Minta Kepastian Hukum, Korban Kasus Mafia Tanah Kembali Datangi Polda Sumut

MEDAN, suarapembaharuan.com - Kasus dugaan penipuan dan penggelapan terkait jual beli sebidang tanah dengan luas kurang lebih empat hektare yang dilaporkan ke Polda Sumut sekitar empat bulan lalu belum ditindaklanjuti. Korban pelapor atas nama Tjin-Tjin dan Sohuan didampingi kuasa hukumnya kembali mendatangi Direktorat Reserse Kriminal (Ditreskrimum) Polda Sumut, Kamis (3/6/2021). 

Kuasa hukum korban, Rony Prima Panggabean (pakai peci) menunjukkan foto objek sengketa yang sudah dibersihkan kliennya. (Foto : Istimewa)

Kuasa hukum korban, Rony Prima Panggabean dari Sipayung Panggabean dan Partners mengatakan, kasus dugaan penipuan dan penggelapan ini telah dilaporkan kliennya ke Polda Sumut dengan nomor laporan polisi No.LP/122/I/2021 SPKT tertanggal 20 Januari 2021. 

 

"Hingga saat ini belum ada kepastian hukum. Kita sama-sama tahu, saat ini Kapolri membuat program Presisi. Kita berharap polda Sumut secepatnya menangkap pelaku karena sudah beberapa kali saksi dipanggil, begitu juga terlapor, namun hingga saat ini belum ada kemajuan laporan itu," ujar Rony Prima Panggabean.

 

 

Kuasa hukum korban pelapor juga mengaku pihaknya telah melayangkan surat kepada Direktur Reserse Kriminal Umum, Kepala Bidang (Kabid) Propam, serta Kepala bagian (kabag) Wassidik, memohon agar untuk menindaklanjuti laporan kliennya.

 

"Saksi dari pelapor dan seluruh bukti juga diserahkan kepada penyidik," kata Rony Panggabean. 

 

Menurut Rony Prima Panggabean, kasus dugaan penipuan dan penggelapan yang menimpa kliennya berawal ketika terlapor yakni AW dan LL (suami istri) ingin menjual tanah miliknya. 

 

Saksi korban yakni Sohuan bersedia membeli tanah yang dijual terlapor, dengan catatan hanya sebidang saja. Namun pemilik lahan mau menjual jika tanah yang dibeli dua bidang atau dua sertifikat dengan luas lahan kurang lebih 4 hektare, terdiri dari sebidang tanah dengan luas 17.187m2 dan 22.812 m2.

 

"Saksi korban pelapor atas nama Sohuan mengajak kakak iparnya (Tjin Tjin) untuk membeli kedua bidang tanah tersebut. Pelapor dan saksi korban sepakat membeli kedua bidang tanah tersebut dengan memberikan DP (uang muka/panjar) dan biaya untuk pembersihan kedua bidang tanah tersebut," ucap Rony.

 

Selanjutnya, pada awal bulan Agustus 2019 saksi korban Sohuan bersama Julianti (isteri) mengajak terlapor AW dan LL ke rumah pelapor atas nama Sutanto (suami Tjin Tjin) untuk memberitahukan bahwa sertifikat tanah yang satu bidang lagi yakni SHM 75 atas nama AW akan diserahkan pada akhir tahun Desember 2019. 

 

"Hingga saat ini surat sertifikat SHM 75 yang pernah dijanjikan AW dan LL (terlapor) tidak pernah diterima pelapor. Padahal klien kami telah mengeluarkan biaya untuk membuat jalan, membangun listrik, dan sebuah bangunan di lokasi dengan biaya sekitar Rp3 Miliar," katanya.

 

Rony Panggabean meminta dilaksanakan gelar perkara eksternal sesuai perkap Nomor 6 tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.

 

"Kami masih menaruh harapan besar kepada Polda Sumut yang menangani perkara ini dapat bertindak PRESISI (Prediktif, responsif dan transparansi berkeadilan. Kami mohon, klien kami mendapat keadilan yang seadil-adilnya," ucap Rony.

 

Kasubdit Renakta Polda Sumut yang dikonfirmasi terkait laporan dugaan kasus penggelapan dan penipuan tersebut belum memberikan keterangan.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama