JAKARTA, suarapembaharuan.com - Imparsial, KontraS, Centra Initiative, dan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendorong agar pemerintah dan pihak terkait lainnya, segera melakukan reformasi peradilan militer agar lebih transparan dan akuntabel. Elemen masyarakat sipil tersebut menilai tanpa adanya pembenahan yang serius dan menyeluruh, peradilan militer akan terus melanggengkan ketidakadilan struktural dan melahirkan korban-korban baru.
Hal ini disampaikan perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, Irvan Saputra dari LBH Medan dalam diskusi publik bertajuk 'Kekerasan Militer dan Urgensi Reformasi Peradilan Militer' di Sadjoe Cafe and Resto, Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (13/12/2025). Selain Irvan Saputra, diskusi publik yang digelar dalam rangka memperingati hari HAM 2025, juga dihadiri oleh Eva Meliani Pasaribu, Anak dari almarhum Rico Sampurna Pasaribu yang merupakan korban kekerasan TNI.
"Agenda reformasi peradilan militer untuk menghapus impunitas, memperkuat transparansi, dan memastikan akuntabilitas dipandang sebagai kebutuhan mendesak yang harus diperjuangkan secara kolektif," ujar Irvan Saputra dalam diskusi tersebut.
Irvan mengatakan, LBH Medan mencermati adanya pola putusan dalam perkara yang melibatkan prajurit TNI yang mencerminkan masih mengakarnya praktik impunitas. Dalam sejumlah kasus, kata dia, tindakan penyiksaan yang menyebabkan korban meninggal dunia tidak diikuti dengan penahanan terhadap tersangka, sementara proses peradilannya berlangsung secara tertutup dan minim keterbukaan.
"Kami juga menyoroti bahwa keterbatasan transparansi tersebut juga terlihat dari pembatasan peliputan media selama proses persidangan. Selain itu, pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan kerap lebih bertumpu pada keterangan saksi yang berasal dari pihak terdakwa, sehingga mengabaikan perspektif korban dan keluarga korban," tandas dia.
Irvan mencontohkan kasus Kematian MHS, pelaku Sertu Riza Pahlivi dituntut 1 Tahun penjara oleh oditur militer dan divonis hanya 9 bulan penjara oleh Majelis Hakim. Kasus MHS juga sekarang tengah diajukan proses banding oleh oditur militer setelah mendapat tekanan publik yang luas.
Selain itu, kata Irvan, ada beberapa contoh vonis ringan yang dinilai tidak sebanding dengan beratnya perbuatan. Di antaranya adalah kasus penembakan terhadap MAF yang hanya berujung pada hukuman 2 tahun 6 bulan penjara, serta kasus penyerangan yang melibatkan 15 pelaku dengan vonis yang berkisar antara 8 bulan hingga 1 tahun 8 bulan.
"LBH Medan dalam pendampingannya terhadap kasus kematian Rico Pasaribu beserta 3 anggota keluarganya mendapatkan fakta-fakta keterlibatan Koptu HB orang yang menyuruh melakukan para terdakwa untuk membakar rumah Rico Pasaribu. Keterlibatan tersebut juga dikonfirmasi langsung oleh salah satu terdakwa yakni Bebas Ginting di hadapan persidangan," ungkap dia.
LBH Medan, kata Irvan, menilai kasus kematian Rico Pasaribu belum mendapatkan titik terang karena dalang utama pembunuhan ini sama sekali belum tersentuh. LBH Medan, kata dia, juga telah mengadukan Koptu HB yang merupakan prajurit aktif ke POMDA Sumut maupun PUSPOMAD. Namun, hingga hari ini proses tersebut mandek dan tidak memiliki kejelasan.
"Tanpa adanya pembenahan yang serius dan menyeluruh, peradilan militer akan terus melanggengkan ketidakadilan struktural dan melahirkan korban-korban baru," tegas dia.
Pada kesempatan itu, Eva Meliani Pasaribu, Anak almarhum Rico Sampurna Pasaribu, mengharapkan negara benar-benar memberikan keadilan untuk dia dan keluarganya. Ayah, ibu, adek dan anak dari Eva telah meninggal dibakar di dalam rumah.
"Ini merupakan pembunuhan berencana untuk membungkam kerja ayah Eva sebagai jurnalis yang menyuarakan judi ilegal dan masalah lain yang terjadi di sana," tutur Eva.
Eva juga mengatakan hukuman terhadap 3 pelaku yang membakar rumahnya selama seumur hidup tidak cukup untuk memberi rasa keadilan baginya. Pasalnya, otak pelaku yang menyuruh mereka yang diduga kuat oknum militer bernama Koptu HB, tidak juga di proses secara hukum.
Eva berhadap agar Koptu HB dapat di proses secara hukum karena hasil pengakuan salah satu pelaku lapangan yang divonis seumur hidup mereka disuruh oleh Koptu HB.
"Kami berharap kepada negara untuk dapat memberikan keadilan bagi saya dna keluarga," imbuh dia.
Eva juga berharap agar reformasi peradilan militer dapat dilakukan agar jika ada dugaan oknum militer terlibat kejahatan seperti yang di alami dirinya dapat di proses secara hukum.
Kategori : News
Editor : AHS



Posting Komentar