Serapan Beras Jateng Tertinggi Kedua di Indonesia

KLATEN, suarapembaharuan.com – Serapan beras di Jawa Tengah hingga saat ini tertinggi nomor dua di Indonesia dengan 27.100 ton setara beras. Rata-rata Bulog mampu menyerap 1.500 ton beras per harinya.


Istimewa

Pemimpin Wilayah Bulog Jateng, Miftahul Ulum mengatakan, serapan beras di Jawa Tengah nomor dua terbanyak di Indonesia, di bawah Sulawesi Selatan.


“Sampai hari ini kita menyerap 27.100 ton hampir 30 ribu ton. Kita nomor dua di Indonesia di bawah Sulawesi Selatan,” ujarnya saat mendampingi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meninjau Gudang Bulog di Banaran, Delanggu, Klaten, Senin (29/3/2021).


Ditambahkan, banyaknya serapan karena hasil panen melimpah, dan mitra-mitra banyak yang menjual beras ke Bulog. Selain itu, hasil panenan termasuk kategori standar kualitas yang ditentukan.


“Kalau soal banyaknya, ya karena di sini panennya banyak, mitra-mitra menjualnya ke kita. Untuk kualitasnya sesuai standar dari kita maksimal kandungan air 14 persen,” paparnya.


Istimewa

Terkait target, Miftahul Ulum mengatakan, Bulog Jateng dijatah menyerap gabah petani sebanyak 204.000 ton tahun ini.


“Kami optimis itu tercapai, minimal di atas 80 persen dari target. Tapi kami berharap bisa melebihi target,” katanya.


Kendati begitu, Ulum tak menampik ada kendala Bulog dalam penyerapan gabah petani. Menurutnya, kualitas gabah milik sejumlah petani tidak terlalu bagus.


“Kendalanya saat musim hujan kemarin. Jadi banyak gabah yang dipanen lebih awal, karena rusak. Dalam arti terkena banjir, padi roboh jadi segera dipanen,” imbuhnya.


Sementara Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menuturkan, tingginya serapan beras oleh Bulog harus didukung oleh kebijakan. Ssbab, saat ini Bulog dituntut menyerap namun tidak ada jalur untuk mengeluarkan. Sementara, dulu Bulog punya program beras miskin (raskin), yang sekarang sudah tidak ada.


“Ini diserap terus, tidak dikeluarkan. Paling keluar rutin dari Bulog hanya untuk bencana atau operasi pasar (OP). Jadi mohon maaf, kalau tidak ada bencana atau harga stabil dan tidak ada operasi pasar, ya ndongkrok,” tegasnya.


Menurut gubernur, fungsi Bulog agak pincang. Di satu sisi mereka diminta menyerap gabah dari petani, tapi keluarnya tidak banyak, hanya untuk stok saja.


“Kalau sistemnya nggak diubah, sudah pasti serapan Bulog nggak bisa bagus. Dampaknya harga petani pasti rendah karena betul-betul menggunakan mekanisme pasar dan diadu dengan pasar,” tandasnya. 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama