Oleh: Dr. I Wayan Sudirta, SH., MH.
(Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI-Perjuangan dan Ketua Ikatan Alumni Doktor Hukum Universitas Kristen Indonesia)
![]() |
| Dr. I Wayan Sudirta, SH., MH. Ist |
Tahun politik telah berlalu, menorehkan babak baru dalam lembar sejarah bangsa dengan hadirnya kepemimpinan yang membawa semangat transformasi dan keberanian untuk menghadapi tantangan zaman. Ikatan Alumni Universitas Kristen Indonesia (IKA UKI), sebagai bagian integral dari kaum intelektual bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan keadilan, berdiri tegak untuk merefleksikan perjalanan Negara Hukum Republik Indonesia (NKRI) di tengah dinamika politik dan gelombang tekanan ekonomi global. Refleksi ini adalah panggilan jiwa untuk merawat cita-cita luhur pendiri bangsa, memastikan bahwa hukum, politik, dan ekonomi bersinergi demi tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kebangkitan Penegakan Hukum dan Visi Pembangunan Progresif di Bawah Nahkoda Presiden Prabowo
Di bawah nahkoda kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, kita menyaksikan kebangkitan yang luar biasa dalam upaya penegakan hukum. Tanda-tanda kebesaran ini tidak hanya terasa, namun termanifestasi dalam komitmen yang tak tergoyahkan untuk memberantas akar-akar kejahatan kerah putih yang selama ini membelenggu potensi bangsa. Kasus-kasus korupsi kelas kakap yang melibatkan aset-aset strategis negara, seperti yang terlihat dalam pengungkapan kasus korupsi Timah, Pertamina, dan BUMN lainnya membuktikan adanya political will yang kuat dari pucuk pimpinan untuk membersihkan tatanan birokrasi dan ekonomi dari praktik culas yang merugikan rakyat.
Presiden Prabowo, dalam setiap pesan dan arahan, senantiasa menyerukan pentingnya penegakan hukum yang adil dan berpihak kepada rakyat kecil. Beliau secara tegas menolak hukum yang "tumpul ke atas, tajam ke bawah," sebuah mantra lama yang sering menjadi cermin ketidakadilan struktural (lihat hasil survei Indikator Politik pada tahun 2025 yang menunjukkan mayoritas responden menilai penegakan hukum membaik). Ini adalah cerminan dari hukum progresif yang diwariskan oleh Bapak Bangsa, Bung Karno.
Secara filosofis, langkah-langkah penegakan hukum yang berpihak pada keadilan substantif ini sangat selaras dengan Philosophische Grondslag Pancasila yang digagas oleh Bung Karno. Negara hukum Indonesia (Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945) bukanlah Rechtstaat formal semata, melainkan Negara Hukum Pancasila yang mengutamakan Keadilan Sosial.
Bung Karno adalah peletak dasar konsep hukum progresif, di mana hukum adalah kata kerja, bukan sekumpulan pasal-pasal yang mati. Beliau menegaskan bahwa hukum dibuat untuk melayani manusia dan mencapai kemanfaatan umum, bukan sebaliknya. Dalam Sidang Pleno BPUPK Kedua pada 10 Juli 1945, Bung Karno menekankan bahwa prosedur formalitas yang tidak memenuhi rasa keadilan dan tidak memberi manfaat harus "dibuang ke tempat sampah." Komitmen dan pernyataan Presiden Prabowo untuk menindak tegas pelanggaran hukum yang merugikan rakyat, sekaligus membela orang kecil, merupakan implementasi nyata dari ajaran Trisakti Bung Karno: berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Apresiasi terhadap Pergerakan Politik dan Ekonomi
Di tengah pergeseran konstelasi politik global dan gejolak ekonomi, pemerintahan Presiden Prabowo dalam berbagai pidatonya menunjukkan kecakapan dan keberanian dalam menjaga stabilitas. Dalam bidang ekonomi, fokus pada sektor-sektor strategis dan upaya menjaga kekayaan nasional, sejalan dengan konsep Berdikari Bung Karno, adalah langkah yang patut diacungi jempol, terlepas dari berbagai kekurangan yang masih ada dalam implementasinya. Komitmen untuk mengelola sumber daya alam secara mandiri dan mendorong transformasi ekonomi menuju negara maju berpendapatan tinggi adalah fondasi kuat menuju Visi Indonesia Emas 2045. Kebijakan yang berorientasi pada hilirisasi, ketahanan pangan, dan pengembangan sumber daya maritim (Blue Economy Roadmap), adalah wujud nyata dari upaya merebut kembali kedaulatan ekonomi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Menilik Refleksi dan Agenda Koreksi Menuju Kesempurnaan
Meskipun fondasi telah diletakkan dengan gagah, perjalanan menuju Indonesia Emas 2045 masih menghadapkan kita pada berbagai kendala dan tantangan struktural yang memerlukan agenda koreksi mendasar dalam tatanan hukum, politik, dan ekonomi.
Pesan Presiden Prabowo untuk tidak "tumpul ke atas, tajam ke bawah" harus diimplementasikan secara konsisten oleh seluruh aparat penegak hukum, dari tingkat penyidikan hingga putusan pengadilan. Paradoks Keadilan masih sering menghantui masyarakat, terbukti dalam kasus-kasus yang menimpa rakyat kecil, di mana hukum diterapkan secara literal tanpa mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan keadilan substantif.
• Contoh Kasus: Kasus-kasus seperti pemeliharaan satwa dilindungi oleh rakyat biasa (misalnya kasus I Nyoman Sukena yang memelihara landak Jawa) di mana proses hukum terasa memberatkan walaupun akhirnya bebas, kontras dengan penanganan kasus korupsi besar yang terkadang masih diwarnai dengan "potongan hukuman" atau proses yang berlarut-larut.
• Koreksi yang Diperlukan: Diperlukan revisi dan harmonisasi regulasi (termasuk penerapan KUHP Nasional) yang menjamin ultimum remedium (hukum pidana sebagai upaya terakhir) bagi perkara yang bernilai kerugian kecil atau bermotif non-kejahatan, sambil tetap menerapkan sanksi maksimal dan pemiskinan koruptor bagi kasus-kasus extra-ordinary crime seperti korupsi. Kebebasan dan integritas Badan Kehakiman, sebagaimana amanat Rule of Law, harus dijaga dari intervensi eksternal, bahkan internal, sebagaimana terkuaknya kasus hakim yang tersangkut korupsi.
Tantangan dalam Tatanan Politik dan Ekonomi: Menjaga Demokrasi dan Kesejahteraan Merata
Dalam tatanan politik, pergeseran yang cepat harus dijaga agar tidak menggerus prinsip-prinsip kedaulatan rakyat dan demokrasi yang sehat. Konsolidasi politik yang kuat harus diimbangi dengan penguatan peran serta masyarakat dan kontrol sosial yang kritis.
Secara ekonomi, meskipun komitmen untuk hilirisasi patut diapresiasi, model pertumbuhan harus dijamin menghasilkan distribusi kesejahteraan yang adil dan merata. Data menunjukkan bahwa sebagian besar kasus kriminalitas masih didorong oleh motif ekonomi (mencapai 35,8% dari total laporan kriminal), yang mengindikasikan adanya ketidakadilan sosial-ekonomi struktural dan tingginya biaya hidup.
Koreksi yang Diperlukan: Pemerintah perlu memastikan bahwa program-program unggulan, seperti pengembangan ekonomi biru dan ekonomi sirkular, berorientasi pada peningkatan daya beli dan penciptaan lapangan kerja berkualitas di seluruh pelosok negeri, bukan hanya berfokus pada pertumbuhan agregat yang terpusat. Pemerintah juga perlu secara strategis melibatkan peran perguruan tinggi, seperti UKI, dalam penelitian multidisipliner untuk menghasilkan riset yang valid dan terpercaya sebagai data back up kebijakan.
Saran dan Rekomendasi untuk "Indonesia Emas 2045"
Untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045 sebagai negara berpendapatan tinggi dan kekuatan ekonomi terbesar ke-4 dunia, pemerintahan Presiden Prabowo seyogyanya menjalankan lima pilar rekomendasi strategis:
1. Penguatan Pilar Hukum Progresif (Kembali ke Volksjustitie):
o Menginternalisasi ajaran Bung Karno bahwa hukum adalah untuk keadilan substantif dan kemanfaatan umum. Implementasi Peraturan Pemerintah tentang Bantuan Hukum harus diintensifkan secara maksimal, memastikan akses keadilan yang setara bagi seluruh masyarakat miskin (sesuai amanat UUD NRI 1945).
o Memperkuat kolaborasi antara KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian, dengan fokus pada pemulihan aset (asset recovery) hasil korupsi, yang secara nyata dapat dikembalikan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2. Akselerasi Ekonomi Berdikari dengan Basis Inovasi:
o Alokasi anggaran yang masif untuk pendidikan vokasi dan riset terapan di kampus-kampus, menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang siap menghadapi Revolusi Industri 5.0.
o Segera implementasikan Peta Jalan Ekonomi Biru dan Ekonomi Sirkular 2025-2045 untuk memastikan pertumbuhan yang sustainable dan berpihak pada lingkungan dan masyarakat pesisir.
3. Reformasi Birokrasi dan Politik Berbasis Kinerja:
o Menciptakan meritokrasi sejati dalam penempatan pejabat negara, memastikan integritas dan kompetensi sebagai kriteria utama, bukan kedekatan politik.
o Menguatkan peran Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) dalam mencermati pergerakan proses hukum di tingkat bawah, mencegah "intervensi pihak eksternal" yang dapat memplesetkan penerapan hukum.
4. Memperkuat Ketahanan Sosial dan Kemanusiaan:
o Menyediakan jaring pengaman sosial yang lebih inklusif dan responsif terhadap kelompok rentan, terutama dalam menghadapi kenaikan harga dan inflasi.
o Menindak tegas pengusaha atau korporasi yang berusaha menipu negara atau merugikan rakyat, sebagaimana ditekankan oleh Presiden Prabowo.
5. Peran Strategis IKA UKI dan Kaum Intelektual:
IKA UKI siap menjadi mitra kritis dan konstruktif pemerintah, menyumbangkan pikiran terbaik dari alumni untuk mengawal implementasi visi Indonesia Emas 2045, memastikan bahwa setiap kebijakan berlandaskan pada kebenaran ilmiah dan hati nurani yang luhur, antara lain dengan melibatkan kaum intelektual secara maksimal.
Inilah panggilan agung kita. Dengan semangat persatuan dan keberanian progresif yang diwariskan oleh Bung Karno, serta ketegasan visioner kepemimpinan saat ini, Indonesia dapat harapkan akan melangkah dengan gagah menuju puncak kejayaan di tahun 2045.
Kategori : News
Editor : AHS

Posting Komentar