PPTI dan Trisakti Dorong Mahasiswa Putus Rantai Penularan TBC

JAKARTA, suarapembaharuan.com - Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) bersama Institut Pariwisata Trisakti mengajak generasi Z (gen Z) khususnya mahasiswa untuk bisa memutus mata rantai transmisi penularan tuberkulosis atau TBC di tanah air. 



Ketua Umum PPTI, Yani Panigoro mengatakan pihaknya ingin menjadikan mahasiswa sebagai agen perubahan untuk memutus mata rantai penularan tuberkulosis. Jadi generasi muda harus mengetahui cara pencegahan TBC dan menjadi mahasiswa serta kampus yang sehat.


"Maka dari itu kami terus menggulirkan langkah terobosan untuk mempercepat penemuan kasus TBC di Indonesia. Hal ini sesuai dengan asta cita pemerintahan Prabowo yang menetapkan tuberkulosis sebagai program prioritas," katanya saat talkshow interaktif PPTI Road to Campus di Kampus Institut Pariwisata Trisakti, Jakarta, Senin (1/12/2025). 


Ia merilis data WHO menyebutkan Indonesia menduduki peringkat kedua kasus TBC terbanyak di dunia setelah India dengan estimasi 1,09 juta kasus per tahun dan angka kematian 125.000 orang. Mirisnya, kasus TBC paling banyak terjadi pada kelompok usia produktif termasuk Gen Z.



Pada bincang interaktif bertajuk “Generasi Sehat, Masa Depan Hebat: Gen Z Peduli TBC” yang diikuti 200 peserta, PPTI bersama Medco Foundation memberikan edukasi dan deteksi dini TBC sangat penting dilakukan guna mengejar target eliminasi TBC 2030. Yani mengingatkan bahwa mahasiswa pariwisata sebagai garda terdepan di sektor industri pariwisata.


Dekan Vokasi Institut Pariwisata Trisakti, Amrullah, mendukung aksi nyata edukasi dan deteksi dini TBC di kampus. Apalagi mahasiswa pariwisata nantinya akan bekerja dan bertemu masyarakat global di seluruh dunia, jadi harus sehat dan tangguh.  


"Ini merupakan pengetahuan yang sangat berharga bagi mahasiswa, khususnya bidang pariwisata karena mereka menjadi garda terdepan dalam berkomunikasi, kontak dengan tamu-tamu atau pengunjung dari luar dan dalam negeri. Jadi artinya mobilitas mereka akan sangat tinggi juga," ungkap dia.



Untuk itu perlu pemahaman tentang risiko-risiko terkait penyakit yang bisa mengganggu kesehatan dan pekerjaannya. Mereka ini bekerja juga secara internasional dengan berbagai kegiatan event internasional, karena menjadi agen seperti pemandu dan tour leader.


Selain mengajak mahasiswa dan civitas akademika berperan aktif dalam upaya eliminasi TBC, PPTI juga meniupkan upaya melawan stigma negatif terhadap penderita TBC. Dokter umum Klinik JRC-PPTI, Christian Hasiolan menuturkan terdapat empat tanda satu gejala TBC.


"Seperti batuk lebih dari dari minggu, demam, berkeringat di malam hari tanpa aktivitas fisik, penurunan berat badan, dan pembengkakan kelenjar getah bening," ungkap dia.



dr Chris juga menyebutkan, faktor risiko tertular TBC. Seperti daya tahan tubuh lemah akibat kekurangan nutrisi, istirahat kurang dan gaya hidup tidak sehat. Lingkungan yang kotor, lembap, minim cahaya matahari serta interaksi erat dengan orang yang menderita TB. 


Fakta lainnya, adalah TB berkaitan erat dengan HIV. Penyebab kematian tertinggi pada orang dengan HIV adalah TBC. Sebaliknya pasien TBC juga rentan terinfeksi HIV. Jadi, pengidap HIV perlu melakukan pemeriksaan TBC. Sebaliknya. pasien TBC harus melakukan tes HIV. 


“Orang dengan HIV berisiko lebih tinggi terkena TB. Penyebabnya, karena melemahnya imunitas tubuh.TB HIV membutuhkan penanganan pengobatan terpadu.Itu sebabnya, sangat penting skrining 2 arah untuk deteksi dini untuk pengobatan yang tepat!” papar dr Chris. 


Peserta pun diajak melakukan skrining TB mandiri sebagai langkah awal deteksi dini penyakit yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis ini.



     

TB Bisa disembuhkan!

Penyintas TBC sekaligus dokter Farahdiba Zalika Fatah, berbagi cerita tentang perjuangannya melawan TBC. Ia pernah tertular TBC saat mahasiwa. 


“Jangan sampai kena TB resisten obat. Berat sekali . Saya harus minum 15 butir obat anti TBC dan disuntik selama 3 tahun, baru sembuh. Namun, yang paling berat adalah kena stigma sebagai pengidap TBC,” tuturnya sambil menitikkan air mata.  


Untung berkat dukungan semua pihak, ia berhasil sembuh total. Ia mengigatkan TB bisa sembuh asal tidak putus berobat.


“Penting untuk hidup sehat, olahraga, makan bergizi dan stop merokok! Dan yang penting stop stigma TBC!” pungkasnya.


Kategori : News


Editor      : AHS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama