Mahkamah Konstitusi Dituding Menyalahgunakan Kewenangannya

MEDAN, suarapembaharuan.com - Ketua Pengurus DPW Nasdem Provinsi Sumatera Utara (Sumut) Iskandar ST menyatakan keberatannya terhadap pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan putusannya yang tidak menerima perkara perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah dengan dasar adanya keterlambatan masuknya permohonan ke MK.


Istimewa


“Terlambatnya permohonan dimasukkan ke Mahkamah Konstitusi yang hanya 6 menit untuk kabupaten Tapanuli Selatan tidak berlaku sama dengan sengketa Pilkada Kabupaten Samosir, yang jelas-jelas telah lewat waktu dan melebihi ambang batas perkara," ujar Iskandar ST melalui keterangan tertulisnya yang diterima SP, Senin (22/2/2021) malam.



Didampingi Sekretaris Syarwani dan jajarannya, bersama dengan Ranto Sibarani, selaku kuasa hukum pasangan calon Bupati Kabupaten Tapanuli Selatan, MHD Yusuf Siregar-Roby Agusman Harahap, Iskandar ST mengaku sangat kecewa melihat putusan MK. Apalagi, MK tidak memberikan kesempatan kepada pemohon untuk melanjutkan dalam pemeriksaan saksi.



"Padahal, sudah jelas dalam bukti yang dilampirkan pemohon ada kejanggalan-kejanggalan yang terjadi, antara lain adanya lebih dari 200 TPS yang partisipasi pemilihnya sampai 100%. Jika penolakan permohonan sengketa hanya didasarkan oleh hitungan detik waktu tanpa mempertimbangkan kecurangan pemilihan, maka menurut kami tidak perlu hal tersebut diputuskan oleh 9 orang majelis hakim MK," jelas Iskandar ST.



Roby Agusman Harahap, salah satu calon Wakil Bupati yang diusung oleh Partai Nasdem untuk Kabupaten Tapanuli Selatan, menilai MK yang dikenal sebagai lembaga penegakan hukum yang sangat berpendidikan dan terhormat, justru mengabaikan sejumlah fakta yang diajukan oleh pemohon dalam pilkada di Tapanuli Selatan.



“Jika memang harus ditolak karena waktu yang dianggap telah lewat, tidak perlu Mahkamah menyelenggarakan persidangan untuk pemeriksaan pendahuluan. Cukup security atau staf administrasi MK yang menurut kami, bisa langsung menolak permohonan tersebut. Dengan hanya melihat kalender dan tanggal gugatan, sehingga tidak perlu ada persidangan yang membuang-buang waktu, kami menduga ada penyalahgunaan wewenang hakim," kata Roby Agusman.


Istimewa


Kuasa hukum pasangan Calon Bupati Kabupaten Tapanuli Selatan MHD Yusuf Siregar-Roby Agusman Harahap, Ranto Sibarani menilai, persidangan di MK dinilai tidak profesional. Pasalnya, jika penolakan dilakukan sejak awal karena tenggat waktu yang terlambat, para pemohon tidak harus mengalami kerugian besar dengan menghadiri persidangan di MK.



"Kerugian pemohon oleh MK karena harus melengkapi bukti - bukti yang jumlahnya ratusan, yang harus dileges secara rangkap dengan materai yang nilainya tentu tidak sedikit. Untuk apa melengkapi bukti - bukti dan memperbaiki permohonan, jika penolakan hanya berdasarkan pertimbangan keterlambatan waktu dalam mengajukan permohonan tersebut," terang Ranto.



Menurut Ranto, hal tidak masuk akal bagi pihaknya sebagai pemohon, adalah terkait dengan perkara sengketa pemilihan kepala daerah di Kabupaten Samosir, yang sudah jelas diajukan terlambat 3 hari sebagaimana yang tertuang dalam permohonan pemohon pada point C halaman 4. Bahkan, selisih ambang batasnya lebih dari 14%. Namun MK malah memeriksa perkara tersebut lebih lanjut.



"Padahal, hal yang sudah dilakukan itu jelas tidak memenuhi Pasal 157 dan Pasal 158 UU Pilkada No 10 Tahun 2016 jo Pasal 7 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 6 Tahun 2020," ungkap Ranto.



Dengan pertimbangan yang sangat kaku dan terkesan sewenang-wenang tersebut, MK  tidak menunjukkan kontribusinya dan kualitasnya dalam penegakan hukum dalam demokrasi di negara ini. "Jika dulunya MK di juluki sebagai Mahkamah Kalkulator, maka hari ini MK bisa saja mendapatkan julukan baru, yaitu Mahkamah Kalender, sebut Ranto dan Pengurus DPW Nasdem Sumut.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama