dalam berbagai aspek kehidupan. Namun, berperang dalam jihad fi sabilillah adalah berperang melawan kebodohan, kemaksiatan, berperang terhadap fitnah dan ideologi yang melawan Islam, mengajak kepada yang makruf dan menjauhi yang mungkar, semuanya ikhlas karena Allah semata. 


Bagaimana cara menghargai jasa-jasa para pahlawan itu? Islam mengharuskan kita untuk selalu berdakwah, meneruskan perjuangan Nabi dan para pahlawan, menanamkan semangat terus mengumandangkan ayat-ayat Allah, menyampaikan ilmu dalam kebaikan, dan saling menasihati untuk menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya.


Islam menganjurkan untuk meneladani sikap kepahlawanan mereka. Mereka bergembira dengan karunia Allah yang dilimpahkan kepadanya, mereka bergembira terhadap orang-orang yang masih tertinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa mereka tiada merasa takut dan tiada berduka. Mereka bergembira dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, dan sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang mukmin. 


Semuanya itu diabadikan, tercatat indah dalam Kitabullah, agar kita bisa mengambil hikmahnya. “Kamu adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk manusia, kamu menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, kamu beriman kepada Allah; dan sekiranya Ahli Kitab itu beriman, niscaya akan lebih baik bagi mereka; diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS Ali Imran [3]: 110).

 

Semoga Allah membimbing kita agar dapat menjalankan misi kemanusiaan dan menjadi pahlawan yang siap membantu meringan beban hidup umat manusia yang membutuhkan bantuan. Amin.


Kategori : Opini


Editor      : AHS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama