MEDAN, suarapembaharuan.com - Perseteruan internal Partai Demokrat yang berujung Kongres Luar Biasa (KLB) di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut), akhirnya menyeret nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan sejumlah petinggi negara ditanggapi kelompok relawan Jokowi.
Sebelum KLB digelar, nama Jokowi sempat disebut oleh Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Bahkan AHY berterus terang telah mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi perihal kudeta Partai Demokrat.
Menanggapi prahara Partai Demokrat, Ketua Umum Relawan Indonesia Kerja (RIK) Sahat Simatupang menilai, Jokowi sengaja akan dijadikan tujuan pertikaian kedua kubu Partai Demokrat." Jokowi akan jadi 'adress' yang sudah dikemas oleh Partai Demokrat. Surat AHY kepada Jokowi adalah permulaan saja.
Kemudian hasil KLB yang akan didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM juga dijadikan alasan memojokkan Jokowi.
"Intinya baik AHY dan Moeldoko sama - sama akan 'mengadress' masalah internal Demokrat kepada Jokowi dengan mimbar bebas dan penggalangan opini hingga unjuk rasa," kata Sahat Simatupang, Minggu (7/3/2021).
Sahat menilai AHY, Moeldoko dan Partai Demokrat memberi contoh buruk demokrasi karena dengan secara sadar memantulkan masalah internal Demokrat dikemas menjadi urusan atau masalah negara yang sangat urgen.
"Seolah - olah kekuasaan Jokowi absolut dan tirani seperti masa Presiden Soeharto bisa dengan leluasa memecah PDI menjadi dua, PDI kubu Soerjadi dan PDI Pro Megawati," tutur Sahat.
Padahal dalam perpecahan Partai Demokrat, sambung Sahat, justru Jokowi yang dirugikan karena dipersepsikan sebagai aktor utama perpecahan Demokrat.
Hal itu bisa dibuktikan, ujar Ketua Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98 ini, dengan pernyataan AHY dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang saling membantah Jokowi penyebab perpecahan Partai Demokrat.
Narasi yang dibangun keduanya, sambung Sahat seolah - olah Jokowi tidak mengetahui upaya pendongkelan AHY dari kursi Ketua Umum Demokrat dilakukan orang dalam istana bernama Moeldoko.
"Tapi pidato SBY berulang kali menyebut nama (KSP Moeldoko) sebagai upaya mengidentikkan manuver Moeldoko menjadi Ketum Demokrat dalam kapasitas sebagai Kepala Staf Presiden atau KSP diketahui Jokowi," kata mantan Direktorat Relawan Tim Kampanye Jokowi - Ma'ruf Amin Sumut ini.
Sahat mendesak Jokowi agar bersikap tegas terhadap upaya para menteri dan lingkaran dalam istana yang membawa masalah perebutan partai politik kedalam istana. Mestinya, sambung Sahat, pembantu presiden total bekerja membantu presiden mewujudkan visi presiden dan wakil presiden. "Bukan membawa masalah perebutan partai politik," ungkap Sahat.
Sebagai relawan dan tim kampanye di daerah yang dianggap kalah dalam Pilpres 2019 lalu namun menang, Sahat mengatakan, tak rela Jokowi dianggap seperti Soeharto memecah belah partai.
"Hendaknya kemenangan Pilpres jangan tercederai karena ulah Moeldoko dan konflik Partai Demokrat yang secara sengaja melibatkan nama Jokowi. Kami yakin Jokowi memahami ini," kata Sahat.

Posting Komentar