JAKARTA, suarapembaharuan.com - Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Irvan Saputra menilai peradilan militer harus direformasi karena belum memberikan keadilan kepada korban. Irvan mengaku merasakan hal tersebut berbagai keluarga korban kejahatan militer di Medan.
![]() |
| Ilustrasi |
Irvan menyampaikan hal tersebut saat diskusi secara online bertajuk 'Quo Vadis Peradilan Militer dan Urgensi Reformasi Peradilan Militer: Kasus Prada Lucky hingga Vonis Ringan di Medan' pada Kamis (4/12/2025). Diskusi ini diselenggarakan oleh Imparsial dan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan serta disiarkan juga langsung melalui kanal Youtube Imparsial.
"Diskusi ini harus menjadi momentum untuk mendorong reformasi peradilan militer. LBH Medan yang mendampingi berbagai keluarga korban kejahatan militer di Medan, menyampaikan bahwa banyak praktik yang tidak transparan dalam proses peradilan militer," ujar Irvan Saputra.
Irvan mengatakan, sidang yang mestinya terbuka untuk umum, dari awal ada perlawanan dari peradilan militer bahwa tidak bisa diliput dan selalu dihalang-halangi. Selain itu, kata Irvan, terdapat ada disparitas keadilan yang diterima oleh korban.
"Peradilan militer tidak memberikan keadilan bagi korban, dan justru ironisnya memberikan privilege pada terdakwa," tandas dia.
Irvan menyatakan, peradilan militer hari ini, khususnya di Medan, tidak sama sekali memberikan keadilan, dan justru menjadi wadah dari praktik impunitas. Menurut Diaz reformasi peradilan militer perlu dilakukan, dan LBH Medan mendukung upaya judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Irvan menilai ada pola keberulangan kekerasan oleh prajurit TNI. Dalam proses persidangan anggota yang terlibat pidana di Medan, tutur dia, hampir puluhan anggota TNI yang mengawal persidangan.
"Menjadi pertanyaan, ada apa sebenarnya? Persidangan tersebut tidak memberikan keadilan bagi korban, dan tidak memberikan efek jera dari pelaku. Kami juga menyampaikan bahwa hakim yang memberikan putusan ringan sudah dilaporkan LBH Medan ke Komisi Yudisial," jelas dia.
Dalam diskusi tersebut, salah satu dari keluarga korban, Sepriana Paulina Mirpey, Ibunda dari Prada Lucky mengungkapkan bahwa banyak praktik kejanggalan dalam proses persidangan. Sebelumnya, Sepriana menceritakan bagaimana kemudian keluarganya terkejut dengan kondisi dari Alm. Prada Lucky di Rumah Sakit Nagekeo yang telah dalam kondisi yang mengenaskan.
"Kondisi Lucky sudah suara yang berbeda, dan warna bibir sudah putih seperti kapas, dan terdapat noda darah yang mengering. Setelah itu, perawat mengabarkan bahwa Lucky sudah masuk ICU dan dipasang ventilator," ungkap Sepriana.
Pihak keluarga, kata dia, menyayangkan perlakuan dari batalyon yang baru membawa Prada Lucky ke Rumah Sakit ketika kondisi alm sudah mengkhawatirkan. Selain itu, keluarga juga kecewa terhadap respons buruk dari batalyon dan tidak evakuasi Prada Lucky segera ke Kupang.
"Pihak batalyon memutuskan komunikasi dengan keluarga, adanya dugaan pembiaran dan faktor kesengajaan sampai situasi ini terjadi. Persidangan militer sangat tertutup, namun pihak keluarga tetap diizinkan untuk mengikuti persidangan," ungkap dia.
"Banyak kejanggalan dalam persidangan, ada penganiayaan yang dialami oleh Alm Prada Lucky dan Prada Richard. Adanya kebohongan bahwa Lucky jatuh dari bukit, Richard jatuh dari pohon. Banyak saksi yang memberikan keterangan palsu dalam BAP Polisi Militer," pungkas Sipriana.
Kategori : News
Editor : AHS

Posting Komentar