Anies Baswedan Masuk ke Vihara, Aktivis 98 Yakin Politik Agama Berakhir

JAKARTA, suarapembaharuan.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berkunjung ke Vihara Dharma Jaya Toasebio, Jakarta Barat, Sabtu lalu (4/9/2021). Anies bahkan sempat memasang hio di vihara tersebut. Cibiran bermunculan dari para pendengung atau yang lazim disebut buzzer di media sosial kepada Anies Baswedan. 


Sahat Simatupang (depan).

Para buzzer mengecam Anies telah melakukan berbagai cara hingga menerabas aqidah dan syariat agama hanya untuk menarik simpati demi maju sebagai calon presiden pada pemilihan presiden atau Pilpres 2024 mendatang.


Menanggapi kehadiran Anies di vihara tersebut, Ketua Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98 Sahat Simatupang menuduh sisa - sisa pendukung Anies dan pendukung Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu sama - sama berprilaku aneh.


Menurut Sahat, dilihat dari ceruk pendukung Anies yang mayoritas pendukung Prabowo Subianto dan pendukung Rizieq Shihab yang identik dengan simbol agama, seharusnya memprotes Anies yang datang dan masuk ke dalam vihara.


"Tapi mereka (pendukung Prabowo dan Rizieq Shihab) diam saja. Jadi agak aneh kalau kemudian yang protes justru kelompok pendukung Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang mayoritas pemilih Jokowi yang lebih moderat dalam urusan perbedaan agama," kata Sahat Simatupang, Selasa (7/9/2021).


Sahat menilai, kehadiran Anies ke vihara menjadi simbol bahwa Anies moderat dalam urusan kepercayaan atau agama. Bahkan, ujar Sahat, Anies juga pernah masuk ke gereja dan berbaur bersama umat Kristen sebagai ungkapan penghormatan.


"Dimana salahnya kalau Anies masuk ke gereja dan vihara, toh dia tidak ikut ritual keagamaan. Lagi pula kehadirannya ke Vihara Dharma Jaya Toasebio kan dalam rangka vaksinasi massal Covid -19. Lantas dimana relevansi protes kepada Anies? " ujar eks Direktorat Relawan Tim Kampanye Jokowi - Ma'ruf Amin Sumut ini.


Sahat mengatakan, dengan tidak adanya protes dari pendukung Prabowo dan Rizeq Shihab kepada Anies membuktikan politik identitas atau politik agama hanya sebagai alat untuk kepentingan kontestasi.


"Jadi politik agama yang sangat terbuka digunakan saat Pilkada DKI Jakarta 2017 dan Pilpres 2019 lalu menghantam lawan politik mudah - mudahan sudah berakhir sekaligus mendewasakan rakyat Indonesia saat Pemilu dan Pilpres 2024 nanti," ujar Sahat.




Post a Comment

Lebih baru Lebih lama