Pencairan JHT 56 Tahun, Aktivis 98 Sebut Menaker Menyandera Hak Buruh

JAKARTA, suarapembaharuan.com - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menerbitkan aturan baru tentang pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT). Melalui aturan itu, kini dana JHT baru bisa dicairkan ketika peserta BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) memasuki masa pensiun, yakni usia 56 tahun.


Sahat Simatupang (tengah). Dok

Kebijakan baru tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua. Aturan itu diteken Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah pada 2 Februari 2022. Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tersebut mendapat penolakan berbagai kalangan mulai dari serikat buruh, politikus hingga aktivis.


Ketua Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98 Sahat Simatupang menuding, Menaker Ida Fauziyah telah menyandera hak buruh. Menurut Sahat, tidak ada alasan logis menahan masa pencairan JHT seperti bunyi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 itu.


"Buruh berhak mencairkan JHT nya karena uang di JHT itu adalah tabungan buruh yang setip bulan dipotong dari gaji. Itu prinsip utamanya. Jadi JHT itu hasil keringat masing - masing, bukan bantuan sosial negara. Negara hanya mengelolanya, bukan menerbitkan aturan masa pencairan apalagi hingga usia 56 tahun," kata Sahat Simatupang, Senin (14/2/2022).


Menurut Sahat, Menaker Ida Fauziyah dan jajaran Kemenaker keliru memaknai JHT sebagai persiapan pensiun. Menurut Sahat, tidak ada korelasi JHT dengan masa usia pensiun. 


"Hari tua jangan dimaknai sebagai usia pensiun. JHT adalah tabungan buruh atau pekeja yang bisa dicairkan kapan saja apalagi dalam kondisi tertentu seperti di PHK, meninggal dunia DLL. Maneker harus menegaskan itu," ujar Sahat.


Sahat menambahkan, sangat wajar muncul penolakan dari buruh dan pekerja memprotes kebijakan itu karena dianggap merugikan hak buruh. Misalnya, sambung Sahat,  kehilangan pekerjaan atau di PHK lalu buruh ingin berusaha namun tidak ada dana cukup, mestinya mereka bisa ambil JHT. Lalu pemerintah bilang sudah ada Jaminan Kehilangan Pekerjaan atau JKP untuk yang terkena PHK, sehingga JHT baru boleh diambil saat usia 56 tahun.


"Sejauh mana JKP itu mampu menggantikan fungsi JHT. JKP itu cocok dinegara yang upah buruhnya tinggi dan negaranya kaya serta jaminan sosial dari negara jumlahnya besar. Kalau di Indonesia itu tidak cocok. JKP diberikan dalam bentuk sedikit uang tunai, pelatihan gratis dan akses lowongan pekerjaan. Padahal orang yang kena PHK perlu uang untuk bertahan hidup dan bikin usaha. Jadi cara berfikirnya Kemenaker salah. Orang yang di PHK masih diarahkan untuk bekerja, bukan bikin usaha. Harusnya bikin usaha. Untuk bikin usaha harus ada modal, ada JHT, bukan uang kecil dari JKP," tutur Sahat.


Perhimpunan Pergerakan 98, ujar Sahat, mendesak pemerintah membatalkan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tersebut apalagi dalam situasi pandemi Covid - 19 banyak pekerja terkena PHK memerlukan modal berusaha.


"Jangan menyandera hak buruh dengan regulasi yang mengada - ada. Buruh tidak perlu panen jati, tapi perlu panen mangga dalam situasi kritis," kata Sahat menyindir Staf Khusus Menaker Dita Indah Sari.


Kategori : News

Editor     : AHS



Post a Comment

Lebih baru Lebih lama